Share

Bab 4-PRIA JELEK ITU TERNYATA SULTAN

"Huh! Kami tidak akan pernah menyesali ucapan kami,"ketus Wulan pada Irpan.

"Sudahlah, Wulan. Kita pulang saja, bisa muntah nanti kalau lama-lama mata ibu, lihat pasangan burukk rupa ini." hina Bi Ning dengan tataan rendah pada Puspa dan Adnan.

"Mending burukk rupa, daripada burukk akhlak kayak kalian!" balasku tak kalah sengit.

"Kamu!"raung Bi Ningsih tak terima.

"Apa? Bibi gak terima?"tantangku berani.

"Sudah, Mbak. Jangan di ladenin dua keong racun itu,"ujar Irpan.

"Beraninya kau sebut kami keong racun! Siapa kau di sini, hah?" tanya Bu Ning tak terima.

"Ya, kalau gak mau di sebut keong racun. Lalu keong apa dong? Keong emas," ledek Irpan pada kedua ibu dan anak itu.

"Hey! Sebutan keong racun, sepertinya memang cocok untuk mereka."timpalku menyetujui nama baru yang di buat Irpan untuk mereka.

Mereka nampak mencabbikan bibirnya, raut wajahnya begitu sangat kesal saat ini.

"Dasar kau keong racun, baru kenal sudah ngajak tidur~. Ngomong gak sopan santun, kau anggap aku ayam kampung~"

"Eaa .. Tarik Mang!" Irpan mulai bernyanyi dengan bergoyangan asoy ala ala biduan dangdut.

Semua orang terkecuali Adnan yang menyaksikan tingkahnya nampak tercengang.

Si tampan dengan pakaian necis ala CEO. Bisa menyanyikan lagu dangdut dengan bergoyang heboh ala biduan pantura.

"Sorry, sorry, Jack. Jangan remehkan aku Heyahhh ..." Irpan terus meliuk liuk bagai cacing kepanasan. Tak lupa tangannya juga terus menunjuk wajah Bu Ning, dan Wulan.

Aku terbahak-bahak melihat tingkah asbrudnya yang seperti orang kesurupan.

"Apa dia gila?"tanya Wulan padaku.

"N*jis! Ganteng-ganteng tapi otaknya sabl*ng" umpat Bi Ning, lalu menarik tangan anaknya pergi.

Kedua ibu, dan anak itu pulang dengan wajah misuh-misuh. Selain tak medapat apa yang mereka inginkan, mereka juga mendapatkan sindiran habis-habisan oleh adik iparku.

"Sudah pergi ya, Mbak?" tanya Irpan.

Aku menganggukan kepalaku.

"Huh, ada ternyata orang kaya mereka? Sudah gak tahu malu, mulutnya pedas lagi. Mbak kalau ngadepin mereka pura-pura aja jadi orgil"sarannya yang membuat aku terbahak.

"Maksudnya orang gil@?" tanyaku.

"Iya. Selain ampuh itu juga termasuk menghibur diri, Mbak. Seperti apa yang tadi saya lakukan. Lihat mereka, kesal terus langsung pergi begitu saja, bukan?" ucap Irpan, dengan bangga telah mengusir orang yang telah dia namai keong racun.

"Benar, boleh nanti aku coba." ujarku terkekeh.

Karakter irpan, begitu berbeda dengan Adnan yang katanya kakak kandungnya. Bukan hanya sifatnya saja. Namun, wajah mereka juga berbanding balik. Irpan tipe orang ceria, bawel, dan supel. Berbeda dengan Adnan~ sang Kakak yang irit bicara, dingin, dan kaku.

Aku curiga, apa mereka dari lubang yang sama. Tapi, dari batang yang berbeda.

Tuk!

Aku memukul kepalaku sendiri dengan tangan. Kenapa otakku jadi berpikiran yang tidak-tidak. Tapi ini gara-gara Bang Adnan juga.

Kenapa dia begitu berbeda seperti dengan Adiknya. Ya Allah, jangan sampai ini otak sama hati, terus soudzon mulu sama suami sendiri.

"Kenapa?" tanya Bang Adnan.

Tiba-tiba wajahnya di dekatkan ke wajahku hingga kini hanya berjarak beberapa inci saja.

Aku menjadi salah tingkah ditatap seintim ini. Aku segera memanglingkan wajahku kearah yang berlawanan.

Jantungku dag dig dugan, seperti tengah berdugem di dalam sana.

"Dek~"panggilnya lagi.

"I-ya~" sahutku. Aku menoleh, dan tidak sengaja bibirku mendarat tepat dibibirnya.

Aku langsung membeku di tempat karena wajah kami terlalu dekat, dan itu membuat kami salah tingkah.

Wajahku merona.'Oh Tuhan, aku benar-benar malu'batinku.

"Kenapa Kakak ipar seperti itu?"tanya irpan.

"Entahlah, mungkin dia masih malu."jawab Bang Adnan.

"Malu-malu kucing maksudnya. Tapi, kenapa harus malu? Memang kalian belum jap jip jup apa?" tebak Irpan.

"Memang belum," ceplos Bang Adnan.

"Sepertinya Kakak ipar butuh sedikit pancingan,"saran Irpan.

Mereka terkekeh-kekeh menertawakanku, sebelum aku beranjak pergi berlari ke dalam kamar.

'Sial*n! Emang aku ini ikan apa? Tapi tadi kalau gak di pancing, bibir ini juga gak bakal nempel sama bibirnya Bang Adnan' batinku tanganku terus meraba bibir yang sudah mendapat ciuman pertama ini.

'Betapa manisnya, dan ... Argghh apa-apaan otakku ini?'

"Dek~"panggil Bang Adnan.

Aku hanya menoleh sebentar saat pria itu masuk kedalam kamar. Cepat-cepat aku menutup wajahku dengan selimut.

"I-ya, Bang." sahutku gugup.

Bang Adnan mendekat. Pria itu berusaha menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhku, sedang hatiku sedari tadi sudah kejang-kejang tidak karuan.

"Kenapa wajahnya di tutupi? Kan jadi gak kelihatan cantiknya,"

godanya sambil terus berusaha menyingkirkan penutup wajahku.

'Deh manis banget itu mulut Abang Toib!' kekehku dalam hati.

"Kenapa? Apa kamu tidak sudi lagi melihat wajah ini? Wajah suami burukk rupamu?" tanya Adnan membuat hatiku tercelos.

Aku menggeleng kuat. Bukan seperti itu maksudku, tak lama selimut tebal ini di tarik olehnya.

Deg!

Wajah kami bertemu, dan berjarak hanya beberapa senti saja. Bahkan aku bisa merasakan hembusan nafas hangat dari Bang Adnan.

Badanku langsung panas dingin. Saat mata elang itu menatap mata tajamnya padaku, reflek aku memejamkan mata saat Bang Adnan tiba-tiba mengikis jarak di antara kami.

"Ngapain merem?"tanyanya.

alu memamerkan senyuman indah di bibirnya.

"Brengs*k" gumamkj dalam hati.

"Tadi ngarepin apaan, hayo? Pake merem-merem segala lagi?"goda Bang Adnan yang membuatku kesl sendiri.

Seperti dia sudah tahu. Kalau istrinya sudah kepedean mengharapkan di ciuman lagi dari suaminya.

Aku menundukkan kepala karena rasa malu. Aku menoleh ke arah kanan dan kiri.

"Lagi nyari apa?"tanya Bang Adnan.

"RASA MALU"jawabku lalu menggulung kembali tubuh ini seperti lemper dengan selimut tebal.

Bang Adnan tertawa terbahak-bahak, melihatku yang tengah menahan malu setengah mati.

"Kalau mau bilang .."ujarnya sambil mengungkung tubuhku.

'S i a l * n! Aku ingin berlari keluar. Tapi, saat ini tubuhku sama sekali tak bisa bergerak karena tengah menjadi lemper.

Senyuman menyebalkan terbit di bibir Bang Adnan, saat aku terus saja meronta, dan memberontak.

Cupp!

Seketika aku terdiam. Mata ini langsung membulat, setelah mendapat ciuman untuk kedua kalinya dari pria yang berstatus suamiku.

"Lagi?"tanyanya.

Aku hanya membeku. Mulutku seperti terkunci tak bisa menjawab.

Sesaat wajah Bang Adnan kembali mendekat. Lalu bibir perlahan melumat lembut bibirku.

Selama kurang lebih tiga menit. n

Namun, adegan itu harus terhenti karena terdengar suara ketukan pintu kamar mereka.

Bang Adnan langsung menghentikan ciumannya sebelum membukakan pintu. Pria itu menatap wajahku yang sudah merah seperti tomat.

'Selamet' batinku.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status