Share

Kehilangan PaPa

Drrt

Drrt

Ponsel Rindy bergetar saat sedang berbicara serius dengan orang tuanya.

"Maaf pa,ma Rindy jawab telfon dulu.?"Ucap Rindy berpamitan untuk menerima panggilan seluler miliknya.

"Zydan.?"monolog Rindy.

"Halo Zy ?"sapa Rindy.

"Kamu dimana Ndy ? Aku sudah dirumah."tanya Zydan.

"Aku dan anak-anak lagi dirumah papa Zy,sebentar lagi kita pulang ya.?"

"Oke, aku tunggu dirumah atau mau aku jemput.?"tawar Zydan.

"Nggak usah Zy, biar aku dan anak-anak naik taksi aja.

kamu istirahat aja dulu pasti kamu juga masih capek kan.?"tolak halus Rindy.

"Ouh ya udah, aku tunggu di rumah ya ?Bye"

"Bye ?"balas Rindy lalu memutus sambungan telepon.

"Zydan ya Ndy.?"tanya bu Rina dari arah belakang Rindy.

"Eh iya maa. Zydan sudah dirumah."

"Rindy pulang dulu ya ma. Nanti Rindy kesini lagi jenguk papa dan mama.

"Iya nak ,pulanglah biar suamimu tidak khawatir.?"tukas sang ibu bijaksana.

"Papa gimana ma.?"tanya Rindy cemas kalau papanya akan melarangnya pulang.

"Papa lagi terima telfon di ruang kerjanya. Nanti biar mama yang bicara sama papamu."ucap mama seraya menepuk bahu Rindy.

"Ya sudah ma, Rindy pulang ya.?"ucap Rindy sembari mengajak putri kembarnya.

-Papa Di Ruang Kerja-

"Apa ! Jadi Zydan itu gigolo.?"teriak pak Bagas pada orang yang menelfonnya dan membanting ponselnya dengan amarah yang sudah memuncak.

"Braak"

Pak Bagas terjatuh ke lantai ubin sembari memegang dada bagian kirinya.

Suara riuh dari ruang kerja pak Bagas memecah keheningan kediaman Bagas Dirwantara pengusaha batu bara itu.

Sang istri yang mendengar suara gaduh dari dalam ruang kerja suaminya pun berlari menghampiri.

"Paa ! Papa kenapa.?"pekik bu Rina histeris saat melihat suaminya yang sudah tersungkur.

Secepat kilat mobil ambulance sudah membawa pak Bagas menuju rumah sakit pondok indah.

Selang oksigen untuk membantu pernafasan pak Bagas pun sudah terpasang.

Bu Rina hanya bisa menangis di sisi suaminya seraya menggenggam tangan pak Bagas yang mulai dingin.

"Pa, ada apa sebenarnya.?"ucap bu Rina di sela isak tangisnya.

Tidak lama mobil ambulance pun tiba di depan ruang UGD rumah sakit pondok indah. Perawat mengeluarkan pak Bagas yang tidak sadarkan diri itu di atas brankar.

Bu Rina diminta perawat untuk menunggu diluar agar mereka bisa segera menangani Pak Bagas.

Bu Rina pun menuruti seraya mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Rindy.

[panggilan tersambung]

"Halo Rindy.?"Ucap bu Rina dengan isak tangis.

"Iya ma, mama kenapa nangis.?"tanya Rindy cemas.

"Papa Rin.!"sahut bu Rina.

"Papa kenapa maa.?"tanya Rindy panik.

"Sekarang mama di rumah sakit pondok indah ruang UGD, tadi papa kamu kolaps diruang kerjanya.!"jawab bu Rina.

"Sekarang Rindy kesana ma.!"

Tanpa menunggu jawaban sang ibu, Rindy menutup ponselnya dan bersiap untuk berangkat menyusul ibunya di rumah sakit.

"Bi , Saya titip anak-anak dulu ya."

"Saya mau kerumah sakit."ucap Rindy sembari melangkah ke kamarnya menemui Zydan yang tengah tidur.

"Zy , aku mau ke rumah sakit pondok indah sekarang. Barusan mama telfon ngabarin kalau papa kolaps dan sekarang sedang di tangani di ruang UGD."

"Hah ! Aku ikut yaa Ndy.?"

"Kamu istirahat aja di rumah sekalian lihatin anak-anak, tadi aku juga udah titipin mereka sama bik Darsih kok."

"Kalau ada apa-apa kabari aku Ndy.?"

"Oke.?"

"Oh iya, aku pakai mobil kamu ya ? Udah malam gini jalanan pasti udah sepi juga."

"Iya kamu pakai aja. jangan ngebut dan tetap tenang semua pasti baik-baik aja."ucap Zydan menenangkan Rindy.

"Ehm, bye.?"sahut Rindy.

Pada dasarnya Zydan sangat mencintai Rindy dan anak-anaknya namun karena sebuah obsesi membentuk Zydan menjadi sosok yang ambisius. Menghalalkan segala cara untuk menggapai impiannya.

"Gimana keadaan papa sekarang ma.?"tanya Rindy setelah tiba dirumah sakit.

"Kata dokter yang menangani papamu, papa terkena serangan jantung Rin.!"jawab bu Rina yang terlihat masih syok.

"Kok bisa ma ! Bukannya tadi sore papa masih baik-baik aja.?"tukas Rindy mengernyitkan dahinya.

"Mama juga nggak tau pastinya karena apa, tadi mama nemuin papamu sudah pingsan di dalam ruang kerjanya."

"Apa mungkin papa terlalu berpikir keras mengenai kondisi rumah tanggaku.?"dewi batin Rindy.

"Keluarga Pak Bagas.?"tanya seorang dokter yang menemui bu Rina dan Rindy.

"Iya dok , Saya anaknya.!"ucap Rindy seraya berlari menghampiri sang dokter.

"Keadaan pak Bagas saat ini kritis. Setelah tadi saya dan tim melakukan pengecekan menyeluruh, kami melihat terjadi penebalan otot jantung pada pak Bagas akibat tekanan darah tinggi."

"Saat ini kita hanya bisa berdoa semoga pak Bagas bisa melewati masa kritisnya."imbuh dokter Angga, dokter muda spesialis jantung yang menangani pak Bagas.

"Tolong lakukan yang terbaik untuk papa saya dok.?"

"Kita tetap melakukan yang terbaik untuk semua pasien dirumah sakit ini namun keputusan hidup tetap ada di tangan sang pemberi hidup."

"Jangan lupa berdoa ya mbak. Saya permisi dulu."ucap dokter Angga seraya melangkah.

Bu Rina terduduk lemas seketika mendengar penjelasan dari dokter Angga.

Rindy menghampiri bu Rina dan mendekapnya.

"Ma , Papa pasti sembuh kok, jangan khawatir ya. Papa orang yang kuat , pasti papa bisa melewati masa kritis nya."ucap Rindy memberi support.

"Rindy juga nggak kuat ma kalau terjadi apa-apa dengan papa.!"bisik batin Rindy.

Pak Bagas yang sudah di pindah ke dalam ruang ICU.

Di dalam ruang ICU bersuhu rendah itu tampak tubuh pak Bagas sudah di kelilingi banyak peralatan medis khusus penderita jantung.

Detak jantung yang terbaca di layar monitor menunjukkan jika si pemilik jantung masih berjuang untuk tetap hidup.

Beberapa jam Rindy dan bu Rina menunggu di luar pintu ICU sampai akhirnya seorang perawat menghampiri mereka.

"Bu Rina keluarga dari pak Bagas.?"tanya perawat.

"Iya sus , saya istrinya.!"seru bu Rina seraya beranjak dari tempat duduknya.

"Ibu bisa menemui pak Bagas sekarang. Tapi satu orang saja ya bu."titah perawat memberi instruksi.

"Baik sus, biar ibu saya saja yang masuk."sahut Rindy.

Sang suster mengangguk kecil.

Di dalam ruang ICU yang bersuhu rendah itu terlihat beberapa orang pasien yang sedang berjuang untuk hidup.

Antara sadar dan tidak, mereka yang tergeletak itu bertahan berkat bantuan alat medis saja.

Bu Rina sudah mengenakan pakaian khusus untuk memasuki ruang ICU terlihat sangat tegang.

"Pa , Papa bisa dengar mama kan.?"ucap Rina dengan lembut.

"Papa harus bertahan.!"

Bu Rina menggenggam tangan pak Bagas yang sudah mulai dingin dan pucat.

Perlahan jari tangan pak Bagas bergerak memberi respon.

Spontan bu Rina terperanjat dari kursinya.

"Pa ! Kamu bisa mendengarku.?" tanya bu Rina menyeka bulir-bulir air matanya.

"Ma , tolong kamu jaga Rindy baik-baik jauhkan dia dari Zydan.!"ucap Bagas dengan sisa nafasnya.

"Papa tenang aja, mama pasti menjaga Rindy tapi papa harus bertahan.!" jawab Rina yang sudah tidak bisa menahan tangisannya.

"Aku pergi ma." ucapan terakhir dari pak Bagas sebelum jantungnya benar benar berhenti berdetak.

"Pa ! kamu jangan seperti ini.!"teriak bu Rina histeris.

Tak lama suster menghampiri Bagas.

"Bu Rina, saya mau periksa keadaan Pak Bagas.!"

Perawat mulai mengecek denyut nadi dan mencoba memacu jantung pak Bagas dengan alat pacu jantung. Namun tidak ada reaksi apa-apa lagi dari pak Bagas.

Dokter Angga pun menghampiri perawat yang sedang memeriksa keadaan pak Bagas.

"Gimana sus.?" tanya dokter Angga.

"Exit dok." jawab perawat pelan.

"Innalillahi Wa'innalillahi Ro'ziun." ucap sang dokter pelan dan menutup seluruh tubuh hingga wajah pak Bagas dengan selimut.

Bu Rina yang melihat dari kejauhan berlari menghampiri jenazah Bagas dengan histeris.

"Papa ! Bangun pa.!" teriak bu Rina menggoncang tubuh suaminya.

Dokter Angga menghampiri bu Rina untuk menenangkannya.

"Bu, ikhlaskan kepergian beliau."ucap dokter Angga dengan tulus.

"Saya turut berduka cita atas meninggalnya pak Bagas. Semoga amal ibadah beliau diterima yang Maha Kuasa dan diampuni segala dosa-dosanya."ucap dokter Angga.

Peristiwa seperti ini bukan hal pertama yang dihadapi dokter Angga selama dirinya menjadi seorang dokter. Kerap merasa bersalah karena tidak mampu menyelamatkan hidup orang yang sedang berjuang untuk hidup.

Namun profesi ini lah yang dia impikan sedari kecil semenjak melihat ibunya sakit-sakitan dan meninggal dunia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status