Matthew meminta izin untuk pulang terlebih dahulu kepada dokter Agler. Ini hari jum’at dan memang tak begitu ramai dari hari sebelumnya. Sedari pagi juga Matthew tak melakukan apapun selain mengecek laporan dan membantu mendata obat-obatan yang baru masuk. Dokter Agler tanpa ragu mengijinkan Matthew yang membuatnya meninggalkan pusat kesehatan dengan girang.
“Matthew...”
Sempat lupa dengan keberadaan Belva pagi tadi, kini Matthew kembali tersadarkan begitu Belva yang berada di depan pintu memanggilnya yang baru saja hendak masuk ke rumahnya. Dengan berat hati, Matthew menghentikan gerakannya sejenak.
“Ada apa?” tanyanya.
Belva beranjak dari depan pintu rumah sebelah menghampiri Matthew.
“K-kaki ku terluka akibat menggunakan heels. Bisa tolong obati?” pintah Belva.
Matthew mantap kaki Belva dan memang benar wanita di depannya tengah berdiri tanpa alas kaki yang baru Matthew sadari juga. Dapat terlihat luka-lika lecet dan bebera
Siang semua.. xixixix, ada waktu luang nih jadinya update siang ini!! happy reading yaw~~
Lynelle dan Matthew tengah duduk dalam diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Suasana menjadi sangat canggung usai Matthew tanpa sadar memeluk Lynelle yang membuat mereka menjadi canggung.“Maaf..” ucap Matthew memulai percakapan.Lynelle hanya melirik dari ekor matanya sejenak. Bagi Lynelle ini sungguh sangat asing untuknya. Ia tak pernah di peluk oleh pria muda seperti Matthew, bahkan Noah belum pernah memeluknya. Hah, mengetahui hal itu menimbulkan kegundahan dalam hatinya. Apakah ini termasuk menduakan Noah?“Kau marah?” tanya Matthew memastikan. Ia sangat takut sejujurnya, ia tak ingin hal seperti dulu kembali terjadi kali ini. Diamnya Lynelle membuat dirinya was-was. Jika Lynelle benar marah, ia tak akan tahu lagi bagaimana menghadapi hari esok.Lynelle mulai memberanikan diri menatap Matthew yang membuat Matthew sendiri merasa sedikit tenang karenanya. Lynelle tersenyum, “Tidak..” katanya.“Ten
“Selamat pagi semua” sapa Belva riang.Belva menenteng keranjang piknik yang tak terlalu besar dan meletakkannya di atas meja.“Eh, Kau habis mengambil rotinya?” tanya dokter Agler yang baru saja memasuki ruangan untuk bersiap sarapan.Belva mengangguk, “Aku akan setiap hari mengambilnya. Jadi mereka tak perlu mengantarkannya lagi.” Belva mulai mengatur roti-roti tersebut di atas meja. Semua dokter dan perawat sudah berada di ruangan, bersiap untuk sarapan, namun dirinya tak melihat Matthew di sana.“Kemana Matthew?” tanya Belva.“Oh,dia sedikit telat bangun. Mungkin akan sedikit terlambat datang” ucap dokter David.Seketika pikiran Belva terulang akan kejadian kemarin malam. Sepertinya Matthew benar-benar berlari menemui gadis itu. Apakah mereka bertemu semalam? Atau tidak?Tepat saat itu Matthew datang dengan ekspresi riang yang tak bisa ia tutupi.“Selamat pagi!
Bisa di bilang Lynelle sangat jarang mendapatkan tamu terlebih saat malam hari kecuali memang ada beberapa hal penting yang harus di sampaikan padanya. Ia masih sibuk berkutat di dapur untuk membuat makan malam kecil untuknya sedinri, namun suara ketukan mengintruksinya untuk menghentikan sejenak acara memasaknya dan melangkah menuju pintu rumahnya.Mungkin adegan siang tadi tak cukup membuatnya bingung hingga Belva datang menghampirinya malam ini. Walaupun bercahayakan remang-remang, Lynelle dapat melihat kantung mata Belva yang sebam dan terlihat gelap.“Belva, masuklah. Kebetulan aku sedang membuat makan malam”“Tak perlu. Aku juga tak ingin berlama-lama.” Tolak Belva.“Langsung saja. Aku menyukai Matthew” kata Belva.Lalu apa hubungannya denganku? Pikir Lynelle.Belva kembali bersuara melihat Lynelle yang tak mengeluarkan sepatah katapun usai mendengarkan kaimatnya berusan. “Aku menyukai M
Untuk kali ke-3 kalinya Matthew datang mencari keberadaan Lynelle, namun kondisi rumahnya masih saja terlihat tak berpenghuni. Sejak sore tadi, Lynelle tak menampakkan diri bahkan dari toko roti hingga rumahnya pun, wujud seorang gadis yang terpaut 5 tahun lebih muda darinya masih juga tak terjangkau oleh matanya. Sempat terpikirkan hal buruk olehnya, bisa saja Lynelle sedang berada di rumah tapi tengah kesakitan sehingga tak menyadari keberadaan Matthew di luar dan dirinya hanya berdiam diri di dalam kamar. Matthew mencoba menghubungi Lynelle yang berujung ponsel gadis tersebut sedang berada di luar jangkauan. Apa sekarang Lynelle mencoba menghindarinya? Pikiran negative lain mulai bermunculan di otaknya. Jika memang seperti itu adanya, maka sungguh ia akan membenci Belva seumur hidupnya. Tapi apakah itu sedikit berlebihan? Malam ini ia kembali berdiri dan menunggu tanpa kepastian di depan rumah Lynelle. Cuaca semakin dingin dan saju sudah m
Sepertinya banyak hal yang terlewatkan dengan ketidakhadirannya selama 3 hari. Ini baru 3 hari tapi terasa dunia berbeda 180 derajat. Jujur, ia ingin tahu namun ia tak ingin terlalu nampak atau bahkan bertanya kepada orang sekitar karena ia merasa itu bukan haknya.Seperti sekarang, Lynelle kembali bertugas mengantarkan sarapan pagi untuk para dokter dan perawat seperti sebelumnya. Kepalanya tak berhenti menengok ke kanan dan ke kiri, berjaga-jaga jika ia menemui seseorang atau lebih tepatnya ingin bertemu seseorang?Namun hingga ia tiba ruang makan dan akan kembali ke toko roti pun, sosok itu tak menampakkan batang hidungnya. Apa yang terjadi? Pikirnya.Bisa saja Matthew sekarang tengah ada kesibukan lain, di tempat lain bukan? Atau mungkin sedikit terlambat masuk kerja? Bisa jadi.Tak mau ambil pusing, Lynelle memutuskan untuk ketidakhadiran Matthew di sebabkan oleh hal positif yang ia pikirkan barusan.Tapi sangat di sayangkan, itu hany
“Lynelle, kau tak merindukanku?” Pertanyaan Matthew itu membuatnya merasa keluh untuk menjawab. Ia hanya diam tak menjawab dan dengan reaksinya tersebut membuat Matthew mengangguk paham seolah-olah sudah tahu akan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan. Matthew menunduk dan melihat ke arah jemarinya yang saling ia tautkan. “Tak apa jika kau tak merindukanku” ucap Matthew. Lynelle masih memilih diam di sana, hanya menatap kearah Matthew yang masih menunduk dengan perasaan aneh di hatinya. “Kau tahu, aku menunggu tepat di depan rumahmu. Kupikir kau marah atas ucapan Belva tempo hari. Namun sekali lagi ku katakan aku tak akan menikah dengan Belva dengan tujuan apapun dan dengan carapun yang ia gunakan, aku tak akan melakukannya.” Matthew memberi jeda beberapa saat sebelum kembali melanjutkan, “Aku menunggumu, selama kau pergi, aku tetap menunggu. Namun ..” Matthew tak melanjutkan ucapannya, tenggorokannya yang terasa tercekik a
Matthew merasa bahwa hal itu bekerja untuknya. Usai kejadian sore terindah dalam hidupnya beberapa waktu yang lalu, ia dan Lynelle menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Bahkan Matthew beberapa kali menghabiskan waktu di rumah Lynelle. Matthew rasa Lynelle sudah mulai membuka hati untuknya. Malam ini tepat perayan natal di mulai. Matthew dan para dokter juga perawat tengah berbarengan berjalan menuju gereja kecil di desa Edensor. Begitu memasuki gereja, Matthew mulai celingak-celinguk, tak lain dan tak bukan tentunya untuk mencari keberadaan Lynelle. “Ayo duduk.” Ajak dokter Agler. Yang lain mulai beranjak untuk menapatkan tempat yang nyaman, namun Matthew memilih untuk tetap pada posisinya. Mata tajamnya belum menangkap objek utamanya. Ia mengeluarkan ponsel genggamnya dari saku mantelnya dan menghubungi Lynelle di sana. “Halo?”“Ly, aku sudah tiba digereja dan tak melihatmu. Kau di mana?”“Ah, aku baru tiba. Ini baru saja masuk”
Ruangan itu terasa begitu sepi, hanya bersuarakan tabung oksigen dan mesin pendeteksi jantung di sampingnya. Wanita itu masih setia memejamkan matanya, menyembunyikan mata coklat indahnya kepada semua orang.Pasangan suami istri yang sudah berumur itu kemudian masuk untuk membuat kehidupan di dalam ruangan tersebut. Sang isri tak henti-hentinya menitihkan air mata. Ia tak tega melihat sang putri terbaring tak berdaya di sana. Hatinya begitu terluka. Sedangkan sang suami hanya mampu menguatkan sang istri dengan terus mendekap di sampingnya.Anak itu tak seperti ini. Anak itu selalu penuh dengan ceria, selalu penuh dengan semangat yang menggebuh-gebuh, namun dalam satu waktu, anak itu berubah menjadi pemurung, tanpa semangat, sampai pada akhirnya melakukan hal tak terduga yang membuatnya terbaring tak berdaya seperti ini.“Sayang,” ucap sang istri pada sang suami “Apa yang harus kita lakukan?”Entah.Mereka hanya harus bersaba