Home / Romansa / PUDING JELLY / 7. Aku yang Berubah

Share

7. Aku yang Berubah

Author: yessiratna
last update Huling Na-update: 2022-02-12 06:38:08

( PoV Asmara )

"Mbak Mara nggak kenapa-kenapa?" Dengan raut wajah yang begitu panik, Bik Yuli masuk ke dalam kamarku. Menanyakan keadaanku.

"Nggak apa-apa Bik. Ada Albert yang nolongin aku." Aku tersenyum kepada Bik Yuli. Sempat ku lirik Albert yang hanya menunduk. Dia hampir saja keluar, menolak permintaanku yang menginginkannya untuk membantuku mengusir ketakutanku malam ini, sebelum akhirnya Bik Yuli masuk ke dalam kamarku.

"Ah. Syukurlah. Dasar anak-anak nakal memang. Malam-malam hujan-hujan, masih aja main petasan." Bik Yuli bersungut-sungut. Beliau seakan tak terima. Jelas saja. Petasan itu masuk ke dalam pagar rumahku. Untung saja hujan deras, jadi apinya kecil dan tak menyebar kemana-mana. Kalau seandainya tak ada hujan, pasti sudah lain lagi ceritanya. Masalahnya, suaranya benar-benar bikin jantungku hampir saja terlepas.

"Anak-anak? Bukannya ini kawasan elite ya Bik? Mana ada anak orang kaya yang main petasan malam-malam gini? Apalagi ini hujannya deres banget. Kayaknya nggak mungkin deh Bik kalau anak kecil yang main." Nah! Albert benar. Akupun berpikir seperti itu. Tempat tinggalku ini termasuk kompleks perumahan elite, yang mana tak ada satupun anak-anak yang akan berkeliaran di malam hujan seperti ini. Mereka hanya keluar rumah jika akan pergi ke sekolah atau les saja. Selebihnya, mereka hanya berdiam diri di dalam rumah. Setidaknya itulah yang aku amati selama beberapa bulan pindah di rumah ini.

"Nggak tahu juga sih Mas. Soalnya nggak ada orang pas Pak Sukur dan Pak Sabar ngejar."

"Terus kenapa langsung menyimpulkan kalau itu anak-anak Bik? Nggak ada yang curiga gitu kalau ini teror? Tiba-tiba ada petasan nyelonong ke dalam rumah. Apalagi pelakunya nggak ketemu. Bisa jadi dia masih sembunyi di sekitar rumah ini. Pak Sabar sama Pak Sukur nggak ada yang lapor polisi?" Ku tatap Albert. Aku jadi merinding mendengar perkataannya. Apa benar kalau aku sedang di teror? Kalau memang iya, siapakah pelakunya?

"Nggak Mas." Kali ini ku alihkan pandanganku ke Bik Yuli. Beliau tampak bingung. Mungkin beliau memang baru menyadari kalau apa yang Albert katakan itu benar. Mungkin beliau sama denganku, tak berpikir sampai sejauh itu.

"Gila ya. Ya udah biar aku aja yang lapor polisi." Albert hendak mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya, ketika aku akhirnya berhasil meraih tangannya dan mencegahnya. Aku hanya tak ingin ini menjadi panjang.

"Nggak usah Al. Nggak usah di perpanjang. Gimana kalau memang anak-anak. Kita nggak tahu kan?"

"Kalau nggak, gimana? Karena aku ngerasa nggak enak Ra. Perasaanku nggak enak."

"Kalau gitu, temenin aku." Aku menarik tangannya lebih kuat. Entah kenapa aku tak merasa risih seperti biasanya saat Albert ada di dekatku.

"Em, Bik, minta tolong hubungi Pak Aksara ya. Suruh dia cepetan pulang. Bilang aja kalau Mbak Mara kena teror. Soalnya aku harus pulang." Albert bahkan tak menjawab perkataanku. Dia lebih senang berbicara dengan Bik Yuli daripada denganku.

"Iya Mas." Bik Yuli bergegas keluar dari kamar. Mungkin menuruti kemauan Albert, menghubungi Aksara.

"Aku ngomong sama kamu Al!" Aku menarik kembali tangannya. Ingin sekali aku menangis. Albert, kenapa kamu seperti ini tiba-tiba? Bukankah setiap hari kamu selalu antusias untuk bersama denganku? Kenapa denganmu hari ini?

"Aku nggak bisa Ra."

"Kenapa?"

"Kamu nggak suka kalau aku deket-deket kamu kan? Mulai hari ini aku akan mencobanya."

"Tapi, Al..."

"Maaf." Albert menggenggam tanganku dan menjauhkannya darinya. Tanpa banyak kata, dia keluar dari kamarku. Pergi meninggalkanku.

"Kak..." Lirih ku panggil dia. Aku selalu memanggilnya seperti itu dulu sebelum akhirnya aku berubah. Ya! Akulah yang berubah. Bukan dia. Dia hanya mengikutiku permainaku saja. Menuruti setiap keinginanku. Tak terasa air mataku menetes. Aku merasa aku sendirian. Aku bahkan tak memiliki Aksara sepenuhnya. Aku sendiri.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PUDING JELLY   82. Penolakan Lagi

    ( PoV Asmara )"Waktu itu aku nyari-nyari kamu Ra. Aku telusuri seluruh jalanan kayak orang gila biar bisa nemuin kamu." Albert menatapku. Tatapannya sayu. Dia sepertinya masih memendam perasaan kecewa kepadaku, dengan kepergianku waktu itu."Maafin aku, aku udah banyak salah sama kamu Al." Aku menunduk. Aku tak berani menatap matanya. Semakin aku menatapnya, semakin aku merasa tak pantas untuk mendapatkan maaf darinya."Aku nggak apa-apa Ra. Mungkin kamu takut sama aku malam itu. Mungkin kamu nggak mau deket lagi sama aku yang saat itu sedang kumat. Jadi kamu memutuskan untuk pergi. Dan aku ngerti." Albert semakin erat menggenggam tanganku. Sudah ku duga, dia tak akan marah kepadaku, sebesar apapun kesalahanku. Dia akan selalu memaafkanku meskipun aku telah membuatnya terluka. Sikapnya itulah yang membuatku semakin menyesal karena tak bisa mencintainya."Kamu udah banyak merawat aku Al, jadi aku nggak akan mungkin pergi hanya karena penyakit kamu itu." Ya. Malam itu aku mengetahui sa

  • PUDING JELLY   81. Ingin Tahu

    ( PoV Asmara )Kulihat Albert yang tampak kelelahan, tertidur di tepi tempat tidurku. Wajahnya yang tampan terlihat sayu karena terlalu banyak terjaga untuk menjagaku. Aku merasa begitu bersalah karenanya. Bagaimana ada seorang lelaki yang sebaik dirinya. Mencintai seorang wanita yang tak mencintainya dengan begitu besar. Wanita penyakitan seperti diriku.Ku belai lembut wajahnya. Ku telusuri setiap inci dari lekukan di wajah tampan itu untuk mencari kekurangannya. Kekurangan yang membuatku tak mencintainya. Namun semakin aku mencarinya, aku semakin tak mendapatkannya. Bahkan semakin aku melihatnya, wajahnya terlihat semakin tampan. Lantas, apa yang dalah denganku? Mengapa aku dengan sombongnya mengacuhkan seseorang yang tanpa cela ini? Mengapa aku tak bisa sedikitpun memberikan hatiku untuk lelaki yang sudah memberikan segalanya untukku ini? Mengapa aku tak bisa sedikit saja melihat cinta tulus dari lelaki yang sudah banyak berkorban untukku ini?Ah, rasanya aku benar-benar sudah gil

  • PUDING JELLY   80. Menjaga Asmara

    ( PoV Albert )"Kamu nggak ngejar Amel, Al?" Aku menatap Asmara tak berkedip untuk memastikan apakah dia benar Asmara atau bukan. Ku tatap wajahnya yang sayu, wajah yang selama ini selalu ku lihat di wajah Asmara karena memang kondisinya yang lemah sedari kecil, yang tak ku temukan dari wajah Asmara yang ku temui saat dia hilang ingatan tempo lalu."Nggak. Ngapain?" Aku tersenyum menatapnya. Melihat wajah ayunya, membuat jantungku terasa tak normal. Berdetak begitu cepat. Aku bahkan hampir lupa dengan Amel yang baru saja mengamuk karena cemburu melihat Asmara sedang berada di rumahku."Ya, kasihan aja sih. Aku nggak enak juga. Kalian bertengkar kan gara-gara aku tadi kalau aku nggak salah denger." Asmara menunduk. Menunjukkan kalau dia memang berada dalam penyesalan saat ini. Membuatku tak rela jika wajah wanita yang ku cintai itu menjadi murung karena sikap Amel yang kekanak-kanakan."Dih, apaan sih. Nggak, bukan gara-gara kamu. Amelnya aja yang kayak anak kecil. Cemburu nggak jelas.

  • PUDING JELLY   79. Amel Pergi Lagi

    ( PoV Albert )"Kamu nggak usah berisik bisa nggak sih Mel? Mara lagi sakit!" Aku kesal dengan Amel yang sedari tadi memintaku untuk mengantar Asmara pulang. Padahal dia melihat sendiri bagaimana kondisi Asmara saat ini. Asmara begitu lemah. Aku khawatir jika terjadi apa-apa dengannya lagi. Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan jika dia kembali tak mengingat apapun karena aku. Aku yang tiba-tiba saja membicarakan Amora di hadapannya."Kamu nggak ngerti ya Al? Itu tuh cuma caranya aja biar kamu mau balikan lagi sama dia. Biar kamu ninggalin aku. Ngerti nggak sih? Masak gitu aja nggak paham." Amel semakin tak terkendali. Dia bahkan berbicara dengan nada tinggi. Membuatku hampir saja frustasi di buatnya. Bagaimana tidak, ada Papa dan Mama di rumah. Dan Asmara, Asmara sedang beristirahat di dalam kamarnya yang memang bersebelahan dengan kamarku yang saat ini menjadi tempat perbincangan kami berdua. Atau lebih tepatnya, tempat pertengkaranku dan Amel."Mau kamu apa sih Mel? Kamu lupa kala

  • PUDING JELLY   78. Ingatanku Kembali

    ( PoV Asmara )"Makasih ya Al, udah nolongin aku tadi di jalan." Aku menyenderkan tubuhku yang masih terasa begitu lemah di senderan tempat tidurku. Ah, tidak. Tepatnya kamar tamu di rumah Albert, karena kamar itu kini bukan milikku lagi. Meskipun mungkin kamar itu masih sama seperti dulu dan tak ada sedikitpun yang berubah, aku tak berhak mengakuinya masih menjadi milikku. Karena aku sudah meninggalkannya."Sama-sama." Albert menunduk. Dia duduk di tepi tempat tidurku, namun membelakangiku. Dia terlihat tak senang melihatku. Entah apa yang membuatnya bersikap seperti ini kepadaku. Bukankah dia biasanya selalu ingin bertemu denganku? Bukankah dia bahkan tak akan melewatkan sedikit saja waktunya bersamaku?"Bisa minta tolong sekali lagi?" Aku menatapnya dalam. Mencoba mengartikan ekspresinya saat ini. Mungkinkah dia masih marah kepadaku setelah kejadian terakhir di villa tempo lalu? Ketika aku menolak pernyataan cintanya untuk yang kesekian kalinya. Mungkin saja iya. Aku memang keterla

  • PUDING JELLY   77. Mas Angga

    ( PoV Aksara )"Bener-bener gila si Dira. Dia tahu kan bagaimana kondisiku di dalam keluarga. Iya, oke kalau aku memang pewaris dari kekayaan orangtuaku yang tak akan habis di makan sampai tujuh puluh tujuh turunan. Tapi kan dia tahu kalau bukan aku satu-satunya pewaris orangtuaku. Bisa-bisanya dia minta sesuatu yang tak mungkin bisa aku kasih ke dia. Pakai acara ngancam segala lagi." Aku mengusap keningku dengan keras. Kepalaku serasa ingin pecah. Ingin sekali aku mengusir wanita gila itu saat ini juga. Selain aku sudah muak dengan tingkahnya, aku juga sudah tak ingin lagi melihat wanita yang sekarang sudah berubah menjadi macan loreng itu."Ah, mana panas banget lagi hari ini. Jalanan macet dari tadi nggak jalan-jalan. Kenapa sih ini? Perasaan kalau jam segini nggak pernah macet deh. Kan bukan jam berangkat dan pulang kerja. Lancar-lancar aja biasanya. Ah! Sial!" Aku memukul setir mobilku dengan keras. Udara yang begitu menyengat siang hari ini membuatku tak bisa menahan emosiku. AC

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status