āļŦāđ‰āļ­āļ‡āļŠāļĄāļļāļ”
āļ„āđ‰āļ™āļŦāļē

āđāļŠāļĢāđŒ

BAB 37: LAUTAN DAUN

āļœāļđāđ‰āđ€āļ‚āļĩāļĒāļ™: TenMaRuu
last update āļ›āļĢāļąāļšāļ›āļĢāļļāļ‡āļĨāđˆāļēāļŠāļļāļ”: 2025-06-10 15:09:02

Kami berdiri di sana untuk waktu yang terasa sangat lama, kami terhipnotis.

Di bawah kami, membentang sebuah lautan hijau yang tak berujung. Hutan yang begitu lebat, megah, dan hidup hingga aku bisa merasakan denyutnya dari sini. Kabut tipis menggantung di atasnya seperti selubung sutra, dan puncak-puncak pohon raksasa seolah menyentuh awan.

Energi kehidupan yang luar biasa kuat memancar dari sana. Murni, agung, dan begituâ€Ķ kuno. Seperti napas pertama dunia.

"Hutan Silvanus Raya," bisik Riel, suaranya sarat akan kekaguman yang tak bisa disembunyikan.

"Kita berhasil," tambah Arista, senyum lega yang tulus akhirnya terukir di wajahnya yang lelah.

Kami memang berhasil. Tapi menatap lautan hijau itu, aku tahu ini bukanlah akhir.

Ini adalah gerbang menuju tantangan yang sesungguhnya.

"Jadiâ€Ķ bagaimana cara kita turun?" tanyaku, memecah keheningan yang khidmat. "Aku tidak melihat ada eskalator yang terpasang manis di sisi tebing ini."

Riel tersenyum tipis. "Di sinilah petualangan yang sebena
āļ­āđˆāļēāļ™āļŦāļ™āļąāļ‡āļŠāļ·āļ­āđ€āļĨāđˆāļĄāļ™āļĩāđ‰āļ•āđˆāļ­āđ„āļ”āđ‰āļŸāļĢāļĩ
āļŠāđāļāļ™āļĢāļŦāļąāļŠāđ€āļžāļ·āđˆāļ­āļ”āļēāļ§āļ™āđŒāđ‚āļŦāļĨāļ”āđāļ­āļ›
āļšāļ—āļ—āļĩāđˆāļ–āļđāļāļĨāđ‡āļ­āļ

āļšāļ—āļĨāđˆāļēāļŠāļļāļ”

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 42 : DAUN EMAS DAN HARAPAN BARU

    Kami bertiga menunduk hormat sekali lagi ke arah taman suci itu sebelum akhirnya berbalik, meninggalkan puncak Menara Lumina. Di telapak tanganku, daun emas itu terasa hangat dan hidup, berdenyut dengan energi harapan.Sebuah harapan yang kini terasa begitu berat di pundakku.Saat kami melangkah keluar dari gerbang pualam, aku mengira kami akan kembali dihadapkan pada hutan remang-remang yang menyesatkan. Ternyata aku salah.Hutan di sekitar menara seolah telah berubah. Kabut tipis telah sirna, digantikan oleh pilar-pilar cahaya keemasan yang menembus kanopi perak. Di hadapan kami, sebuah jalur yang tadinya tidak ada kini terbentuk jelas, seolah karpet lumut hijau sengaja digelar untuk menyambut kami.Sang Penjaga Hutan Tertidur menepati janjinya.Hutan ini benar-benar membukakan jalan untuk kami."Luar biasaâ€Ķ" bisik Arista, matanya membelalak takjub.Kami berjalan menuruni lereng dengan langkah yang jauh lebih ringan. Tak ada lagi ilusi, tak ada lagi rintangan. Bahkan suara hutan pun

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 41: SUARA SANG PENJAGA

    Mata itu.Dua buah kolam cahaya keemasan yang begitu dalam, begitu kuno, memancarkan kebijaksanaan dari awal waktu. Seluruh ruangan seolah ikut menahan napas. Udara di sekitar kami terasa memadat, bergetar dengan energi purba yang baru saja terbangun.Dan tatapan mata itu… tertuju lurus padaku.Untuk beberapa detik yang terasa seperti keabadian, dunia berhenti berputar. Kami hanya saling menatap—sang raksasa penjaga dan sang gadis tersesat. Jantungku kembali berdebar, bukan karena takut, tapi karena rasa takjub yang begitu besar hingga membuatku nyaris tak bisa bernapas.Lalu, makhluk raksasa itu bergerak perlahan. Ia mengangkat kepalanya yang tertutup lumut sutra, dan sebuah suara menggema di seluruh ruangan.Suara itu tidak keluar dari mulut. Suara itu seolah data

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 40: DI DALAM MENARA

    Pintu Menara Lumina telah terbuka.Lorong yang diselimuti cahaya putih lembut itu seolah memanggil kami masuk. Aku menoleh ke arah Riel dan Arista. Sebuah kesepakatan tanpa kata terjalin di antara kami.Tidak ada jalan untuk kembali.Dengan jantung berdebar kencang, aku melangkah lebih dulu. Begitu langkah terakhir kami melewati ambang pintu, gerbang pualam di belakang kami melebur kembali menjadi dinding padat tanpa suara.Kegelapan total menelan kami.Jantungku mencelos. Sial. Kami benar-benar terperangkap.Namun sebelum kepanikan sempat mengambil alih, ruangan di sekitar kami perlahan menyala. Bukan oleh obor, tapi oleh jutaan bintang.Tak ada dinding. Tak ada langit-langit. Di sekeliling kami, terhampar pemandangan angkasa raya yang tak berujung, dipenuhi nebula berwarna-warni yang berputar pelan dan konstelasi bintang yang berkelip indah. Kami seolah sedang berdiri di atas balkon pribadi alam semesta. Lantainya terbuat dari kristal tembus pandang, memantulkan pemandangan bintang

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 39 : MENARA LUMINA

    Kami telah menemukan tujuan kami, tapi aku tahu ini bukanlah akhir. Hawa di sekitar menara ini terasa begitu kuat, begitu kuno, dan memanggil-manggil dengan cara yang berbeda dari Crysalis.Jantungku berdebar, bukan karena takut, tapi karena sebuah kesadaran baru.Ini baru awal dari ujianku yang sesungguhnya.Kami bertiga berdiri terpaku di puncak bukit itu untuk waktu yang lama. Menara putih di kejauhan itu seolah menjadi suar harapan, menarik kami mendekat dengan janji jawaban dan misteri."Ayo," kata Riel akhirnya, suaranya sedikit bergetar karena haru dan antisipasi.Perjalanan menuju kaki menara terasa sureal. Kami seolah melangkah masuk ke dalam sebuah kubah tak kasat mata yang meredam semua kebisingan. Pepohonan raksasa di sini tampak lebih tua, kulit kayunya yang seputih tulang memancarkan cahaya lembut, daun-daunnya yang perak berkilauan. Rasanya seperti berjalan di halaman sebuah kuil suci yang terlupakan oleh waktu.Semakin dekat, semakin kuat pula energi Aether yang kurasa

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 38 : TITIAN LARAS

    Kami tidak lagi tersesat.Kami punya pemandu baru. Pemandu gaib dari jantung hutan itu sendiri, yang entah kenapa memutuskan bahwa aku, Liora si anak hilang, layak untuk dituntun.Dengan kepercayaan baru yang terasa aneh sekaligus mantap, aku melangkah lebih dulu ke jalur sempit yang ditunjukkan sang Sylphid. Riel dan Arista mengikutiku tanpa ragu, tatapan mereka kini penuh keyakinan yang membuat pundakku terasa sedikit lebih berat.Hebat. Sekarang aku jadi pemandu wisata gaib. Beban yang sama sekali tidak ada di brosur petualangan "tersesat di dunia lain".Jalur ini terasa berbeda. Udara yang tadinya berat kini terasa ringan dan jernih. Cahaya remang-remang di sekitar kami seolah ikut bernapas, menyoroti lumut hingga berpendar seperti permata. Bahkan suara hutan kini terdengar seperti alunan musik yang harmonis. Pepohonan seolah sedikit menyingkir dengan anggun saat kami lewat, membukakan jalan dengan hormat.Hutan iniâ€Ķ ia benar-benar menerimaku. Sensasi itu hangat dan aneh, seperti

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 37: LAUTAN DAUN

    Kami berdiri di sana untuk waktu yang terasa sangat lama, kami terhipnotis.Di bawah kami, membentang sebuah lautan hijau yang tak berujung. Hutan yang begitu lebat, megah, dan hidup hingga aku bisa merasakan denyutnya dari sini. Kabut tipis menggantung di atasnya seperti selubung sutra, dan puncak-puncak pohon raksasa seolah menyentuh awan.Energi kehidupan yang luar biasa kuat memancar dari sana. Murni, agung, dan begituâ€Ķ kuno. Seperti napas pertama dunia."Hutan Silvanus Raya," bisik Riel, suaranya sarat akan kekaguman yang tak bisa disembunyikan."Kita berhasil," tambah Arista, senyum lega yang tulus akhirnya terukir di wajahnya yang lelah.Kami memang berhasil. Tapi menatap lautan hijau itu, aku tahu ini bukanlah akhir.Ini adalah gerbang menuju tantangan yang sesungguhnya."Jadiâ€Ķ bagaimana cara kita turun?" tanyaku, memecah keheningan yang khidmat. "Aku tidak melihat ada eskalator yang terpasang manis di sisi tebing ini."Riel tersenyum tipis. "Di sinilah petualangan yang sebena

āļšāļ—āļ­āļ·āđˆāļ™āđ†
āļŠāļģāļĢāļ§āļˆāđāļĨāļ°āļ­āđˆāļēāļ™āļ™āļ§āļ™āļīāļĒāļēāļĒāļ”āļĩāđ† āđ„āļ”āđ‰āļŸāļĢāļĩ
āđ€āļ‚āđ‰āļēāļ–āļķāļ‡āļ™āļ§āļ™āļīāļĒāļēāļĒāļ”āļĩāđ† āļˆāļģāļ™āļ§āļ™āļĄāļēāļāđ„āļ”āđ‰āļŸāļĢāļĩāļšāļ™āđāļ­āļ› GoodNovel āļ”āļēāļ§āļ™āđŒāđ‚āļŦāļĨāļ”āļŦāļ™āļąāļ‡āļŠāļ·āļ­āļ—āļĩāđˆāļ„āļļāļ“āļŠāļ­āļšāđāļĨāļ°āļ­āđˆāļēāļ™āđ„āļ”āđ‰āļ—āļļāļāļ—āļĩāđˆāļ—āļļāļāđ€āļ§āļĨāļē
āļ­āđˆāļēāļ™āļŦāļ™āļąāļ‡āļŠāļ·āļ­āļŸāļĢāļĩāļšāļ™āđāļ­āļ›
āļŠāđāļāļ™āļĢāļŦāļąāļŠāđ€āļžāļ·āđˆāļ­āļ­āđˆāļēāļ™āļšāļ™āđāļ­āļ›
DMCA.com Protection Status