Agatha tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan di London, ia ditemani oleh beberapa pengawal karena Rafka masih ada pekerjaan sehingga tidak bisa menemaninya pergi. Rafka hanya mengatakan bahwa ia akan menjemputnya saat Agatha selesai dengan kegiatannya.
Saat ini tangan seluruh pengawalnya sudah penuh dengan barang-barang belanjaannya. Entah sudah berapa banyak uang yang ia habiskan Agatha tidak peduli. Mengingat keluarga Rafka yang begitu sukses, ia yakin kegiatan belanjanya hanyalah hal kecil bagi Rafka.
Setelah puas mengitari seluruh tempat yang ada, saat ini Agatha masuk ke dalam sebuah salon kecantikan. Agatha berencana merubah penampilan rambutnya dengan warna yang lebih gelap.
Tak terasa hari sudah semakin sore, Rafka sudah datang menjemputnya dan menyuruh para pengawalnya untuk kembali. Rafka begitu terpesona melihat penampilan baru Agatha yang tampak begitu alami.
“Warna itu sangat cocok untukmu Div,” puji Rafka membuat pipi Agatha sedikit memerah.
“Kita mau kemana?” tanya Agatha saat mobil yang dikendarai Rafka bukan menuju arah Penthousenya.
“Ke tempat yang sangat ingin aku kunjungi sama kamu Div,” sahut Rafka sambil membawa tangan Agatha dan menciumnya.
Entah mengapa jantungnya berdebar cukup kencang saat Rafka mengatakan dan melakukan hal-hal manis untuknya. Meskipun ia tahu kata-kata itu bukanlah untuk dirinya, tetapi tidak bisa dipungkiri kalau Agatha merasa bahagia berada di samping Rafka.
Rafka menghentikan mobilnya setelah dua puluh lima menit berkendara. dia langsung turun dan mengitari mobil lalu membukakan pintu dan mengulurkan tangannya untuk Agatha.
“London Eye?” Agatha tersenyum sambil melihat ke arah bianglala raksasa itu.
“Yap, aku harap kamu suka, karena terakhir kali kita ke tempat ini kamu menangis,” jawab Rafka
Agatha hanya menganggukan kepalanya berpura-pura seakan ia mengetahui apa yang Rafka bicarakan.
“Menangis ketika datang ke sini sangatlah merusak momen,” pungkas Agatha seolah sedang mengejek gadis yang berpura-pura menjadi dirinya itu.
Tanpa menunggu Rafka, Agatha berjalan lebih dulu. Gadis itu sangat menikmati suasana hatinya yang bahagia saat itu.
Setelah beberapa saat berkeliling di sekitar London Eye. Akhirnya mereka memutuskan untuk naik ke dalam kapsul bianglala raksasa itu saat langit sudah mulai gelap dan lampu London Eye itu menyala dengan terangnya.
“Kamu terlihat begitu cantik, apalagi saat di bawah cahaya,” gumam Rafka dengan suara yang cukup kecil, namun masih mampu didengar.
Rafka menggenggam tangan Agatha untuk masuk ke dalam saat pintu kapsul penumpang terbuka, memperlihatkan ruang yang cukup luas, yang dapat memuat sekitar dua puluh orang di dalamnya.
Pantulan wajah cantik Agatha terlihat jelas di kaca. Agatha tampak begitu menikmati panorama Kota London yang luar biasa indah. Dari ketinggian mereka dapat memandang bangunan-bangunan tua terkenal di London seperti Big Ben dan juga House of Parliament dengan sangat jelas. Selain itu terlihat cukup jelas hamparan Sungai Thames yang terbentang luas.
Semuanya tampak begitu kecil dari atas, saat London Eye berada di puncak dan bergerak semakin tinggi. Bangunan-bangunan itu lebih terlihat seperti miniatur Kota yang dipenuhi cahaya putih di sekitarnya.
Detak jantung Agatha berdebar lebih kencang, pipinya mulai memanas, saat merasakan tangan Rafka yang menahan tengkuknya lalu mendekatkan tubuhnya ke arah gadis itu. Rafka memisahkan jarak di antara mereka dengan merengkuh pinggang Agatha agar semakin mendekat. Tak lama, Agatha dapat merasakan sentuhan bibir Rafka mulai menyesap bibirnya dengan lembut. Agatha mulai memejamkan kedua matanya, tubuhnya bergeming tidak menolak sentuhan bibirnya. Namun, tidak pula membalasnya.
Agatha membuka kedua matanya perlahan, ketika tidak lagi merasakan sentuhan bibir Rafka di bibirnya. Ia melihat Rafka mulai menjauhkan wajahnya “Ma-af seharusnya a-ku tidak melakukannya Div,” gumam Rafka dengan suara pelan, tetapi tangannya masih menangkup wajah Agatha. Untuk sesaat Agatha masih terdiam.
Sekarang giliran gadis itu yang mendekatkan wajahnya ke arah Rafka, secara perlahan gadis itu mulai mengecup lembut bibir Rafka yang terasa begitu manis di bibirnya. Agatha seperti telah kehilangan akal sehatnya, dengan langsung melumat bibir Rafka dan menciumnya semakin dalam. Meskipun ini bukan ciuman pertamanya, atau mungkin lebih tepatnya Rafka adalah pria kesekian kali yang pernah melakukan ini dengannya. Namun, Agatha merasakan pria di hadapannya ini berbeda dengan pria lain yang pernah ia temui.
Mereka menghentikan kegiatannya, ketika merasakan nafas yang terasa menipis. Mereka melepaskan ciuman sejenak, untuk menarik oksigen. Lalu kembali melanjutkannya lagi sampai terengah-engah. Agatha mulai merasa bibir Rafka akan menjadi candu baginya. Rafka mengurungkan niatnya saat ingin mendekatkan lagi bibirnya dengan Agatha, karena tiba-tiba saja perut mereka berbunyi secara bersamaan, membuat mereka saling menatap lalu beberapa detik kemudian saling tertawa.
Keesokan harinya, Agatha dan Rafka suda berada di pesawat untuk kembali pulang ke Indonesia. Selama di penerbangan, Agatha lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur. Perjalanan panjang sangat membuatnya bosan dan mengantuk. Apalagi yang Rafka lakukan hanyalah bekerja dan membaca dokumen-dokumen penting yang telah dikirimkan seseorang bernama David sebelumnya. Agatha hanya bangun sesekali untuk menikmati beberapa makanan dan camilan yang disediakan oleh maskapai penerbangan ini. Namun yang gadis itu inginkan saat ini adalah menyesap segelas anggur merah. Sudah beberapa hari ini ia tidak merasakannya karena Rafka yang melarangnya. Dan sekarang Rafka selalu menolak pramugari yang menawarinya minuman yang cukup memabukkan itu. Alhasil Agatha menjadi kesal dan membuang pandangannya. “Ada apa?” tanya Rafka dengan lembut setelah menyadari perubahan mood Agatha. “Mau minum,” rengek Agatha seperti anak kecil. “Minum apa?” tanya Rafka lagi. “Mau itu.” Agatha menunjuk segelas wine y
Rafka terkesiap saat seorang wanita tiba-tiba memeluknya. “Aku kangen banget sama kamu Raf,” ucap Kiara kepada Rafka.Tak lama, Rafka melihat sekilas ke arah Agatha yang sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat ia melepaskan pelukan Kiara dan membawanya masuk ke dalam mobil. “Ada apa sih Raf, sikap kamu aneh banget,” kesal Kiara.“Nggak ada apa-apa semua baik-baik saja,” balas Rafka sambil menyuruh pak Beni, supirnya untuk segera pergi dari bandara. “Kamu yakin? kamu kelihatan kayak menghindari seseorang.”“Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku Raf,” lanjut Kiara sambil menggenggam tangan Rafka. “Itu cuma perasaan kamu aja Ra,” jawab Rafka.“Selama beberapa hari ini aku nggak bisa hubungi kamu, aku khawatir Raf. David bilang kamu ada urusan mendadak ke London,” celoteh Kiara lalu menyandarkan kepalanya di bahu Rafka. “Kamu nggak perlu khawatir,” ujar Rafka dengan singkat.“Aku sayang kamu Raf.” Kiara semakin menguatkan genggaman tangannya seolah tidak ingin melepaskan
Keesokan harinya, Agatha bangun tidur saat seluruh cahaya matahari memasuki kamar tidurnya. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan kemarin, Agatha memilih untuk merendam dirinya di bathtub berisi air hangat yang telah ia siapkan. Selesai mandi dan berganti pakaian, Agatha melangkahkan kakinya keluar kamar menuju dapur, perutnya sudah begitu lapar karena sejak semalam ia tidak makan dan langsung istirahat. Agatha membuka semua lemari dan isi kulkas yang telah terisi penuh dengan beberapa bahan masakan, makanan ringan, dan buah-buahan. Agatha menghela nafas lalu mengambil satu buah apel dan mencucinya. Ia melangkah menuju meja makan dan melihat beberapa makanan yang tersaji, tetapi sudah dingin. Sepertinya ada seseorang menyiapkan makanan itu untuknya. Agatha mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mencari keberadaan seseorang di dalam apartemen itu. Tak lama, terdengar suara khas pintu apartemen yang dibuka. Agatha sudah bersiap menunggu orang tersebut sambil memegang sapu yan
Rafka datang ke apartemennya untuk menemui Agatha, tetapi gadis itu sudah tertidur di kamarnya. Rafka tetap melangkah masuk ke dalam kamar untuk sekadar melihat wajah gadis itu. Selama tiga hari ini ia belum mengunjungi maupun menghubungi Agatha karena masalahnya dengan papanya. Rafka hanya tidak ingin emosinya akan mengganggu hubungannya yang sudah semakin membaik.Rafka meletakkan tangannya dan memeta wajah Agatha yang terlihat cukup mungil untuknya. Sesekali ia membenarkan anak rambut yang terjatuh di wajahnya. Tidak ingin mengusik Agatha, Rafka mencium kening gadis itu lalu beranjak dari tempatnya.Baru selangkah, ia merasa pergelangan tangannya ditahan. “Jangan kemana-mana,” ucap Agatha dengan suara serak khas bangun tidur.Rafka tersenyum lalu kembali duduk di samping ranjang. “Ma
Sambil menunggu Rafka keluar dari kamar, Agatha berinisiatif untuk memasak sesuatu. Ia berencana membuat sesuatu yang simpel. Agatha membuka kulkas dan lemari lalu mengambil beberapa bahan makanan. “Mau buat apa?” tanya Rafka yang membuat Agatha terkejut.“Astaga Rafka, bisa nggak sih nggak bikin aku kaget,” ucap Agatha dengan cemberut.“Maaf, maaf, habisnya kamu fokus banget. Mau masak apa sih?” tanya Rafka lagi.“Jujur … sebenarnya aku juga nggak tahu mau buat apa,” jawab Agatha dengan memasang wajah polos tak berdosa dengan bahan makanan yang masih ada di tangannya. “Aku kangen banget sama omelette buatan kamu deh,” sahut Rafka yang berhasil membuat Agtha terdiam. Gadis itu tampak berpikir sejenak. “ Aduh mampus! gimana kalau rasa omelettenya beda. Masak mie instan aja nggak yakin. Rafka pasti langsung sadar kalau rasanya beda. Masa iya diusir cuma gara-gara omelette,” teriak Agatha dalam hatinya.“Aku nggak serius kok, udah sini aku aja yang masak.” Agatha bernafas lega, tetapi
Keesokan harinya, Agatha masih tertidur pulas di kamarnya. Sementara Rafka sudah bangun lebih awal untuk berangkat ke kantor. Melihat Agatha yang masih tidur membuat Rafka tidak tega untuk membangunkannya. Akhirnya, Rafka hanya meninggalkan note saja di kamar Agatha. Beberapa jam kemudian, Agatha terbangun dan melihat note yang Rafka tinggalkan untuknya. “Hai, selamat pagi. Maaf ya aku nggak banguni kamu. Aku berangkat ke kantor lebih pagi hari ini. Oh ya, malam ini aku akan pulang terlambat, jadi kamu nggak perlu tunggu aku.”Agatha menghembuskan nafasnya panjang ketika membaca tulisan itu. Saat ini ia merasa seperti burung yang tengah terperangkap dalam sangkar emas. Agatha sangat tidak menyukai terkurung di sebuah tempat, ia sangat menyukai kebebasan. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya. Hari ini akan ada orang yang telah Rafka bayar untuk membersihkan apartemen. Agatha akan menggunakan kesempatan itu untuk bisa keluar.Agatha mulai mempersiapkan dirinya untuk bertukar
Rafka mengemudi dengan begitu cepat, tak lama mereka sampai di apartemen. Rafka kembali menggendong Agatha dan menaruh tubuhnya dengan lembut ke atas tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Saat ingin berbalik, Agatha menarik kerah Rafka dan langsung mencium bibirnya. Semakin lama ciuman itu semakin menuntut. Rafka sempat kehilangan kendali, tetapi ia langsung menarik tubuhnya. Rafka tidak ingin melakukan apa pun terhadap gadis itu, apalagi saat ini ia tengah berada di bawah pengaruh alkohol.Rafka segera bangkit dan keluar kamar, tidak lupa untuk menutup pintunya.Keesokan paginya, Agatha terbangun dan merasakan kepalanya begitu pusing. Ia menatap ke sekitar, matanya terbuka lebar saat menyadari apa yang telah terjadi malam tadi. Ia mengingat bahwa dia berada di hotel bersama pria asing. Agatha memukul kepalanya karena ia tidak ingat apa
Agatha dan Rafka kembali menuju meja bar, mereka kembali dengan canggung. Rafka yang menyadari itu langsung memanggil bartender.“Saya pesan beberapa gelas tequila, tolong!” seru Rafka.“Kamu serius?” tanya Agatha.“Kenapa tidak?” balas Rafka.Rafka mengedipkan matanya pada Agatha saat gelas dihidangkan. Agatha mengangguk senang ketika bartender terus mengisi gelas miliknya. Gadis itu merasakan otaknya berkabut.“Oh my God! ini adalah malam yang sangat-sangat tidak pernah aku bayangkan, terima kasih Rafka,” ujar Agatha sambil tersenyum dengan wajah yang tampak memerah begitupun dengan Rafka.Agatha dan Rafka sudah sangat mabuk saat i