Keesokan harinya, Agatha dan Rafka suda berada di pesawat untuk kembali pulang ke Indonesia. Selama di penerbangan, Agatha lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur. Perjalanan panjang sangat membuatnya bosan dan mengantuk. Apalagi yang Rafka lakukan hanyalah bekerja dan membaca dokumen-dokumen penting yang telah dikirimkan seseorang bernama David sebelumnya.
Agatha hanya bangun sesekali untuk menikmati beberapa makanan dan camilan yang disediakan oleh maskapai penerbangan ini. Namun yang gadis itu inginkan saat ini adalah menyesap segelas anggur merah. Sudah beberapa hari ini ia tidak merasakannya karena Rafka yang melarangnya. Dan sekarang Rafka selalu menolak pramugari yang menawarinya minuman yang cukup memabukkan itu. Alhasil Agatha menjadi kesal dan membuang pandangannya.
“Ada apa?” tanya Rafka dengan lembut setelah menyadari perubahan mood Agatha.
“Mau minum,” rengek Agatha seperti anak kecil.
“Minum apa?” tanya Rafka lagi.
“Mau itu.” Agatha menunjuk segelas wine yang terletak di seberang mereka.
“Aku kira kamu nggak suka,” ujar Rafka sambil tak henti menatap gadis itu.
Ditatap seperti itu cukup membuat Agatha gugup. “Ya … mungkin dulu nggak suka. Tapi, sekarang suka banget,” balas Agatha dengan raut wajah memelas.
Rafka tampak berpikir sejenak. “Okay, tapi satu gelas aja ya.”
Agatha refleks memeluk dan mencium pipi Rafka sekilas. “Thank you.”
Sementara Rafka tersenyum melihat perubahan sikap gadis yang ia kira adalah Adiva karena gadis di sampingnya ini menjadi ekspresif dan ceria.
“Kamu jangan kerja terus dong, bosan tahu lihatnya,” ujar Agatha sambil mencari-cari film yang bagus untuk ditonton.
Rafka segera menuruti Agatha dan membereskan pekerjaannya. “Okay, sekarang mau apa?” tanya Rafka membuat jantung Agatha tiba-tiba berdetak lebih kencang.
“Nggak jadi, sekarang aku ngantuk. Mau tidur aja,” kata Agatha sembari menarik selimut untuk menutupi wajahnya.
***
Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka tiba di Bandara Soekarno Hatta sekitar jam setengah delapan malam. Rafka hanya sibuk dengan ponselnya setelah turun dari pesawat. Sementara Agatha mengedarkan pandangannya ke sekeliling bandara, sudah beberapa tahun sejak Darren mengajaknya pindah ke Amerika, Agatha belum pernah kembali lagi ke Indonesia sejak itu.
“Nanti David akan jemput kamu karena aku harus kembali dulu ke rumah Papa,” ujar Rafka setelah mematikan sambungan teleponnya.
“Kenapa nggak bareng aja?” tanya Agatha dengan polosnya. Sementara Rafka hanya menundukkan kepalanya sambil memegang tangan Agatha.
“Aku mau, Div. Tapi, untuk saat ini aku belum bisa. Nggak boleh ada yang tahu kamu kembali dan ada di sini,” jelas Rafka.
“Sebenarnya apa yang dialami gadis itu sampai Rafka bersikap seperti ini.”
“Okay, aku ngerti,” balas Agatha kemudian mereka saling memandang dan berpelukan.
Tak lama, Rafka melepas pelukannya saat melihat David datang dan berjalan ke arahnya dan Agatha. “Maaf, sedikit terlambat Bos. Seperti biasa, jalanan cukup macet.”
Rafka menepuk pundak David. “It’s okay Vid. Tolong jaga dia ya,” bisik Rafka kepada David.
“Siap Bos,” balasnya singkat.
“Hai, sudah lama nggak ketemu,” sapa Agatha pura-pura mengakrabkan dirinya pada David. Ia merasa kalau David dapat membantunya dan dapat menjadi sumber informasi atas rasa penasarannya pada gadis bernama Adiva.
David terdiam sejenak, merasa aneh dengan sikap Agatha karena tidak biasanya Adiva menyapanya dan berbicara kepadanya lebih dulu. “Mari saya antar,” pungkas David.
“Kamu jaga diri baik-baik ya. Untuk sementara David akan mengawasimu, nanti aku akan menemui kamu kalau urusanku sudah selesai,” kata Rafka sembari mengecup singkat puncak kepala Agatha yang dibalas dengan anggukan oleh Agatha.
“Kamu tenang aja, aku bisa jaga diri baik-baik,” ujar Agatha sebelum melangkah pergi mengikuti David menuju ke mobilnya.
Agatha mengurungkan niatnya masuk ke dalam mobil, saat ia melihat dari kejauhan seorang wanita seusianya yang berlari ke arah Rafka dan langsung memeluknya.
“Siapa gadis itu?” tanya Agatha kepada David yang tak menjawab dan hanya berdiri di sampingnya.
“Ayo masuk!” ujar David kepada Agatha.
“Saya nggak akan masuk, kalau kamu belum menjawab pertanyaan saya,” kesal Agatha akan sikap David yang begitu kaku.
“Itu bukan hak saya untuk menjelaskan,” balasnya dengan tanpa ekspresi.
Saat David lengah, Agatha mencoba berlari ke arah mereka. Namun, sayangnya Agatha jatuh ketika menabrak seseorang, saat ia bangun Rafka dan gadis yang bersamanya sudah menghilang. Dengan perasaan kesal dan penasaran Agatha kembali dan langsung masuk ke dalam mobil.
Selama perjalanan, Agatha berusaha untuk mendapatkan informasi mengenai kehidupan Adiva, tetapi David hanya berbicara seperlunya saja membuat Agatha lelah dan kesal.
Satu jam kemudian, mereka tiba di sebuah apartemen mewah yang ada di Jakarta. David membangungkan Agatha yang tertidur. “Kita sudah sampai.” ujar David sambil menggerakan pundak Agatha.
Agatha membuka matanya perlahan, tanpa banyak bicara David berjalan lebih dulu. Agatha yang masih mengantuk terpaksa mengikuti David dengan malas.
Setelah menaiki lift mereka sampai di sebuah kamar apartemen. “Anda akan tinggal disini, semua kebutuhan anda juga sudah disiapkan. Jika anda butuh sesuatu anda bisa ….”
Agatha langsung menutup mulut David, setelah untuk pertama kalinya David mengeluarkan perkataan panjang, tetapi tidak ingin Agatha dengar.
“Ya baiklah, saya sudah tahu. Kamu boleh pergi, saya lelah sekarang dan ingin istirahat!” seru Agatha yang langsung merebahkan dirinya di atas sofa.
“Malam ini Bos belum bisa datang, masih ada urusan yang harus diselesaikan,” ujar David sebelum meninggalkan Agatha di kamar apartemennya.
Rafka terkesiap saat seorang wanita tiba-tiba memeluknya. “Aku kangen banget sama kamu Raf,” ucap Kiara kepada Rafka.Tak lama, Rafka melihat sekilas ke arah Agatha yang sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat ia melepaskan pelukan Kiara dan membawanya masuk ke dalam mobil. “Ada apa sih Raf, sikap kamu aneh banget,” kesal Kiara.“Nggak ada apa-apa semua baik-baik saja,” balas Rafka sambil menyuruh pak Beni, supirnya untuk segera pergi dari bandara. “Kamu yakin? kamu kelihatan kayak menghindari seseorang.”“Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku Raf,” lanjut Kiara sambil menggenggam tangan Rafka. “Itu cuma perasaan kamu aja Ra,” jawab Rafka.“Selama beberapa hari ini aku nggak bisa hubungi kamu, aku khawatir Raf. David bilang kamu ada urusan mendadak ke London,” celoteh Kiara lalu menyandarkan kepalanya di bahu Rafka. “Kamu nggak perlu khawatir,” ujar Rafka dengan singkat.“Aku sayang kamu Raf.” Kiara semakin menguatkan genggaman tangannya seolah tidak ingin melepaskan
Keesokan harinya, Agatha bangun tidur saat seluruh cahaya matahari memasuki kamar tidurnya. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan kemarin, Agatha memilih untuk merendam dirinya di bathtub berisi air hangat yang telah ia siapkan. Selesai mandi dan berganti pakaian, Agatha melangkahkan kakinya keluar kamar menuju dapur, perutnya sudah begitu lapar karena sejak semalam ia tidak makan dan langsung istirahat. Agatha membuka semua lemari dan isi kulkas yang telah terisi penuh dengan beberapa bahan masakan, makanan ringan, dan buah-buahan. Agatha menghela nafas lalu mengambil satu buah apel dan mencucinya. Ia melangkah menuju meja makan dan melihat beberapa makanan yang tersaji, tetapi sudah dingin. Sepertinya ada seseorang menyiapkan makanan itu untuknya. Agatha mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mencari keberadaan seseorang di dalam apartemen itu. Tak lama, terdengar suara khas pintu apartemen yang dibuka. Agatha sudah bersiap menunggu orang tersebut sambil memegang sapu yan
Rafka datang ke apartemennya untuk menemui Agatha, tetapi gadis itu sudah tertidur di kamarnya. Rafka tetap melangkah masuk ke dalam kamar untuk sekadar melihat wajah gadis itu. Selama tiga hari ini ia belum mengunjungi maupun menghubungi Agatha karena masalahnya dengan papanya. Rafka hanya tidak ingin emosinya akan mengganggu hubungannya yang sudah semakin membaik.Rafka meletakkan tangannya dan memeta wajah Agatha yang terlihat cukup mungil untuknya. Sesekali ia membenarkan anak rambut yang terjatuh di wajahnya. Tidak ingin mengusik Agatha, Rafka mencium kening gadis itu lalu beranjak dari tempatnya.Baru selangkah, ia merasa pergelangan tangannya ditahan. “Jangan kemana-mana,” ucap Agatha dengan suara serak khas bangun tidur.Rafka tersenyum lalu kembali duduk di samping ranjang. “Ma
Sambil menunggu Rafka keluar dari kamar, Agatha berinisiatif untuk memasak sesuatu. Ia berencana membuat sesuatu yang simpel. Agatha membuka kulkas dan lemari lalu mengambil beberapa bahan makanan. “Mau buat apa?” tanya Rafka yang membuat Agatha terkejut.“Astaga Rafka, bisa nggak sih nggak bikin aku kaget,” ucap Agatha dengan cemberut.“Maaf, maaf, habisnya kamu fokus banget. Mau masak apa sih?” tanya Rafka lagi.“Jujur … sebenarnya aku juga nggak tahu mau buat apa,” jawab Agatha dengan memasang wajah polos tak berdosa dengan bahan makanan yang masih ada di tangannya. “Aku kangen banget sama omelette buatan kamu deh,” sahut Rafka yang berhasil membuat Agtha terdiam. Gadis itu tampak berpikir sejenak. “ Aduh mampus! gimana kalau rasa omelettenya beda. Masak mie instan aja nggak yakin. Rafka pasti langsung sadar kalau rasanya beda. Masa iya diusir cuma gara-gara omelette,” teriak Agatha dalam hatinya.“Aku nggak serius kok, udah sini aku aja yang masak.” Agatha bernafas lega, tetapi
Keesokan harinya, Agatha masih tertidur pulas di kamarnya. Sementara Rafka sudah bangun lebih awal untuk berangkat ke kantor. Melihat Agatha yang masih tidur membuat Rafka tidak tega untuk membangunkannya. Akhirnya, Rafka hanya meninggalkan note saja di kamar Agatha. Beberapa jam kemudian, Agatha terbangun dan melihat note yang Rafka tinggalkan untuknya. “Hai, selamat pagi. Maaf ya aku nggak banguni kamu. Aku berangkat ke kantor lebih pagi hari ini. Oh ya, malam ini aku akan pulang terlambat, jadi kamu nggak perlu tunggu aku.”Agatha menghembuskan nafasnya panjang ketika membaca tulisan itu. Saat ini ia merasa seperti burung yang tengah terperangkap dalam sangkar emas. Agatha sangat tidak menyukai terkurung di sebuah tempat, ia sangat menyukai kebebasan. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya. Hari ini akan ada orang yang telah Rafka bayar untuk membersihkan apartemen. Agatha akan menggunakan kesempatan itu untuk bisa keluar.Agatha mulai mempersiapkan dirinya untuk bertukar
Rafka mengemudi dengan begitu cepat, tak lama mereka sampai di apartemen. Rafka kembali menggendong Agatha dan menaruh tubuhnya dengan lembut ke atas tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Saat ingin berbalik, Agatha menarik kerah Rafka dan langsung mencium bibirnya. Semakin lama ciuman itu semakin menuntut. Rafka sempat kehilangan kendali, tetapi ia langsung menarik tubuhnya. Rafka tidak ingin melakukan apa pun terhadap gadis itu, apalagi saat ini ia tengah berada di bawah pengaruh alkohol.Rafka segera bangkit dan keluar kamar, tidak lupa untuk menutup pintunya.Keesokan paginya, Agatha terbangun dan merasakan kepalanya begitu pusing. Ia menatap ke sekitar, matanya terbuka lebar saat menyadari apa yang telah terjadi malam tadi. Ia mengingat bahwa dia berada di hotel bersama pria asing. Agatha memukul kepalanya karena ia tidak ingat apa
Agatha dan Rafka kembali menuju meja bar, mereka kembali dengan canggung. Rafka yang menyadari itu langsung memanggil bartender.“Saya pesan beberapa gelas tequila, tolong!” seru Rafka.“Kamu serius?” tanya Agatha.“Kenapa tidak?” balas Rafka.Rafka mengedipkan matanya pada Agatha saat gelas dihidangkan. Agatha mengangguk senang ketika bartender terus mengisi gelas miliknya. Gadis itu merasakan otaknya berkabut.“Oh my God! ini adalah malam yang sangat-sangat tidak pernah aku bayangkan, terima kasih Rafka,” ujar Agatha sambil tersenyum dengan wajah yang tampak memerah begitupun dengan Rafka.Agatha dan Rafka sudah sangat mabuk saat i
Sudah hampir tiga bulan setelah malam di mana Agatha menyerahkan diri sepenuhnya kepada Rafka. Namun, sejak itu Rafka belum menemui atau menghubunginya. Agatha langsung melihat ponsel setiap kali berdring, berharap itu Rafka, tetapi sayangnya yang selalu menghubungi dirinya adalah David. Ia sangat setia pada Rafka untuk memantau dan mengawasinya. Saat ini, Agatha berada di kamarnya, baru saja bangun tidur dan langsung menatap ponselnya.“Bagaimana bisa dia nggak menghubungi sama sekali,” gumam Agatha dengan kesal.Ponselnya menampilkan dua belas panggilan terakhir lain ke nomornya dalam seminggu terakhir.Agatha mulai mondar-mandir di kamarnya dan menelpon David, asisten Rafka.“Halo, David,” ujar Agatha saat panggilannya sudah terhubung.“ Ya, ada yang bisa saya lakukan?” tanya David dengan formal dan kaku seperti biasanya.“David, saya benar-benar ingin berbicara dengan Rafka, di mana dia sekarang?” tanya Agatha dengan nada kesal.“Saat ini bos sedang ada perjalanan bisnis. Dia aka