Rafka terkesiap saat seorang wanita tiba-tiba memeluknya. “Aku kangen banget sama kamu Raf,” ucap Kiara kepada Rafka.
Tak lama, Rafka melihat sekilas ke arah Agatha yang sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat ia melepaskan pelukan Kiara dan membawanya masuk ke dalam mobil.
“Ada apa sih Raf, sikap kamu aneh banget,” kesal Kiara.
“Nggak ada apa-apa semua baik-baik saja,” balas Rafka sambil menyuruh pak Beni, supirnya untuk segera pergi dari bandara.
“Kamu yakin? kamu kelihatan kayak menghindari seseorang.”
“Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku Raf,” lanjut Kiara sambil menggenggam tangan Rafka.
“Itu cuma perasaan kamu aja Ra,” jawab Rafka.
“Selama beberapa hari ini aku nggak bisa hubungi kamu, aku khawatir Raf. David bilang kamu ada urusan mendadak ke London,” celoteh Kiara lalu menyandarkan kepalanya di bahu Rafka.
“Kamu nggak perlu khawatir,” ujar Rafka dengan singkat.
“Aku sayang kamu Raf.” Kiara semakin menguatkan genggaman tangannya seolah tidak ingin melepaskan Rafka, sementara pria itu hanya terdiam dan tidak menjawabnya.
“Aku mau istirahat sebentar,” pungkas Rafka sambil memejamkan matanya membuat Kiara sedikit kesal karena Rafka tidak membalas perkataannya. Namun, di sisi lain ia memahami kesibukan Rafka yang membuat pria itu lelah.
Satu jam kemudian, mereka tiba di rumah mewah milik keluarga Bagaskara. Kiara langsung membangunkan Rafka yang tertidur.
“Raf, ayo bangun! kita sudah sampai,” ucap Kiara sambil menepuk pelan pipi Rafka.
Beberapa saat kemudian, Rafka membuka matanya dan langsung keluar dari mobil diikuti Kiara di belakangnya.
Ketika mereka masuk, Karina tampak menyambut dan sudah berdiri di ambang pintu kemudian memeluk Kiara dan Rafka bergantian.
“Papamu sudah menunggu untuk makan malam,” ujar Karina kepada keduanya.
“Rafka mau mandi dulu Ma, nanti akan menyusul.” Tanpa menunggu balasan Karina, Rafka langsung pergi menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
Perlahan Rafka membuka pintu kamarnya yang sudah lama tidak ia tempati itu. Sudah sekitar dua tahun Rafka pindah ke apartemennya sendiri. Awalnya Karina tidak menyetujui keinginan Rafka untuk pindah. Namun, Rafka begitu bersikeras sehingga membuat Karina pasrah akan keputusan putranya itu.
Rafka merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang begitu rapi. Tak lama, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu mencoba menghubungi seseorang.
“Halo Bos,” ujar David dari seberang telepon.
“Bagaimana Adiva? Apakah kalian sudah sampai?” tanya Rafka.
“Sudah Bos, pesan dari Bos juga sudah saya sampaikan. Sekarang Adiva sedang beristirahat,” jawab David.
“Apakah Bos ingin berbicara dengan dia? atau masih ada yang harus saya sampaikan?” tanya David kemudian.
“Tidak perlu, terima kasih David,” ucap Rafka sebelum mematikan sambungan teleponnya.
Selama beberapa saat, David terdiam kemudian memutuskan untuk menyegarkan tubuhnya.
“Akhirnya kamu turun juga, sini Sayang, Mama sudah buatkan udang saus tiram kesukaan kamu,” ujar Karina dengan semangat saat melihat putranya berjalan ke arah meja makan.
Rafka langsung duduk di seberang Ravindra. “Papa dengar kamu pergi ke London karena urusan mendesak. Urusan apa yang kamu lakukan?” tanya Ravindra dengan pandangan yang cukup tajam.
“Rafka rasa, nggak semua urusan harus Rafka laporkan ke Papa,” jawab Rafka dengan tegas.
“Kamu mau tambah apa lagi Raf?” tanya Karina mencoba mengalihkan situasi yang tampak tegang di antara Rafka dan suaminya.
“Jelas, kamu harus. Papa tidak ingin kamu sampai membuat kesalahan yang akan merugikan nama baik keluarga,” balas Ravindra dengan penekanan di tiga kata terakhirnya.
“Ini hidup Rafka Pa, Rafka berhak untuk memutuskan jalan hidup Rafka sendiri. Papa nggak perlu khawatir karena Rafka nggak akan melakukan kesalahan ataupun mengulangi kesalahan yang pernah Papa buat. Rafka akan menjaga orang yang Rafka cintai Pa,” Tegas Rafka sambil menyuap makanan yang ada di piringnya, sementara Ravindra tampak menahan kesal dan mengepal tangannya dengan kuat.
“Keterlaluan kamu! saya mendidik kamu bukan untuk berkata kurang ajar seperti ini” bentak Ravindra.
“Sudah, cukup Mas. Aku rasa kamu yang keterlaluan, Mau kamu itu apa sih? anak nggak pulang kamu nantikan, anak sudah ada di rumah malah kamu begini,” kesal Karina sambil menahan tangisnya.
Keesokan harinya, Agatha bangun tidur saat seluruh cahaya matahari memasuki kamar tidurnya. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan kemarin, Agatha memilih untuk merendam dirinya di bathtub berisi air hangat yang telah ia siapkan. Selesai mandi dan berganti pakaian, Agatha melangkahkan kakinya keluar kamar menuju dapur, perutnya sudah begitu lapar karena sejak semalam ia tidak makan dan langsung istirahat. Agatha membuka semua lemari dan isi kulkas yang telah terisi penuh dengan beberapa bahan masakan, makanan ringan, dan buah-buahan. Agatha menghela nafas lalu mengambil satu buah apel dan mencucinya. Ia melangkah menuju meja makan dan melihat beberapa makanan yang tersaji, tetapi sudah dingin. Sepertinya ada seseorang menyiapkan makanan itu untuknya. Agatha mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mencari keberadaan seseorang di dalam apartemen itu. Tak lama, terdengar suara khas pintu apartemen yang dibuka. Agatha sudah bersiap menunggu orang tersebut sambil memegang sapu yan
Rafka datang ke apartemennya untuk menemui Agatha, tetapi gadis itu sudah tertidur di kamarnya. Rafka tetap melangkah masuk ke dalam kamar untuk sekadar melihat wajah gadis itu. Selama tiga hari ini ia belum mengunjungi maupun menghubungi Agatha karena masalahnya dengan papanya. Rafka hanya tidak ingin emosinya akan mengganggu hubungannya yang sudah semakin membaik.Rafka meletakkan tangannya dan memeta wajah Agatha yang terlihat cukup mungil untuknya. Sesekali ia membenarkan anak rambut yang terjatuh di wajahnya. Tidak ingin mengusik Agatha, Rafka mencium kening gadis itu lalu beranjak dari tempatnya.Baru selangkah, ia merasa pergelangan tangannya ditahan. “Jangan kemana-mana,” ucap Agatha dengan suara serak khas bangun tidur.Rafka tersenyum lalu kembali duduk di samping ranjang. “Ma
Sambil menunggu Rafka keluar dari kamar, Agatha berinisiatif untuk memasak sesuatu. Ia berencana membuat sesuatu yang simpel. Agatha membuka kulkas dan lemari lalu mengambil beberapa bahan makanan. “Mau buat apa?” tanya Rafka yang membuat Agatha terkejut.“Astaga Rafka, bisa nggak sih nggak bikin aku kaget,” ucap Agatha dengan cemberut.“Maaf, maaf, habisnya kamu fokus banget. Mau masak apa sih?” tanya Rafka lagi.“Jujur … sebenarnya aku juga nggak tahu mau buat apa,” jawab Agatha dengan memasang wajah polos tak berdosa dengan bahan makanan yang masih ada di tangannya. “Aku kangen banget sama omelette buatan kamu deh,” sahut Rafka yang berhasil membuat Agtha terdiam. Gadis itu tampak berpikir sejenak. “ Aduh mampus! gimana kalau rasa omelettenya beda. Masak mie instan aja nggak yakin. Rafka pasti langsung sadar kalau rasanya beda. Masa iya diusir cuma gara-gara omelette,” teriak Agatha dalam hatinya.“Aku nggak serius kok, udah sini aku aja yang masak.” Agatha bernafas lega, tetapi
Keesokan harinya, Agatha masih tertidur pulas di kamarnya. Sementara Rafka sudah bangun lebih awal untuk berangkat ke kantor. Melihat Agatha yang masih tidur membuat Rafka tidak tega untuk membangunkannya. Akhirnya, Rafka hanya meninggalkan note saja di kamar Agatha. Beberapa jam kemudian, Agatha terbangun dan melihat note yang Rafka tinggalkan untuknya. “Hai, selamat pagi. Maaf ya aku nggak banguni kamu. Aku berangkat ke kantor lebih pagi hari ini. Oh ya, malam ini aku akan pulang terlambat, jadi kamu nggak perlu tunggu aku.”Agatha menghembuskan nafasnya panjang ketika membaca tulisan itu. Saat ini ia merasa seperti burung yang tengah terperangkap dalam sangkar emas. Agatha sangat tidak menyukai terkurung di sebuah tempat, ia sangat menyukai kebebasan. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya. Hari ini akan ada orang yang telah Rafka bayar untuk membersihkan apartemen. Agatha akan menggunakan kesempatan itu untuk bisa keluar.Agatha mulai mempersiapkan dirinya untuk bertukar
Rafka mengemudi dengan begitu cepat, tak lama mereka sampai di apartemen. Rafka kembali menggendong Agatha dan menaruh tubuhnya dengan lembut ke atas tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Saat ingin berbalik, Agatha menarik kerah Rafka dan langsung mencium bibirnya. Semakin lama ciuman itu semakin menuntut. Rafka sempat kehilangan kendali, tetapi ia langsung menarik tubuhnya. Rafka tidak ingin melakukan apa pun terhadap gadis itu, apalagi saat ini ia tengah berada di bawah pengaruh alkohol.Rafka segera bangkit dan keluar kamar, tidak lupa untuk menutup pintunya.Keesokan paginya, Agatha terbangun dan merasakan kepalanya begitu pusing. Ia menatap ke sekitar, matanya terbuka lebar saat menyadari apa yang telah terjadi malam tadi. Ia mengingat bahwa dia berada di hotel bersama pria asing. Agatha memukul kepalanya karena ia tidak ingat apa
Agatha dan Rafka kembali menuju meja bar, mereka kembali dengan canggung. Rafka yang menyadari itu langsung memanggil bartender.“Saya pesan beberapa gelas tequila, tolong!” seru Rafka.“Kamu serius?” tanya Agatha.“Kenapa tidak?” balas Rafka.Rafka mengedipkan matanya pada Agatha saat gelas dihidangkan. Agatha mengangguk senang ketika bartender terus mengisi gelas miliknya. Gadis itu merasakan otaknya berkabut.“Oh my God! ini adalah malam yang sangat-sangat tidak pernah aku bayangkan, terima kasih Rafka,” ujar Agatha sambil tersenyum dengan wajah yang tampak memerah begitupun dengan Rafka.Agatha dan Rafka sudah sangat mabuk saat i
Sudah hampir tiga bulan setelah malam di mana Agatha menyerahkan diri sepenuhnya kepada Rafka. Namun, sejak itu Rafka belum menemui atau menghubunginya. Agatha langsung melihat ponsel setiap kali berdring, berharap itu Rafka, tetapi sayangnya yang selalu menghubungi dirinya adalah David. Ia sangat setia pada Rafka untuk memantau dan mengawasinya. Saat ini, Agatha berada di kamarnya, baru saja bangun tidur dan langsung menatap ponselnya.“Bagaimana bisa dia nggak menghubungi sama sekali,” gumam Agatha dengan kesal.Ponselnya menampilkan dua belas panggilan terakhir lain ke nomornya dalam seminggu terakhir.Agatha mulai mondar-mandir di kamarnya dan menelpon David, asisten Rafka.“Halo, David,” ujar Agatha saat panggilannya sudah terhubung.“ Ya, ada yang bisa saya lakukan?” tanya David dengan formal dan kaku seperti biasanya.“David, saya benar-benar ingin berbicara dengan Rafka, di mana dia sekarang?” tanya Agatha dengan nada kesal.“Saat ini bos sedang ada perjalanan bisnis. Dia aka
“Apa yang kamu lakukan di sini? apa kamu mengikuti saya?” tanya Agtaha dengan penasaran.Pria itu tersenyum lalu menjawab pertanyaan Agatha. “Sebenarnya saya … pemilik klub ini.”Agatha terdiam beberapa saat. “Ayo, biarkan saya mengantarmu pulang, ini sudah larut malam,” lanjut pria itu.Setelah menimbang beberapa saat, Agatha menyetujui tawaran pria itu. “Boleh, kalau tidak merepotkan.”Pria itu segara mengambil mobilnya dan berhenti di depan Agatha, ia turun dan membukakan pintu untuk gadis itu.Suasana di mobil cukup hening sampai terdengar suara perut keroncongan yang cukup keras dari perut Agatha.Gadis itu menengge