Share

Syal

Author: Soju Kimchizz
last update Huling Na-update: 2025-07-26 17:28:49

Hari terakhir syuting untuk para figuran selalu menghadirkan perasaan campur aduk—antara lega dan enggan untuk mengucapkan selamat tinggal. Bagi Hana, ini bukan hanya akhir dari pekerjaan singkatnya sebagai figuran, tapi juga akhir dari kebersamaan singkatnya dengan dunia yang sempat membuat hatinya berdebar—terutama karena satu nama: Han Jiwon.

Pagi itu, Hana bangun lebih awal dari biasanya. Ia melipat semua pakaiannya dengan rapi, menyusun perlengkapan make-up dan alat tulisnya ke dalam koper. Ketika membuka laci terakhir, matanya terhenti pada syal abu-abu yang semalam melingkar hangat di lehernya—hadiah dari Jiwon.

Ia memandangi syal itu cukup lama, seolah sedang berdialog dalam hati. Ada perasaan ragu, malu, sekaligus hangat yang tak bisa diabaikan. Namun akhirnya, dengan senyum kecil, Hana memutuskan untuk memakainya. Ia melilitkannya perlahan di lehernya, merapikan ujungnya, lalu melihat pantulan dirinya di cermin. Tak banyak, tapi syal itu memberi semacam keberanian baru.

Di luar, seluruh figuran sudah berkumpul di lapangan terbuka. Suasana hangat terasa, meski cuaca pagi masih dingin. Tawa dan pelukan perpisahan memenuhi udara. Para kru dan staf saling berterima kasih, sementara beberapa artis utama juga menyapa satu per satu.

Hana berdiri di antara kerumunan, menatap suasana itu dengan senyum tipis. Saat itulah dari kejauhan, suara langkah cepat terdengar—Jiwon, yang baru saja menyelesaikan adegan, berlari melintasi kerumunan.

Matanya langsung mencari satu wajah... dan menemukannya.

Mata mereka bertemu.

Sesaat waktu terasa melambat. Jiwon menatap lekat syal abu-abu yang melingkar di leher Hana, lalu kembali menatap wajah gadis itu. Senyumnya mengembang, tulus dan lega.

Hana, yang menyadari arah pandangnya, mengangguk pelan. Bibirnya membentuk dua kata tanpa suara:

"Terima kasih."

Jiwon membalasnya dengan senyum kecil, tapi matanya berbicara lebih banyak. Seolah ingin mengatakan bahwa syal itu bukan hanya hadiah... tapi janji untuk sesuatu yang belum selesai.

Dan saat keramaian mulai bubar, dan semua orang mulai kembali ke kehidupan masing-masing—yang tertinggal di udara adalah sepasang mata yang masih saling mencari, dan hati yang mulai merindu bahkan sebelum perpisahan benar-benar dimulai.

Setelah bus yang membawa para figuran menghilang dari pandangan, menyisakan debu dan jejak kenangan singkat, Jiwon kembali ke lokasi syuting. Tapi langkahnya terasa lebih berat, seolah ada yang tertinggal bersama bus itu—dan bukan hanya sekadar figuran biasa.

Syuting kembali berjalan seperti biasa, tapi Jiwon tidak seperti biasanya. Dialognya terdengar datar. Senyumnya tak benar-benar sampai ke mata. Bahkan kamera menangkap sorot matanya yang lebih kosong dari biasanya. Beberapa kru mulai saling melirik, menyadari ada yang berbeda dari aktor utama mereka hari ini.

Yoon Chan yang memperhatikannya sejak tadi akhirnya melempar naskah ke kursi dengan kesal.

"Jiwon!" panggilnya tegas. "Kendalikan dirimu. Baru saja Hana pergi, kamu sudah kembali jadi pria cuek yang bikin semua orang tegang."

Jiwon tak langsung menjawab. Ia hanya duduk di kursi make-up trailer, menatap pantulan dirinya di cermin. Syal yang dikenakan Hana tadi pagi masih terbayang jelas di benaknya, lengkap dengan senyum tulus yang membuat dadanya sesak.

"Aku nggak ngerti perasaanku sendiri, hyung," gumam Jiwon akhirnya, suaranya pelan, nyaris seperti anak kecil yang bingung.

Yoon Chan menghela napas panjang, lalu duduk di sampingnya. "Dengar, aku nggak peduli kamu tertarik pada Hana sebagai wanita, teman, atau bahkan inspirasi aneh untuk aktingmu. Tapi aku tahu satu hal—kalau kamu terus larut seperti ini, kamu akan kehilangan lebih dari sekadar fokus syuting."

Jiwon mengangguk pelan, tapi tak menjawab.

Yoon Chan menepuk pundaknya. "Aku akan dukung apa pun keputusanmu soal Hana. Tapi tolong... jangan biarkan ini mengacaukan dirimu sendiri. Ingat siapa kamu sebelum dia datang. Dan jika dia benar-benar penting untukmu, lakukan sesuatu. Bukan cuma diam dan meratapi perpisahan singkat."

Untuk sesaat, ruangan itu hanya diisi sunyi. Lalu Jiwon tersenyum tipis, kali ini lebih tulus. Mungkin ia belum tahu pasti bagaimana melangkah, tapi satu hal jelas—Hana bukan hanya figuran dalam hidupnya.

———

Sementara itu, di sudut kota Seoul yang mulai diselimuti senja, Hana menuruni bus kota dengan langkah ringan. Meski tubuhnya lelah karena perjalanan panjang, ada binar lembut di matanya yang sulit disembunyikan. Ia menggenggam syal yang melingkar di lehernya—masih hangat, seolah jejak seseorang yang memberikannya belum benar-benar hilang.

Hana langsung menuju coffee shop kecil milik Jungwon, tempat ia biasa bekerja paruh waktu. Begitu pintu bergemerincing terbuka, aroma kopi dan suara musik akustik menyambutnya.

"Wow... artis-ku datang juga akhirnya," seru Jungwon dari balik mesin espresso sambil menyipitkan mata.

Hana tertawa kecil dan melepaskan jaketnya. "Artis darimana? Aku cuma figuran."

Jungwon mengedarkan pandangannya, lalu menunjuk syal di leher Hana. "Baru jadi figuran udah bisa beli syal Gucci ya? Gila kamu, Han."

"Apaan sih," bisik Hana sambil mendekat. "Ini bukan aku yang beli... Ini dari Jiwon."

"Jiwon?" Jungwon mengangkat alis, menaruh gelas kopi yang sedang ia tuang. "Jiwon... si Han Jiwon? Aktor drama yang itu?"

Hana mengangguk pelan, sambil melepas syalnya dan menggantungnya hati-hati di hanger belakang meja kasir.

"Dia kasih ini waktu ulang tahunku. Katanya sih dia nemu di mobilnya. Cuma hadiah kecil, katanya," jelas Hana, mencoba terdengar santai meski pipinya memerah.

Jungwon menatap sahabatnya lama, lalu menghela napas.

"Han... kamu harus hati-hati. Jiwon itu bukan aktor kaleng-kaleng. Segala gerak-geriknya disorot. Kamu tahu sendiri dunia mereka beda."

Hana tersenyum kecut sambil mengenakan apron cokelat tuanya. "Aku tahu. Makanya aku nggak mikir aneh-aneh, Won. Aku sadar diri. Dia aktor besar, aku cuma gadis desa yang baru belajar cari peran di dunia hiburan."

"Tapi kamu tetap manusia, Han. Dan manusia bisa jatuh hati bahkan cuma karena satu tatapan," ucap Jungwon, lebih pelan.

Hana terdiam sejenak. Matanya menatap keluar jendela yang mulai dihiasi embun.

"Aku nggak tahu ini perasaan apa, Won... Tapi aku janji, aku nggak akan gegabah. Aku cuma... senang aja. Ada seseorang yang memperhatikan hari ulang tahunku."

Mereka tersenyum. Tak perlu kata lebih banyak. Di antara gemericik mesin kopi dan suara pelanggan yang mulai berdatangan, Hana kembali menyibukkan diri. Tapi hatinya... masih tertinggal di balik syal itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Syal

    Hari terakhir syuting untuk para figuran selalu menghadirkan perasaan campur aduk—antara lega dan enggan untuk mengucapkan selamat tinggal. Bagi Hana, ini bukan hanya akhir dari pekerjaan singkatnya sebagai figuran, tapi juga akhir dari kebersamaan singkatnya dengan dunia yang sempat membuat hatinya berdebar—terutama karena satu nama: Han Jiwon.Pagi itu, Hana bangun lebih awal dari biasanya. Ia melipat semua pakaiannya dengan rapi, menyusun perlengkapan make-up dan alat tulisnya ke dalam koper. Ketika membuka laci terakhir, matanya terhenti pada syal abu-abu yang semalam melingkar hangat di lehernya—hadiah dari Jiwon.Ia memandangi syal itu cukup lama, seolah sedang berdialog dalam hati. Ada perasaan ragu, malu, sekaligus hangat yang tak bisa diabaikan. Namun akhirnya, dengan senyum kecil, Hana memutuskan untuk memakainya. Ia melilitkannya perlahan di lehernya, merapikan ujungnya, lalu melihat pantulan dirinya di cermin. Tak banyak, tapi syal itu memberi semacam keberanian baru.Di l

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Ulang Tahun

    Syuting hari itu berakhir larut malam. Angin dingin menusuk masuk di sela-sela kostum tipis para figuran yang kini mulai berkemas, lelah dan menggigil. Namun di balik tenda kecil yang menjadi tempat berkumpul para figuran, ada suasana yang tak biasa—bukan hanya kelelahan, tapi sebuah getaran bahagia yang mencoba disembunyikan dalam keremangan cahaya.Hana, yang baru kembali dari toilet dengan rambut sedikit berantakan dan wajah letih, tertegun saat mendapati beberapa temannya berkerumun di sekitar meja kecil. Di atasnya, berdiri kue mungil dengan lilin yang menyala. Lampu tenda sengaja dipadamkan, menyisakan hanya cahaya lilin yang menari pelan, memberi warna hangat di tengah gelapnya malam.“Selamat ulang tahun, Hana!!” seru Mina riang, seperti meledakkan keheningan yang sedari tadi tertahan.Hana terdiam. Matanya membulat, lalu perlahan mulai berkaca-kaca.“Ini… buat aku?” tanyanya nyaris berbisik.“Tentu saja! Ayo tiup lilinnya! Kamu pasti bahagia banget hari ini karena pacar kamu

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Cemburu Buta

    Pagi itu, udara masih menggigit kulit. Lokasi syuting kembali ramai dengan aktivitas para kru, kamera, dan tawa lelah yang masih terdengar di sela kesibukan. Di sisi lain area, tim dokumentasi sudah bersiap untuk mengambil gambar behind the scene—bagian penting dari promosi yang akan disebarkan ke media sosial dan kanal resmi drama.Namun, satu hal yang mencolok adalah ketidakhadiran Han Jiwon di kamera belakang layar. Ia lebih sering menghabiskan waktu di dalam mobil van-nya, menjauh dari sorotan kamera yang bukan milik drama."Hyung... kamu tahu kan aku gak nyaman tampil di kamera saat nggak akting?" ucap Jiwon sambil menyenderkan kepala di jok belakang, menatap langit-langit van.Yoon Chan menutup pintu mobil dengan sedikit keras, napasnya terdengar berat. "Jiwon. Kamera behind the scene itu bagian dari promosi. Salah satu senjata utama untuk membangun fanbase dan menarik minat penonton!"Jiwon hanya menoleh tanpa menjawab."Lihat drama-drama lain! Pemeran utamanya akrab, seru, ban

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Food Truck

    Hembusan angin pagi membawa aroma embun dan tanah basah. Cuaca perlahan berubah, menandakan musim dingin yang mulai mengetuk. Para kru mulai mengenakan jaket tebal, dan para figuran terlihat saling menghangatkan tangan dengan kopi sachet yang dibagikan seadanya.Di tengah hiruk pikuk lokasi syuting yang kembali aktif, Han Jiwon berdiri tak jauh dari monitor sutradara. Matanya memandangi satu titik—bukan layar, bukan naskah, tapi sosok gadis di pojok tenda figuran yang tengah meniup nasi dingin dari kotak makanannya.Lee Hana.Ada sesuatu dari gadis itu yang membuat pikirannya tak bisa diam. Bukan karena dia cantik luar biasa atau berperilaku menonjol. Justru karena kesederhanaan dan sikapnya yang... tulus. Tidak menjilat. Tidak mencoba menarik perhatiannya. Justru itu yang membekas di benaknya sejak malam di belakang bangunan itu."Hana," bisiknya lirih, seolah nama itu begitu pas di lidahnya."Hyung," ucapnya kemudian pada Yoon Chan, yang tengah asyik menyeruput kopi panas."Hm?""Bi

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Berbahaya

    Udara malam mulai menggigit kulit, menyusup pelan ke balik jaket tipis Hana. Langit gelap pekat tanpa bintang, hanya diterangi lampu sorot sisa syuting yang masih menyala samar. Tenda-tenda kru dan pemain figuran kini sunyi, sebagian besar penghuninya sudah tertidur lelah setelah hari panjang yang melelahkan.Hana menggeliat di ranjang lipatnya yang sempit. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terlalu penuh untuk bisa tidur. Ia memutuskan bangkit, mengenakan jaket dan menyelinap keluar. Mencari udara segar. Mencari ketenangan.Kakinya melangkah pelan, menyusuri lorong kayu set kerajaan yang kini kosong. Setiap langkah kakinya menimbulkan suara ringan yang terdengar jelas dalam kesunyian. Saat melewati bangunan utama yang digunakan untuk adegan kerajaan, ia menangkap samar-samar cahaya kecil dari balik dinding.Seketika langkahnya terhenti.Asap.Lalu suara napas yang berat.Hana melongok perlahan ke sisi bangunan, dan matanya membelalak pelan.Han Jiwon.Bersandar di tiang kayu, satu tang

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Han Jiwon

    Pagi itu, matahari belum sepenuhnya muncul saat Lee Hana sudah melangkah cepat di trotoar menuju coffee shop tempat ia biasa bekerja paruh waktu. Udara pagi Seoul masih menusuk, tapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan. Hari ini adalah hari pertamanya syuting sebagai figuran dalam drama saeguk—dan dunia terasa begitu hidup baginya.Ketika pintu kaca coffee shop terbuka dan lonceng kecil di atasnya berdenting, aroma kopi yang hangat langsung menyambutnya. Di balik meja kasir, Jungwon, pemilik sekaligus sahabat lamanya, langsung menoleh dan mengangkat alis."Kamu datang juga," katanya sambil tersenyum kecil, mengenakan apron hitamnya. "Aku pikir kamu sudah naik kereta duluan."Hana melangkah cepat ke belakang meja, memeriksa tasnya sekali lagi. "Aku cuma mau pamit dulu... dan ambil charger yang tertinggal semalam."Tanpa banyak kata, Jungwon mengambil sebuah kotak makan dari bawah meja dan menyelipkannya ke dalam tas Hana dengan gerakan terbiasa. "Ini sandwich buat kamu. Makan di

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status