Hari terakhir syuting untuk para figuran selalu menghadirkan perasaan campur aduk—antara lega dan enggan untuk mengucapkan selamat tinggal. Bagi Hana, ini bukan hanya akhir dari pekerjaan singkatnya sebagai figuran, tapi juga akhir dari kebersamaan singkatnya dengan dunia yang sempat membuat hatinya berdebar—terutama karena satu nama: Han Jiwon.
Pagi itu, Hana bangun lebih awal dari biasanya. Ia melipat semua pakaiannya dengan rapi, menyusun perlengkapan make-up dan alat tulisnya ke dalam koper. Ketika membuka laci terakhir, matanya terhenti pada syal abu-abu yang semalam melingkar hangat di lehernya—hadiah dari Jiwon.
Ia memandangi syal itu cukup lama, seolah sedang berdialog dalam hati. Ada perasaan ragu, malu, sekaligus hangat yang tak bisa diabaikan. Namun akhirnya, dengan senyum kecil, Hana memutuskan untuk memakainya. Ia melilitkannya perlahan di lehernya, merapikan ujungnya, lalu melihat pantulan dirinya di cermin. Tak banyak, tapi syal itu memberi semacam keberanian baru.
Di luar, seluruh figuran sudah berkumpul di lapangan terbuka. Suasana hangat terasa, meski cuaca pagi masih dingin. Tawa dan pelukan perpisahan memenuhi udara. Para kru dan staf saling berterima kasih, sementara beberapa artis utama juga menyapa satu per satu.
Hana berdiri di antara kerumunan, menatap suasana itu dengan senyum tipis. Saat itulah dari kejauhan, suara langkah cepat terdengar—Jiwon, yang baru saja menyelesaikan adegan, berlari melintasi kerumunan.
Matanya langsung mencari satu wajah... dan menemukannya.
Mata mereka bertemu.
Sesaat waktu terasa melambat. Jiwon menatap lekat syal abu-abu yang melingkar di leher Hana, lalu kembali menatap wajah gadis itu. Senyumnya mengembang, tulus dan lega.
Hana, yang menyadari arah pandangnya, mengangguk pelan. Bibirnya membentuk dua kata tanpa suara:
"Terima kasih."
Jiwon membalasnya dengan senyum kecil, tapi matanya berbicara lebih banyak. Seolah ingin mengatakan bahwa syal itu bukan hanya hadiah... tapi janji untuk sesuatu yang belum selesai.
Dan saat keramaian mulai bubar, dan semua orang mulai kembali ke kehidupan masing-masing—yang tertinggal di udara adalah sepasang mata yang masih saling mencari, dan hati yang mulai merindu bahkan sebelum perpisahan benar-benar dimulai.
Setelah bus yang membawa para figuran menghilang dari pandangan, menyisakan debu dan jejak kenangan singkat, Jiwon kembali ke lokasi syuting. Tapi langkahnya terasa lebih berat, seolah ada yang tertinggal bersama bus itu—dan bukan hanya sekadar figuran biasa.
Syuting kembali berjalan seperti biasa, tapi Jiwon tidak seperti biasanya. Dialognya terdengar datar. Senyumnya tak benar-benar sampai ke mata. Bahkan kamera menangkap sorot matanya yang lebih kosong dari biasanya. Beberapa kru mulai saling melirik, menyadari ada yang berbeda dari aktor utama mereka hari ini.
Yoon Chan yang memperhatikannya sejak tadi akhirnya melempar naskah ke kursi dengan kesal.
"Jiwon!" panggilnya tegas. "Kendalikan dirimu. Baru saja Hana pergi, kamu sudah kembali jadi pria cuek yang bikin semua orang tegang."
Jiwon tak langsung menjawab. Ia hanya duduk di kursi make-up trailer, menatap pantulan dirinya di cermin. Syal yang dikenakan Hana tadi pagi masih terbayang jelas di benaknya, lengkap dengan senyum tulus yang membuat dadanya sesak.
"Aku nggak ngerti perasaanku sendiri, hyung," gumam Jiwon akhirnya, suaranya pelan, nyaris seperti anak kecil yang bingung.
Yoon Chan menghela napas panjang, lalu duduk di sampingnya. "Dengar, aku nggak peduli kamu tertarik pada Hana sebagai wanita, teman, atau bahkan inspirasi aneh untuk aktingmu. Tapi aku tahu satu hal—kalau kamu terus larut seperti ini, kamu akan kehilangan lebih dari sekadar fokus syuting."
Jiwon mengangguk pelan, tapi tak menjawab.
Yoon Chan menepuk pundaknya. "Aku akan dukung apa pun keputusanmu soal Hana. Tapi tolong... jangan biarkan ini mengacaukan dirimu sendiri. Ingat siapa kamu sebelum dia datang. Dan jika dia benar-benar penting untukmu, lakukan sesuatu. Bukan cuma diam dan meratapi perpisahan singkat."
Untuk sesaat, ruangan itu hanya diisi sunyi. Lalu Jiwon tersenyum tipis, kali ini lebih tulus. Mungkin ia belum tahu pasti bagaimana melangkah, tapi satu hal jelas—Hana bukan hanya figuran dalam hidupnya.
———
Sementara itu, di sudut kota Seoul yang mulai diselimuti senja, Hana menuruni bus kota dengan langkah ringan. Meski tubuhnya lelah karena perjalanan panjang, ada binar lembut di matanya yang sulit disembunyikan. Ia menggenggam syal yang melingkar di lehernya—masih hangat, seolah jejak seseorang yang memberikannya belum benar-benar hilang.
Hana langsung menuju coffee shop kecil milik Jungwon, tempat ia biasa bekerja paruh waktu. Begitu pintu bergemerincing terbuka, aroma kopi dan suara musik akustik menyambutnya.
"Wow... artis-ku datang juga akhirnya," seru Jungwon dari balik mesin espresso sambil menyipitkan mata.
Hana tertawa kecil dan melepaskan jaketnya. "Artis darimana? Aku cuma figuran."
Jungwon mengedarkan pandangannya, lalu menunjuk syal di leher Hana. "Baru jadi figuran udah bisa beli syal Gucci ya? Gila kamu, Han."
"Apaan sih," bisik Hana sambil mendekat. "Ini bukan aku yang beli... Ini dari Jiwon."
"Jiwon?" Jungwon mengangkat alis, menaruh gelas kopi yang sedang ia tuang. "Jiwon... si Han Jiwon? Aktor drama yang itu?"
Hana mengangguk pelan, sambil melepas syalnya dan menggantungnya hati-hati di hanger belakang meja kasir.
"Dia kasih ini waktu ulang tahunku. Katanya sih dia nemu di mobilnya. Cuma hadiah kecil, katanya," jelas Hana, mencoba terdengar santai meski pipinya memerah.
Jungwon menatap sahabatnya lama, lalu menghela napas.
"Han... kamu harus hati-hati. Jiwon itu bukan aktor kaleng-kaleng. Segala gerak-geriknya disorot. Kamu tahu sendiri dunia mereka beda."
Hana tersenyum kecut sambil mengenakan apron cokelat tuanya. "Aku tahu. Makanya aku nggak mikir aneh-aneh, Won. Aku sadar diri. Dia aktor besar, aku cuma gadis desa yang baru belajar cari peran di dunia hiburan."
"Tapi kamu tetap manusia, Han. Dan manusia bisa jatuh hati bahkan cuma karena satu tatapan," ucap Jungwon, lebih pelan.
Hana terdiam sejenak. Matanya menatap keluar jendela yang mulai dihiasi embun.
"Aku nggak tahu ini perasaan apa, Won... Tapi aku janji, aku nggak akan gegabah. Aku cuma... senang aja. Ada seseorang yang memperhatikan hari ulang tahunku."
Mereka tersenyum. Tak perlu kata lebih banyak. Di antara gemericik mesin kopi dan suara pelanggan yang mulai berdatangan, Hana kembali menyibukkan diri. Tapi hatinya... masih tertinggal di balik syal itu.
Sudah tiga hari sejak pertengkaran kecil di dalam mobil itu. Hana tidak menerima satu pun pesan atau telepon dari Jungwon—hal yang sangat tidak biasa bagi pria yang selama ini selalu menjadi orang pertama yang menanyakan kabarnya.Keheningan itu membuat dada Hana terasa sesak. Bukannya membaik, tubuhnya justru makin melemah. Tapi diam di rumah hanya membuat pikirannya makin kalut, dan satu-satunya tempat yang bisa memberinya sedikit rasa nyaman adalah coffee shop milik Jungwon.Dengan langkah lesu dan wajah pucat, Hana mendorong pintu masuk café yang terasa hangat dibanding udara luar yang dingin. Aroma kopi dan kayu manis menyambutnya, tapi tidak cukup kuat untuk mengusir dingin yang menggerogoti tubuhnya."Hei, Kak Hana!" sapa salah satu staf dengan senyum ramah.Hana membalas senyuman itu seadanya. "Jung ada di ruangannya, kan? Aku masuk ya."Staf itu terlihat ragu. "Eh, Kak... Pak Jungwon tadi pagi ke Busan."Langkah Hana langsung terhenti. "Busan? Kenapa nggak bilang?""Saya kura
Hana baru saja menyelesaikan take adegannya untuk adegan pagi yang cukup emosional. Pipinya masih sedikit memerah karena terpaan angin dingin bercampur salju buatan. Ia menepi ke pojok tenda kru, menarik napas, lalu membuka jaket bagian dalam untuk meraih ponselnya.Begitu layarnya menyala, Hana terkejut melihat notifikasi pesan dari Jiwon—banyak sekali. Biasanya, Jiwon hanya mengirim satu atau dua pesan singkat. Tapi kali ini, pesan-pesannya muncul berurutan seperti seseorang yang sedang kalap. Ia membuka satu per satu.📲 Jiwon : Hana... kamu sudah sampai di lokasi syuting kah? Pakai pakaian tebal, salju akan turun.Hana tersenyum tipis. Terlambat, pikirnya. Ia memang sudah menggigil beberapa jam terakhir karena wardrobe-nya tak terlalu hangat.📲 Jiwon : Hana! Aku tahu kamu diantar sama Jungwon! Aku iri!!!!Kening Hana mengernyit. Kok tahu...? Lalu ia lanjut membaca.📲 Jiwon : Hana, kamu nolak aku bukan karena udah pacaran sama Jungwon kan?📲 Jiwon : Han... kalau kamu gak jawab y
Hujan turun tipis pagi itu, seperti ingin mengiringi langkah terakhir Hana di lokasi syuting. Hari ini adalah penutup untuk perannya dalam drama yang diam-diam begitu membekas di hatinya—bukan karena karakternya, tapi karena seseorang yang tak sengaja menjadi pusat kekacauan emosinya.Senyuman para kru dan figuran lainnya mengiringi perpisahan kecil di ujung set. Tak ada pesta perayaan. Hanya beberapa pelukan hangat, ucapan terima kasih, dan sebotol kopi hangat yang diberikan oleh manajer figuran."Kamu akan langsung masuk jadwal produksi yang ini, ya. Besok udah bisa standby di lokasi baru," ucap manajer figuran sambil menyodorkan secarik jadwal.Hana mengangguk. "Terima kasih, sunbae. Aku akan datang tepat waktu."Namun di balik semua keheningan dan kepergian yang tampak biasa itu, ada satu orang yang tak siap membiarkan Hana benar-benar pergi.Sementara Hana menyembunyikan dirinya dalam rutinitas baru yang padat dan nomor yang selalu dalam mode diam, Yoon Chan berdiri canggung di d
Udara pagi masih menusuk tulang saat Hana melangkah masuk ke lokasi syuting. Kabut tipis melayang-layang di udara, menambah nuansa dramatis pagi itu. Pipinya memerah, bukan karena riasan, melainkan sisa kedinginan semalam saat syuting adegan di bawah hujan buatan yang mengguyur hingga larut malam. Ia menarik napas pelan, mencoba menstabilkan detak jantung yang sedikit lebih cepat dari biasanya.Seorang manajer figuran mendekat cepat, tatapannya meneliti wajah Hana yang tampak sedikit pucat. "Kau nggak apa-apa, Hana? Hidungmu merah. Jangan-jangan masuk angin?"Hana tersenyum, menepis kekhawatiran yang terpancar dari mata manajer itu. "Aku baik-baik saja, kok. Mungkin cuma efek cuaca. Enggak perlu ubah jadwal, ya. Aku masih bisa lanjut."Belum sempat manajer itu membalas, terdengar suara ribut dari arah belakang. Beberapa kru menoleh, termasuk Hana. Yoon Chan datang tergopoh-gopoh, peluh di pelipisnya mengalahkan suhu dingin. Di tangannya ada dua kardus besar berisi botol-botol air mine
Rintik salju menyambut pagi Hana yang dingin. Hari ini adalah hari pertamanya syuting untuk drama Confidental yang akan ia perankan bersama Jiwon.Selama menuju halte, Hana terus memikirkan bagaimana caranya agar dia tampak profesional di hadapan Jiwon yang belakangan terus mengejarnya. Pandangannya tertuju pada iklan besar di seberang halte. Wajah Jiwon yang tampan di sana bahkan bisa membuat remaja di sekitarnya berfoto. Mereka sangat mengidolakan Jiwon. Lantas, bagaimana respon mereka kalau Jiwon menyukai seseorang yang jauh di bawah Jiwon? Baik dari segi karir, keuangan, keluarga. Apakah mereka masih mau bertahan menjadi penggemar Jiwon? Atau mundur perlahan dan Jiwon akhirnya kehilangan sinarnya?Kedatangan bus membuyarkan pikiran Hana. Ia pun masuk ke dalam bus dan membaca naskah agar syuting hari ini berjalan lancar. Kata demi kata Hana baca, sungguh membuat hatinya tersayat. Kisah cinta antara dirinya dan Jiwon di drama ini sangatlah pilu. Mereka berpisah bukan karena suatu ke
Pagi itu, cahaya matahari menerobos perlahan melalui sela-sela gorden kamar sempit Hana. Ia menggeliat kecil, mencoba membuka matanya yang masih berat. Di luar jendela, langit Seoul tampak cerah, meski udara masih dingin di akhir musim dingin yang belum benar-benar hengkang.Ponselnya bergetar hebat di atas meja kecil. Getaran itu membangunkannya lebih cepat daripada alarm. Dengan mata setengah terbuka, Hana meraih ponsel dan melihat sebuah pesan baru dari manajer figuran agensinya.📩 Naskah baru untukmu, Hana. Kamu dapat peran figuran spesial. Cek email.Perasaan kantuknya langsung lenyap. Ia duduk tegak di tempat tidur, jantungnya berdetak lebih cepat. Hana membuka email dan menemukan file naskah bertanda “CONFIDENTIAL”. Dengan rasa penasaran dan semangat, ia mulai membacanya. Ternyata, ia diminta memerankan mantan kekasih dari karakter utama dalam drama terbaru yang akan diproduksi stasiun televisi besar.Meski hanya figuran, peran itu memiliki beberapa adegan penting—bahkan adega