Share

Bab 4

Author: Sweety
last update Last Updated: 2025-12-10 21:00:55

Ellena kembali ke kantor saat hari menjelang sore. Dia merapikan penampilannya sebelum masuk ke dalam ruangan kerja. Matanya yang bengkak menangkap perhatian Vino–asisten Reon.

Laki-laki itu menghampirinya saat kembali. "Kak dari mana?"

"Pak bos marah besar." Imbuhnya.

Ellena menelan saliva. "Apa karena dokumen kemarin masih ada yang salah?"

"Pak bos marah karena dapat laporan kalau Kak Ellena keluyuran di jam kerja," bisik Vino. 

Ellena menautkan alis. Bukannya dia sudah memberitahu Laura kalau dia ke rumah sakit?

Aduh, padahal dia mau meminta tolong pada mantan kekasihnya itu tapi Ellena malah bermasalah lagi.

Ellena masuk ke ruangan Reon dengan hati-hati dan segera mengambil posisi berdiri di sebelah Laura.

Di balik meja besar, tatapan Reon sangat menusuk. "Kamu dari mana aja?" tanyanya dingin. "Tadi ada meeting penting dan kamu malah keluyuran di jam kerja. Kamu niat kerja nggak sih!? Mau dipecat aja?"

Ellena menggeleng. Dia sudah mengurungkan niat untuk resign. "Jangan pecat saya, Pak."

 

"Saya dari rumah sakit, Pak, nenek saya tidak sadarkan diri," sambung Ellena.

Rahang Reon yang mengeras sedikit kendur. Reon kenal dekat dengan nenek dan kakek Ellena. Dia tahu betapa mantan kekasihnya sangat menyayangi kakek neneknya. Reon tidak tahu kabar mereka lagi sejak tinggal di Amerika.

Sementara itu, Ellena menoleh pada Laura. "Saya tadi sudah sampaikan ke Kak Laura kalau saya mau ke rumah sakit," tatapan Ellena tertuju pada perempuan berambut cokelat gelombang itu.

Dia tidak mau berburuk sangka pada Laura. Tapi sejak bekerja bersama, Ellena merasa aneh. Laura selalu tampak manis tapi kadang Ellena mendapatkan rekan kerjanya itu menyeringai jahat.

"Oh. Astaga! Iya ya? Maaf, Pak Reon…" Laura memasang tampang bersalah. "Tadi, waktu Ellena pergi saya memang pakai earbuds, jadi saya pikir Ellena bilang ada urusan biasa."

Dia kemudian menoleh pada Ellena. "Maaf ya, Ellena… tapi harusnya kamu chat aku untuk memperjelas kamu ke mana, biar nggak miss komunikasi kayak gini."

Ellena tahu Laura bohong tapi dia tidak mau memperpanjang masalah ini. Dia harus segera mendapatkan uang untuk pengobatan neneknya.

Ellena kemudian menundukkan wajahnya sekilas di hadapan Reon. "Maaf, Pak, saya memang salah, harusnya saya menyampaikan ke bapak juga melalui pesan."

Reon tidak mengeluarkan suara. Laki-laki itu menatap mata sembab Ellena. Sedikit lama.

"Oke, kamu harus menerima sanksi lagi kalau begitu," sahut Reon. Dia menoleh pada Laura. "Kamu keluar, lanjut pekerjaan kamu."

Laura menunduk singkat. "Baik, Pak, saya permisi." Dia berbalik dan tersenyum penuh kemenangan dan melangkah penuh percaya diri meyakini kalau Ellena akan kena amukan Reon.

Sayangnya tidak seperti itu.

Alih-alih memarahi Ellena, Reon meraih tablet di meja. Berkutat sejenak dengan benda pipih lebar itu, kemudian didorong mendekat ke hadapan Ellena.

"Cari tahu semua tentang perusahaan itu dan siapkan draft kontraknya. Besok pagi harus selesai," titah Reon dengan nada datarnya.

Ellena memperhatikan tampilan di layar tablet sejenak lalu memandang bosnya. "Baik, Pak." Reon mengalihkan wajah ke monitor. "Oke, silakan keluar," sahutnya.

Bukan pergi, Ellena masih terpaku di tempatnya berdiri. Netranya tidak lepas dari wajah Reon. Tangannya saling bertaut gelisah.

"Kenapa masih disitu? Mau minta maaf karena menampar saya kemarin?" sahut Reon sarkas, tanpa menoleh pada sekretarisnya itu.

Ellena kesal, tapi dia butuh Reon. "Iya, saya minta maaf karena sudah menampar Anda, Pak Reon…" mau tidak mau dia harus mengaku salah.

Reon mendengus. "Tapi nggak segampang itu saya terima permintaan maaf kamu."

"Iya gak apa-apa, kalau bapak mau memberikan tugas tambahan, nyuruh lembur lagi, saya bersedia. Tapi boleh saya meminta sesuatu, gak ya, Pak?"

Reon memandang Ellena dari sudut matanya. Dia mencoba menyelami arah pembicaraan ini. "Minta apa?"

Ellena menarik napas ringan. "Apa… gaji saya selama 3 tahun bisa diberikan lebih awal, Pak?"

Reon menaikkan satu alisnya sekilas. Tampaknya Ellena butuh biaya besar untuk pengobatan neneknya.

"Untuk?"

"Saya mau pakai untuk biaya pengobatan nenek saya," ujar Ellena pelan. 

Laki-laki berkulit putih bersih itu tertawa singkat. "Seyakin apa kamu bisa bertahan selama 3 tahun di sini?"

"Saya bakalan kerja sungguh-sungguh, Pak Reon. Saya juga siap mengabdikan diri di perusahaan ini selamanya kalau perlu," ujar Ellena penuh keyakinan.

Reon menyeringai. "Pemberian gaji lebih awal, apalagi selama 3 tahun itu melanggar aturan perusahaan. Melanggar seluruh aturan di sini, Elle."

"Kalau begitu … apa saya bisa pinjam uang Bapak?"

"Berapa?" Reon menautkan tangannya di bawah dagu. 

"500 juta, Pak."

"Oke."

Ellena senang bukan main, tapi melihat seringai di bibir Reon dia langsung merasa ada yang tidak beres.

"Tapi ada syaratnya." Tatapan Reon semakin menusuk saja. 

"S-syarat?" Ellena menarik tipis napasnya ke dalam hidung. 

Sementara itu, Reon sedikit mendongakkan dagunya. "Ya, kamu pikir saya mau meminjamkan uang saya tanpa jaminan?"

Ellena menelan ludah.

"Jadi tunangan pura-pura saya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pak Reon Berhenti! Aku Bukan Kekasihmu Lagi   Bab 8

    "Dia melihat ke arah kita, Pak" bisiknya. "Sepertinya… Nona Graciella sudah mulai tertarik.""Bagus," Reon semakin menunduk. Menahan jarak wajah mereka lama. Lantas dia semakin kokoh melingkarkan lengannya pinggang sekretarisnya. Sementara itu, penciuman Ellena semakin penuh dengan aroma parfum maskulin Reon. Dia juga sesekali merasakan ibu jari bosnya menekan dengan elusan samar. Melihat bibir Reon menciptakan gejolak dalam dada Ellena yang sudah lama terpendam. Dia menggigit bibir dalamnya sambil menata napas, lalu menunduk. Oh, Ellena sadar. Reon sudah punya tambatan hati lain dan Ellena sedang menjalankan peran untuk menarik perhatian perempuan itu. Tatapannya kini tertuju pada cincin yang melingkar di jari manisnya. Ya, Ellena tidak boleh terbawa perasaan. Cincin itu hanya sekadar aksesoris untuk sandiwara mereka. Lalu, dari arah samping, Graciella muncul. Perempuan itu mendekat dengan langkah anggun yang pelan. "Saya tidak menyangka ternyata seorang Dareon Sankara Adinata

  • Pak Reon Berhenti! Aku Bukan Kekasihmu Lagi   Bab 7

    Reon telah menetapkan pilihan pada gaun satin berwarna dusty rose untuk Ellena kenakan. Dia menunggu sekretarisnya itu keluar dari balik tirai.Lelaki dengan setelan jas gelap itu duduk diam di sofa sambil menyilangkan kaki, punggungnya tegak, satu tangannya bertumpu santai di sandaran. Wajahnya tetap dingin—tatapan datar, rahang tegas dan aura mencekam yang membuat para staf di sekitar berdiri diam seperti patung.Begitu menyadari kemunculan Ellena di hadapannya, mata tajam Reon yang fokus pada layar ponsel teralihkan.Pandangannya naik.Untuk sepersekian detik, Reon lupa berkedip.Gaun yang dipakai Ellena jatuh sempurna di tubuh sekretarisnya itu. Kainnya membingkai siluet ramping yang sulit diabaikan.Iris Reon menyapu cepat, nyaris dingin seperti biasanya, tetapi sukar rasanya tidak berhenti pada lekuk bahu Ellena. Garis halus selangka itu dulu jadi salah satu persinggahan favorit bibir Reon saat memadu kasih dengan mantan kekasihnya.Dada Reon menegang sesaat, tapi tidak ada yang

  • Pak Reon Berhenti! Aku Bukan Kekasihmu Lagi   Bab 6

    "P–Pak Reon." Laura menunduk sekilas lalu mengangkat wajahnya, menatap pemilik bola mata hitam yang memantulkan sinar keemasan senja itu. Laura sudah jadi sekretaris Reon sekitar satu tahun, dulunya dia mengisi posisi sekretaris kedua seperti Ellena sekarang. Dan, sejak saat itu, dia langsung tertarik dengan Reon. Siapa yang tidak jatuh hati? Bukan hanya tampan, Reon punya kharisma yang membuat semua mata terpesona padanya. Selain itu, dia penerus Adinata Group yang memiliki kerajaan bisnis, baik di luar maupun luar negeri. Hanya saja, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda Reon jatuh hati pada Laura. Namun, wanita itu tidak akan menyerah begitu saja. Reon melangkah penuh dominasi dan berhenti tepat di depan meja kerja Ellena. Hawa dingin seakan menguar di udara sekitar Ellena dan Laura. Laura menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga. "Em… itu Pak… maksudnya file tugas yang Pak Reon kasih."Di sisi lain, Ellena hanya berdiri diam dengan pose profesional. Sesekali d

  • Pak Reon Berhenti! Aku Bukan Kekasihmu Lagi   Bab 5

    Ellena mengerjapkan matanya pelan. "Tunangan pura-pura, Bapak?" Reon melipat tangan di dada sembari bersender tenang di kursinya. "Perlu saya ulangi omongan saya barusan?" Gadis itu menggeleng, "saya denger kok, Pak." "Good." Reon beranjak pelan dari kursinya. Bola mata Ellena mengikuti langkah bosnya itu sampai Reon berhadapan dengannya. Pria tinggi itu bersender di depan meja dengan kedua tangannya mencengkram tepi. "Saya mau mendekati putri menteri investasi dan penanaman modal, namanya Graciella. Dari informasi yang saya terima, dia tertarik dengan tunangan orang." "Jadi, kamu cukup jadi tunangan pura-pura saya, untuk menarik perhatian Graciella pada saya," sambung lelaki itu. Ellena terdiam sejenak. Entah kenapa seperti ada pisau yang menyayat hatinya mendengar Reon mengatakan semua itu. Tapi, apa yang Ellena harapkan? Dia yang mencampakkan Reon. Wajar mantan kekasihnya itu sudah punya tambatan hati yang baru. Sekarang, Ellena hanya perlu fokus pada pengobatan

  • Pak Reon Berhenti! Aku Bukan Kekasihmu Lagi   Bab 4

    Ellena kembali ke kantor saat hari menjelang sore. Dia merapikan penampilannya sebelum masuk ke dalam ruangan kerja. Matanya yang bengkak menangkap perhatian Vino–asisten Reon.Laki-laki itu menghampirinya saat kembali. "Kak dari mana?""Pak bos marah besar." Imbuhnya.Ellena menelan saliva. "Apa karena dokumen kemarin masih ada yang salah?""Pak bos marah karena dapat laporan kalau Kak Ellena keluyuran di jam kerja," bisik Vino. Ellena menautkan alis. Bukannya dia sudah memberitahu Laura kalau dia ke rumah sakit?Aduh, padahal dia mau meminta tolong pada mantan kekasihnya itu tapi Ellena malah bermasalah lagi.Ellena masuk ke ruangan Reon dengan hati-hati dan segera mengambil posisi berdiri di sebelah Laura.Di balik meja besar, tatapan Reon sangat menusuk. "Kamu dari mana aja?" tanyanya dingin. "Tadi ada meeting penting dan kamu malah keluyuran di jam kerja. Kamu niat kerja nggak sih!? Mau dipecat aja?"Ellena menggeleng. Dia sudah mengurungkan niat untuk resign. "Jangan pecat saya

  • Pak Reon Berhenti! Aku Bukan Kekasihmu Lagi   Bab 3

    Keputusan Ellena untuk mengundurkan diri sudah bulat. Gadis itu meluruskan punggung di balik meja kerja. Bola mata kecoklatan nya tertuju pada amplop putih di balik map. Sisa menunggu Reon datang dan dia akan menyerahkan surat resignnya.Suara klik halus dari pintu masuk spontan membuat Ellena menutup map rapat-rapat di meja. "Ellena, dokumen kemarin udah diapproved sama Pak Reon?" tanya Laura. Perempuan berlipstik merah terang itu melangkah melewati kursi Ellena dan meletakkan tas jingganya di meja.Ellena mengerjapkan mata pelan. Dia tidak tahu nasib dokumen tersebut. Ellena pergi begitu saja karena kelakuan brengsek Reon malam tadi."Sudah saya serahkan ke Pak Reon, Kak, tapi saya belum tahu udah diapproved atau enggak," jawab Ellena hati-hati."Duhhh, kamu gimana sih, Ellena, harusnya kamu pastiin dulu sebelum pulang. Saya kan butuh dokumen itu juga." Laura menghembuskan napas kasar. "Kita pasti kena omelan Pak Reon lagi kalau kayak gini.""Maaf, Kak," sahut Ellena pelan. Tidak m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status