Share

Part 3

Author: El Habib Khan
last update Last Updated: 2022-05-11 14:31:12

Beberapa detik.

Aku hanya terdiam dan tidak mampu berkata sepatah katapun. Sementara, Mbok Ratih terus berusaha mencari tahu benda apa yang tertancap di sana. 

"Ii ... iii ... itu adalah ...."

"Bentuknya seperti bagian atas paku. Tapi seperti terbuat dari emas. Boleh aku periksa, Non?"

Tak menjawab.

Aku langsung bangkit dan berdiri dari tempat duduk. Aku tahu, jika terus berada di sini pasti rahasia yang sudah tersimpan dengan rapi hingga kini akan terbongkar.

"Aku mau istrahat dulu, Mbok. Badan ini terasa pegal semua. Duluan ya ...," ucapku sambil pergi ke dalam kamar, meninggalkan Mbok Ratih yang masih terdiam keheranan di depan pintu.

23:15.

Baru saja diri ini terbuai mimpi.

Aku mendengar teriakan nyonya besar sekaligus Ibu mertuaku. Ia berteriak memanggil Mbok Ratih. Dari teriakannya, terdengar seperti ia menyuruh untuk membelikan Martabak di simpang ujung jalan. 

"Mbok ... bangun. Dipanggil nyonya besar. Mbok ...," ucapku membangunkannya yang terlihat sudah tidur sangat nyenyak. 

Mengingat usia Mbok Ratih yang sudah terlalu tua dan sangat tidak baik bagi kesehatannya jika keluar malam-malam begini. Aku pun tidak tega membangunkannya lebih jauh. Ini pasti juga karena sudah terlalu capek bekerja siang tadi. Ya sudah, biar aku saja yang pergi.

"Mbok! Mbok Ratiihhh! Mana sih?!" 

Terus.

Ibu mertuaku terus berteriak sejadinya. Melihat sepertinya ia sudah tidak sabar, akupun langsung bergegas keluar tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Hanya menggunakan daster selutut.

"Maaf, Bu. Mbok Ratih sudah tertidur. Biar aku saja yang pergi membeli."

"Kamu?" tanya Ibuku heran.

"Iya, Bu. Biar aku saja. Lagian kemarin aku sudah pernah beli Martabak di sana. Waktu disuru Neng Siska."

Sebenarnya aku sangat benci melihat apa yang dilakukan Ibu mertua sekarang. Ia asik duduk bermesraan dengan pemuda yang usianya hampir sama dengan Suamiku. Pemuda yang aku tahu sudah berpacaran dengan Ibu sejak beberapa bulan belakangan. 

Selain sikapnya.

Aku juga membenci Pria yang sejak tadi terus memandangiku dengan tatapan nakal. Ia terus memerhatikan setiap lekuk tubuh ini dari kepala hingga kaki. Anehnya lagi, ia sanggup melakukan hal itu di depan Ibu, kekasihnya.

Aku tahu.

Ia tidak akan berani melakukan ini ketika Mas Arya berada di rumah. Karena semenjak ditinggalkan sang Suami, Mas Arya adalah orang yang paling disegani seluruh penghuni rumah megah ini. Karena memang seluruh aset dan rumah adalah milik Almarhum Ayah Mas Arya. Yang sekarang sudah dimilikinya.

"Ya sudah pergi sana. Ini uang seratus ribu, kamu belikan Martabak satu bungkus."

"Baik, Bu. Saya pergi dulu."

Baru selangkah kaki ini berbalik.

Ibu memanggilku kembali. Terdengar, mereka berdua tengah berbisik. Tidak, pasti ada sesuatu yang mereka rencanakan. 

"Diana ... ke sini sebentar," ucap Ibu sembari bangkit dari tempat duduknya dan mendekatiku.

"Iya, Bu. Ada apa?"

Ia mendekatkan wajah, kemudian berbisik di telinga ini. Jujur, aku sangat terkejut dengan apa yang dikatakannya barusan. Ibu menyuruh singgah ke toko obat yang letaknya cukup jauh, hanya untuk membeli alat Kontrasepsi bagi Pria. 

Gila!

Apa Pria itu akan menginap di rumah ini? Tidak, ini tidak benar sama sekali. Ibuku akan membuat rumahnya sendiri sebagai tempat maksiat. 

Aku ingin sekali rasanya membantah.

Tetapi apalah daya, tidak mungkin bagiku untuk membantah omongan orang nomor dua yang berkuasa di rumah ini. Setelah Mas Arya. 

"Ta ... ta ... tapi itu cukup jauh, Bu."

"Sudah pergi sana! Jangan banyak membantah!"

"Boleh aku meminta izin diantarkan supir, Bu?"

"Tidak! Dia digaji di sini bukan untuk mengantarkanmu ke sana kemari. Sudah pergi sana. Jangan banyak komentar!"

Tanpa menjawab.

Aku pun langsung berjalan meninggalkan ruangan itu. Jujur, dalam hati ini terasa amat sakit. Sebagai menantu, ia tidak sedikitpun menghargai. Bahkan rela menghina diri ini di depan orang lain. 

*************

Di perjalanan, aku baru teringat jika diujung jalan sana baru terjadi perampokan malam kemarin. Korban hampir kehilangan tangan kanannya karena dibacok, ketika melawan saat ingin berusaha menyelamatkan sepeda motornya. Tempat itu, sekarang berada tidak jauh dari tempatku berdiri sekarang.

Beberapa menit. 

Aku hanya berdiri di pinggir jalan, menunggu ada seseorang yang lewat dan minta ditemani. Tetapi percuma, rasanya tidak akan mungkin ada yang lewat jam malam begini. Apalagi, rintik hujan sudah mulai turun. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Irma Nuria
menurut orang lain masalah kita sangat kecil. tapi tidak untuk kita yang menjalani. hampir stres karena masalah namun dipaksa semangat agar tak kehilangan harapan. semangat kadar masalah orang lain tak bisa dikira-kira begitupun sebaliknya. yah kok jadi curhat.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Paku Emas di Kepala Istriku   Part 14

    Seketika aku datang dan langsung menatap matanya dengan lebih dekat. Tanpa berjalan seperti biasa. Aku melayang di atas lantai. Kini, wajah kami berdua hanya berjarak tidak lebih dari satu jengkal. "Kamu ingin mati sepertiku?" tanyaku dengan suara lembut seperti berbisik. Ya. Jangankan menjawab, untuk berkedip saja kini sudah tidak mampu. "Jangan pernah lagi bertindak tidak sopan padaku. Jika masih ingin menghirup udara esok. Ingat itu!" ************* Beberapa saat terdiam. Akhirnya ia berteriak sambil minta tolong kepada seluruh penghuni rumah. "Tolooong ... Ada setan! Mamah tolooong!" Sementara di teras Ibu mertuaku masih sibuk mendengarkan penjelasan Pak Darno yang ditemukan pingsan pagi tadi, dan baru tersadar. Di sana, juga ada Mbok Ratih sedang mengantarkan teh buat mereka. Sesampainya di ruang tamu. Anak paling muda di rumah ini pun suda pucat ketakutan sambil menangis. Jelas, aku mendengar semuanya dari arah dapur. Mungkin, karena kini wujudku bukan lagi manusia. Ke

  • Paku Emas di Kepala Istriku   Part 13

    "Maksudnya, Mbok? Tolong jangan bercanda." "Iya, Non. Jika telah dimakan, maka konsekuensinya Non tidak akan bisa menjadi manusia kembali, hanya menyerupai." Serasa petir menggelegar di kepala ini. Tidak. Aku tidak mungkin menjadi hantu gentayangan lagi! Ini tidak mungkin! "Mbok. Tolong lakukan apapun biar aku bisa kembali lagi. Bagaimana? Bagaimana kalau Mas Arya kembali?! Aku sangat menyayanginya, Mboookk. Tolong!"Diam. Mbok Ratih hanya duduk terdiam tanpa mampu berkata apapun. "Mbok. Jawab, Mbok!" "Maaf, Non. Itu adalah kembang Serupan. Gabungan dari beberapa jenis kembang keramat. Mbok tidak mungkin bisa mengembalikanmu lagi! Maaf, Non...." ***** Menyesal. Aku sangat menyesal telah melakukan semua ini. Tapi, apa memang tidak ada cara lain? "Mbok. Apakah aku masih bisa bertemu dengan Mas Arya nanti?" "Bisa, Non. Kamu masih bisa bertemu dengannya. Tetapi .... " "Tapi apa, Mbok? Katakan!" "Non tidak akan bisa punya anak dari Den Arya. Non masih bisa menyamar menjadi ma

  • Paku Emas di Kepala Istriku   Part 12

    Beberapa menit. Aku hanya diam sambil tersenyum menatap Pria yang sudah cukup berumur ini. Tangan ini pun membelai lembut dari dada hingga perut buncit nya. Belaian lembut layaknya sepasang kekasih, tapi kini berbeda. Kekasih yang memiliki tampang menakutkan sepertiku. "Nde... nde... Ndemiiiiiittttt!" Lari. Pakai Darno lari sekencang nya ke arah depan rumah, kemudian mengetuk keras sambil berteriak meminta tolong. Percuma, sekeras apapun ia meminta tolong tidak akan ada yang mampu mendengar. Karena memang, kali ini aku menutup semua kuping penghuni rumah. Sambil terus berteriak. Pak Darno terus menatap ke belakangnya. Melihatku, yang kini sedang duduk sambil berayun manja di taman depan rumah. "Kang Maaasss... ke sini doong. Main ayunaaan. Maaaasss ...." Terus. Aku terus menggoda pria yang telapak kakinya kini basah, karena air yang mengalir di lantai. Air kencingnya sendiri. Ada alasan dari semua ini. Pak Darno, adalah orang yang berada dibalik perselingkuhan Ibu Mertuaku.

  • Paku Emas di Kepala Istriku   Part 11

    "Sudah ayo tidur. Sudah malam, Mbok ngantuk," ucap Mbok Ratih sembari membaringkan tubuhnya. "Iya, Mbok. Sebentar lagi aku tidur." Entah kenapa. Rasanya malam ini mata enggan sekali terpejam. Banyak hal yang melintas di pikiran ini. Apalagi, ini sudah hampir satu bulan Mas Arya pergi bekerja. Bagaimanakah kabarnya di sana akupun tidak tahu. Semoga kamu baik-baik saja di sana Mas. Aku kangen kamu. Selain itu. Malam ini juga kurasakan gerah yang amat sangat. Rasanya, ingin diri ini pergi ke luar sana dan terbang ke setiap pohon besar yang berjajar di sepanjang jalan. Ya, aku harus pergi. Tapi bagaimana? Aku tidak tahu caranya. Mbok Ratih? Tapi dia baru saja tertidur. Lagi pula, tidak mungkin bagiku untuk membangunkannya. Lalu jika timbul pertanyaan nantinya, tidak mungkin bisa terjawab apa alasannya aku ingin berubah. ************ Entah mengapa, terlintas dari pikiran ini untuk melakukannya sendiri. Ya, jika hanya melempar tubuh dengan kembang. Aku juga pasti bisa. Perlahan, ta

  • Paku Emas di Kepala Istriku   Part 10

    Beberapa detik.Mereka hanya terdiam bengong, melihat keanehan bagaimana minyak tersebut bisa berada di sana."Berarti benar! Mungkin rumah ini suda ada hantunya," pungkas Ibu mertaku."Hantu?" tanya kedua anaknya kompak."Iya. Seperti tadi yang baru saja dilihat Om Fandi. Sebelum tidak sadar, ia mengatakan kalau ada hantu di ruangan ini."Lagi.Aku hanya berpura bodoh dengan reaksi mereka. Terlihat, wajah kedua adik Iparku pucat seketika."Kayanya emang benar, Nyah. Tadi juga saya mendengar suara wanita tertawa di luar. Sepertinya suara Ndemit," sambung Pak Darno. Yang tadi sempat mendengarku cekikikan di luar."Beneran, Pak? Jangan buat suasana makin horor," cetus Siska yang kini berpindah tempat duduk di dekat sang Ibu. Karena ketakutan."Bener, Non. Saya berani sumpah.""Jadi tuh Masnya mau didiamkan terus, Bu? Minyak anginnya buat apa?" tanyaku memecah suasana horor mereka.Mendengar itu.Mereka langsung bergegas memberikan minyak. Dan tidak lama, pria mesum itu pun tersadar dari

  • Paku Emas di Kepala Istriku   Part 9

    Beberapa detik.Mbok Ratih hanya terdiam, tidak berani melakukan apapun. Wajar, saat ini ia hanya melihat kemarahan di mataku. Sebuah tatapan kemarahan yang mungkin tidak pernah ia saksikan selama ini. Kemarin ia hanya melihat diri ini sebagai wanita yang polos dan penyabar. Tetapi tidak kini. Aku sudah kembali menjadi seperti dulu."Mbok. Lakukan sekarang!"Seketika.Mbok Ratih melemparkan kembang diatas kepalaku. Kembang tersebut sangat harum, baunya kini membuatku bagai terhempas angin kencang dari segala penjuru. Tubuh ini pun terasa mulai dingin. Detak jantung perlahan melemah. Habis kalian!Aku masuk ke dalam rumah tanpa lagi membuka pintu. Langsung menerobos pintu megah yang tingginya saja hampir dua kali tubuh ini. Sesampainya di dalam, mereka tidak sedikitpun menyadari keberadaanku. Mereka asik bercumbu tanpa sedikitpun mengingat dosa. Terutama Ibuku, yang segaja membuat rumah ini menjadi tempat melakukan hal kotor. Dasar!***************Tidak menunggu lama.Akupun langsung

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status