Semua orang di Longcheng tahu bahwa keluarga Baili adalah satu-satunya keluarga non-bangsawan yang memiliki kekayaan mungkin melebihi perbendaharaan kerajaan, setidaknya menurut rumor yang beredar. Bahkan konon Kaisar terpaksa memberi gelar bangsawan, masih menurut rumor, karena kerajaan berhutang pada Keluarga Baili untuk membiayai kampanye ke perbatasan timur.
Buronan menyeringai seperti pedagang yang menemukan harta karun. "Baiklah, kalau kau memang Baili Zhiyu, aku bisa meminta tebusan pada ayahmu!" Zhiyu tersenyum tipis, mengangkat cangkir teh kosong yang ia temukan di sudut gudang, mengamatinya sejenak, lalu meletakkannya kembali dengan gerakan anggun. "Ide yang menarik. Sayangnya, kau tidak akan mendapatkan uang sepeser pun." Buronan mengerutkan alis. "Kenapa? Bukankah kau adalah Baili Zhiyu, putra kesayangan Tuan Besar Baili?" Zhiyu menghela napas seolah berbicara kepada orang yang terlalu polos. "Karena ayahku sangat pelit. Jika kau mengirim surat ancaman, yang akan kau dapatkan hanyalah surat balasan penuh nasihat moral." "Nasihat moral?" ulang buronan tak percaya. "Kau mungkin akan diberi ceramah tentang bagaimana pemuda zaman sekarang harus belajar bertahan hidup. Dan di akhir surat dia akan mengatakan, 'Lakukan apa saja yang kau mau selama bocah itu tidak membuatku repot.'" Buronan tampak kecewa. "Jadi tidak ada uang?" "Tidak ada sama sekali," Zhiyu menggeleng dengan simpati. Lalu menambahkan, "Ayahku lebih menyayangi uangnya dibandingkan apapun, bahkan diriku." Buronan berpikir sejenak, lalu tersenyum dengan percaya diri. "Kalau begitu, aku akan meminta tebusan kepada Pangeran Ketiga Xiao Zeyan!" Zhiyu hampir tersedak oleh pikirannya sendiri. "Oh, itu bahkan lebih tidak masuk akal." "Kenapa?" Buronan menatapnya curiga. Zhiyu melemparkan sumpit kayu yang ia temukan ke meja, lalu menyandarkan diri. "Karena Xiao Zeyan adalah pangeran pengangguran." "Pengangguran?" Buronan tampak bingung. "Kau tahu, istana memiliki banyak pangeran, tetapi tidak semuanya benar-benar bekerja. Ada yang sibuk dengan politik, ada yang sibuk dengan perang, ada yang sibuk bersenang-senang dengan para selir cantik, tetapi Xiao Zeyan? Dia sibuk dengan tidur siang." Zhiyu melanjutkan dengan nada seorang guru yang sedang memberikan pelajaran penting. "Jika kau mengirim surat tebusan kepadanya, yang akan kau dapatkan hanya surat balasan berbunyi 'Aku terlalu malas untuk menyelamatkannya.'" Pria yang menyanderanya pun menatapnya tak percaya. Apa-apaan ini? Kenapa justru dia yang merasa frustasi menghadapi sandera yang kini tengah duduk santai mengetuk-ngetuk meja kayu dengan jari-jarinya yang lentik tetapi kokoh. "Ya Dewa! Sepertinya aku telah salah memilih sandera," rutuknya dalam hati, meratapi kebodohannya. "Lagipula, Xiǎo Zeyan itu tidak memiliki uang, jadi aku sarankan untuk tidak meminta tebusan padanya. Kecuali ..." Baili Zhiyu menjeda ucapannya dan terlihat begitu serius. Sang buronan pun menatapnya penuh harap. Semoga kali ini dia bisa segera membebaskan diri dari rasa frustasinya karena Tuan Muda Baili Zhiyu. *** Sementara itu, di salah satu Paviliun di Istana Longwen, Xiao Zeyan tengah berbaring di kursi malasnya, menikmati semilir angin dari taman istana. Rambut hitamnya tergerai bebas, hanfu ungu kerajaannya terlipat serampangan. Sebuah buku terbuka menutupi wajahnya. Di langit, burung gereja tiba-tiba berhamburan pergi. Angin musim semi berubah sejuk. Di Istana Longwen, tanpa alasan, Pangeran Ketiga menegang. Tiba-tiba, ia bersin keras. "Haaachoo!" Pelayannya, yang sedang menuangkan teh, terdiam sebentar. "Yang Mulia, apakah Anda baik-baik saja?" Xiao Zeyan menyingkirkan buku dari wajahnya dan menyandarkan kepala dengan malas. "Sepertinya ada yang membicarakanku..." Ia merenung sebentar, kemudian mengambil cangkir teh hangat dan menyesapnya. "Ah, pasti bukan hal penting," gumamnya. Lalu menyerahkan cangkir teh pada sang pelayan dan kembali menutup wajah dengan buku. Melanjutkan tidur siangnya yang terganggu.Mereka bertiga duduk di sudut restoran menghadap jendela, di mana jalanan ibukota menyajikan pertunjukan gratis. Pedagang berteriak menjajakan dagangan, kereta kuda berderap, bangsawan berjalan santai, kehidupan Longcheng yang tak pernah berhenti.Pelayan yang melayani mereka gemetar seperti daun di angin kencang saat mencatat pesanan Baili Zhiyu. Trauma enam bulan lalu masih membekas dalam. Tangannya bergetar memegang kuas tulis, sudah membayangkan kemungkinan terburuk jika tuan muda ini kembali melancarkan kritik mematikan.Pelayan itu berusaha menjaga tangannya tetap stabil, tetapi kuasnya menari dengan ragu. Seolah-olah satu kesalahan kecil akan berakhir dalam ulasan mengerikan yang menghancurkan reputasi keluarganya selama tujuh generasi.Xu Jianhong merasa ini adalah kesempatan emas untuk akhirnya melakukan interogasi yang benar. Ia menuangkan teh untuk mereka bertiga dengan harapan tinggi bahwa hari ini takdir akan
Baili Zhiyu melangkah dengan tenang dan elegan selayaknya seorang tuan muda dari keluarga terhormat. Setiap gerakannya mencerminkan kedisiplinan yang tertanam dalam pendidikan keluarga bangsawa. Punggung tegak, langkah teratur, pandangan tenang menyapu sekitar dengan pengamatan yang tajam.Di sampingnya, Xiǎo Zeyan berjalan dengan malas, tampak sama sekali tidak tertarik dengan kesibukan ibukota. Tangan kanannya dimasukkan ke dalam lengan jubah, sedangkan tangan kiri sesekali menguap dengan dramatis. Mata setengah terpejam, seolah berjalan di tengah mimpi yang tidak terlalu menarik.Di belakang mereka, Xu Jianhong mengikuti dengan langkah berat, merasa nasibnya semakin buruk dengan setiap langkah. Keningnya berkerut, menatap punggung kedua pemuda di depannya dengan campuran frustrasi dan kepasrahan. Ia mulai mempertanyakan keputusannya mengajak mereka untuk "interogasi santai" ini.Tujuan mereka adalah Restoran Lianhe Fang, restoran mew
Xu Jianhong berdiri di depan gerbang Mansion Baili dengan wajah seperti seorang jenderal yang siap berperang melawan musuh yang tidak terlihat. Hari ini ia bertekad menyelesaikan interogasi dengan Baili Zhiyu. Tanpa drama, tanpa kejutan, dan terutama tanpa melibatkan Pangeran Ketiga yang merepotkan.Sayangnya, takdir memiliki rencana lain."Maaf, Tuan Menteri," pelayan Mansion Baili membungkuk sopan. "Tuan Muda Kedua sedang berkunjung ke Manor Menteri Personalia."Xu Jianhong menahan keinginan untuk menengadahkan wajah ke langit dan berteriak pada dewa-dewa yang tampaknya senang mempermainkan hidupnya. Menteri Personalia, Li Chengfeng, merupakan adik mendiang Nyonya Baili."Terima kasih," ucapnya dengan senyum yang hampir retak di ujung.Perjalanan menuju Distrik Akademik terasa seperti pawai kematian. Xu Jianhong terus berharap bahwa hari ini, untuk sekali saja, nasib akan memihaknya
Han Qingsheng, Menteri Hukum, berdiri dengan tenang sembari menikmati sepotong baozi berisi daging yang masih hangat. Wajahnya tampak damai, seolah ia sedang menikmati pagi yang sempurna. Bukan sedang menghadapi Menteri Perang yang hampir mengalami gangguan jiwa.Di sebelahnya, Walikota Longcheng, Shen Guang tersenyum tipis dan duduk dengan elegan di samping Xu Jianhong yang masih terlihat seperti orang yang baru saja selamat dari bencana alam.Dengan suara simpatik yang terdengar tulus, Shen Guang berbicara. "Menteri Xu, aku paham sekali perasaanmu."Xu Jianhong yang sudah mulai pulih dari histerianya tadi akhirnya berdiri, menelan sisa baozi dengan agak tergesa, lalu memberi hormat dengan sopan meskipun masih ada remah baozi menempel di sudut bibirnya."Maafkan saya. Tidak seharusnya Anda berdua menyaksikan keributan memalukan di yamen seperti tadi."Han Qingsheng hanya melambaikan tangan dengan santai, seolah kejadian tadi hanyala
Matahari pagi belum sepenuhnya menyinari ibukota Longcheng ketika Xu Jianhong, Menteri Perang yang biasanya tenang dan berwibawa, sudah duduk di yamen-nya dengan wajah seperti orang yang baru saja mendengar kabar kiamat akan tiba besok.Di hadapannya, sebuah laporan tebal dari Pasukan Jinyiwei terbuka dengan rapi. Halaman demi halaman berisi detail mengenai hilangnya suami ketiga Nyonya Gao Shichen. Kasus yang seharusnya menjadi tanggung jawab Jinyiwei. Bukan yamen, tetapi entah mengapa laporan itu kini sudah ada di atas mejanya.Xu Jianhong membaca dengan teliti, matanya menyapu setiap karakter dengan cermat. Sampai... matanya tiba-tiba membelalak seperti kura-kura yang tersedak air kolam!Xu Jianhong membalik halaman laporan, mengamati setiap detail dengan seksama. Kemudian ia berhenti.Ia melihat dua nama dalam daftar saksi.Ia menutup laporan.Ia membuka laporan lagi, mungkin ada kesalahan cetak.Tidak.Dua
Cahaya obor menari-nari di sudut-sudut jalan Longcheng saat pasukan Jinyiwei masih berkejaran dengan Luo Jìng dan Yan Feng. Derap langkah mereka memecah keheningan malam bagai gemuruh badai di musim hujan. Sementara itu, dari dalam tandu yang bergerak perlahan, Zeyan dan Zhiyu menikmati kekacauan tersebut dengan santai."Menurutmu, mereka akan tertangkap malam ini?" tanya Zhiyu sembari memainkan sepotong kue kacang yang entah didapatnya dari mana.Zeyan mengibaskan kipasnya dengan malas, mengamati sosok-sosok yang melompat dari satu atap ke atap lain. "Terlalu membosankan jika berakhir secepat itu."Tiba-tiba, jeritan panjang dan nyaring membelah udara malam yang dingin!Jeritan itu begitu memilukan, menyusup hingga ke tulang sumsum, membuat bulu kuduk siapa pun berdiri. Para Jinyiwei yang sedang mengejar buronan langsung berhenti, kepala mereka menoleh ke arah jeritan tersebut."Apa itu?" tanya Zhiyu, melongokkan kepalanya keluar tandu.