Share

Bab 7 - Sentuh Tepat di Sana

Tak sampai dua menit Axel sudah berdiri di antara Mysha dan Michael. Sontak wanita berambut panjang yang digelung bawah itu terkejut dan menarik tangannya segera. Mysha bisa merasakan hawa penuh kemarahan ditujukan ke arahnya. Mata biru Axel terasa membekukan. Hanya ada kebisuan yang merebak di antara mereka selama beberapa saat.

"Ikut aku!"

Tanpa basa-basi Axel menarik tangan Mysha untuk bangkit berdiri. Membuat wanita itu tersentak naik dalam keterkejutan.

"What are you doing?!" Michael turut bangkit dan menahan tangan Axel untuk menarik Mysha lebih jauh.

"It's my business. Jangan ikut campur!" Masih terus menatap Mysha, Axel memuntahkan ketidaksukaannya.

"No, you're not! Mysha sedang makan siang bersamaku, jadi ini urusanku juga!"

Meski Michael memiliki suara selembut sutra, baru kali ini Mysha mendengarkan nada tegas melindungi yang begitu kental. Mysha bisa merasakan tangannya bergetar ketika kedua pria di hadapannya berusaha saling  posisi dengan sikap yang tetap terlihat elegan.

Axel menoleh ke arah Michael sedikit. Alis yang sedikit tertekuk dan mata nanar tak juga menggoyahkan Michael. Bibir Axel membentuk garis lurus penuh kebencian. Namun, pengacara Crown Land Developer itu hanya membalasnya dengan wajah yang nyaris tanpa ekspresi.

"It's hurts." Mysha akhirnya angkat bicara ketika genggaman Axel terlalu keras dirasa.

Secara refleks Michael langsung menarik tangannya lepas. Tangan Axel kini kembali menarik Mysha keluar dari kursinya dengan paksa. Axel sama sekali tak peduli saat Mysha meringis kesakitan dan berusaha menahan diri untuk tidak menjerit dan mempermalukan mereka bertiga.

Baru setelah Mysha telah berdiri tak berjarak di sebelahnya, Axel menghentikan tarikan itu. Sama sekali tak dilihatnya Mysha tengah mengelus tangannya yang terasa berdenyut.

"Coba kulihat! Apa sakitnya parah? Perlu ke dokter?" Baru saja Michael mendekat, Axel lagi-lagi menepis tangan pengacara itu.

"Tidak mungkin ada orang yang bisa kesakitan hanya gara-gara disuruh berdiri." Axel membalas dingin. Suaranya tetap lirih, namun terasa menyerang dengan brutal.

"Tidak apa-apa. Saya baik-baik saja." Mysha makin salah tingkah. Wanita itu memilih mundur satu langkah menjauhi keduanya.

Axel menarik napas pelan dan panjang. Membekukan aliran panas yang sedari tadi menjalari pembuluh darahnya. Ia sedang berada di tempat umum karenanya Axel tak ingin ada orang lain melihat dirinya dan Michael memperebutkan wanita.

Axel adalah Don Juan yang dikejar banyak wanita. Bukan sebaliknya. Ia akan menjaga image-nya tetap seperti itu. Saat ini, juga selamanya. Apalagi dengan banyak mata di sekitar mereka. Ya ... bahkan seorang Mysha tidak akan bisa mengubahnya. Lagipula, berkat kekurangajaran Michael, kini sang investor telah menyadari keberadaan mereka dan memandang penuh rasa ingin tahu. Berengsek!

"Di meja Selatan ada investor Arab. Ini makan siang dalam rangka memuluskan negosiasi." Axel sengaja menyembunyikan fakta bahwa sesungguhnya ia telah mendapatkan tanda tangan yang diperlukan.

Mysha dan Michael menoleh serentak ke arah meja yg dimaksud. Mereka bersitatap. Mysha mengangguk kikuk sementara Michael memberikan senyuman paling ramah yang pernah Mysha lihat. Senyuman yang membuat hati kecil wanita itu ingin membelai wajah Michael yang terlihat penuh welas asih.

"Ayo ikut. Akan kuperkenalkan kau padanya."

Kali ini Axel menyeret Mysha tanpa bisa dicegah.

Jantung Mysha seperti pesawat jet yang dipacu sangat kencang. Genggaman tangan Axel terkesan sangat posesif dan mengintimidasi untuk tetap bersamanya.

"Sorry, I was gone for a while. Let me introduce you, ini Mysha Natasha. General Manager kami yang telah merancang desain profitabilitas yang tadi Anda baca." Axel menepuk punggung Mysha perlahan.

"Nice to meet you, Sir." Mysha tersenyum malu-malu.

"Have a seat." Investor Arab itu menunjuk kursi dengan telapak tangan terbuka.

Axel menarik kursi keluar dan membiarkan Mysha duduk di sebelahnya. Axel harus terlihat seperti seorang gentlemen di hadapan investor. Terlihat sebagai pria baik-baik yang bisa dipercaya siapa pun.

Investor Arab itu memuji soal proposal yang Mysha buat dan Axel pun menyampaikan isinya dengan sangat sempurna sehingga ia yakin untuk ikut berpartisipasi.

"It's an honor, Sir." Mysha tersipu mendengar pujian pria asing itu.

"Dia memang berbakat." Axel tiba-tiba menggenggam tangan Mysha hangat.

Jantung Mysha rasanya mau melompat ke luar tubuhnya. Wajahnya mungkin sudah semerah tomat segar. Beraninya Axel melakukan hal ini di depan investor asing?

"Ah, apa kalian sepasang kekasih?" Investor itu tiba-tiba bertanya sesuatu yang nyaris membuat Mysha tersedak napasnya sendiri.

"No, Sir!" Mysha menggeleng cepat-cepat takut Axel merasa tersinggung.

"Not yet," sambung Axel tanpa ekspresi membuat Mysha memandangnya dengan mulut ternganga. Axel jelas memilih saat yang salah untuk bercanda.

Sang investor hanya tertawa dan berkata, "Baiklah, saya doakan kalian langgeng dan lekas sah jadi suami istri."

Mysha hanya bisa tersenyum pasrah. Ia tak mungkin mendebat orang yang sangat penting bagi masa depan perusahaannya. Bisa-bisa investor itu merasa tersinggung dan memilih pergi sebelum menandatangani berkas-berkas.

Lagipula Axel tampak tetap tenang menyesap jus yang dipesannya. Membiarkan jantung Mysha seperti melompat-lompat dalam dadanya saat melihat bibir sensual itu menyentuh tepian gelas kristal.

Mysha bahkan telah melupakan apa yang terjadi pada Michael. Pria berkacamata itu memilih keluar restoran tak lama kemudian. Meninggalkan Axel, Mysha, dan investor Arab itu untuk menyelesaikan makan siang mereka sembari mengobrol.

Ya ... Michael akan menahan diri demi masa depan Crown Land Developer. Ia tak ingin memancing keributan yang tidak perlu, terutama di tempat umum.

*

"Saya tidak suka sikap Anda tadi, Sir!" Mysha menatap Axel di lobi restoran ketika sang investor memilih pulang ke hotel sendirian.

"I don't care. Aku tidak suka kau melalaikan pekerjaanmu dan justru bermesraan dengan orang lain saat jam kantor." Axel menyilangkan tangannya di depan dada. Membuat lekuk otot lengannya tercetak jelas meski ia mengenakan jas hitam berbahan halus.

"But Sir, kami hanya makan siang bersama. Tidak lebih. Lagipula ini kan jam istirahat." Mysha merasa gusar. Ia merasa dirinya akan ditelan Axel bulat-bulat dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman.

"Tidak ada orang yang makan siang sambil bergandengan!" Sentakan Axel membuyarkan lamunan Mysha.

Mysha menarik napas berusaha memahami isi kepala dari lelaki yang luar biasa tampan di hadapannya.

"Saya benar-benar hanya mengobrol tentang masa lalu. Tidak ada yang lebih dari itu." Mysha berusaha membela dirinya. "Saya juga tidak dalam kondisi siap bertemu dengan investor asing. Muka saya kusut, rambut juga sudah agak berantakan. Lagipula, saya sama sekali tidak membawa bahan presentasi. Bagaimana kalau dia sampai kecewa dan malah membatalkan niatnya untuk berinvestasi?"

"Aku sudah membuatnya tanda tangan sebelum makan," jawab Axel enteng.

Mysha terbelalak. "Jadi sudah deal?"

Axel mengangguk. "Itu sebabnya aku ingin memperkenalkanmu yang sangat lihai dalam menyusun rancangan profitabilitas."

"Waaaah, Anda memang hebat, Sir!" Mysha tertawa sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Ekspresi yang membuat mata keemasan wanita itu semakin bercahaya. Rambut keperakannya bergerak seiring kepalanya yang mengangguk puas. Kekesalannya terurai. Mau tidak mau Mysha mengagumi kepiawaian Axel dalam melakukan negosiasi dengan investor. Axel adalah tonggak utama CLD untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak luar. Bahkan di tengah rasa marah yang tak bisa Mysha mengerti alasannya, Axel masih menjaga dirinya supaya tidak langsung menggebrak meja tempat ia dan Michael makan siang, demi menjaga nama baik CLD.

Apa Axel cemburu padanya? Sesuatu yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Mysha. Jika Axel memang menginginkan dirinya seutuhnya, maka hal pertama yang ingin Mysha lakukan adalah ….

"Ayo, kembali ke kantor!"

Lagi-lagi lamunan Mysha harus terganggu oleh kenyataan hidup. Seandainya ia bisa berada dalam dunia khayalnya sebentar lagi, ia mungkin sudah bisa ….

"Kau selalu lamban." Axel merengkuh tangan Mysha dan menariknya tergesa.

Membiarkan degup jantung Mysha bertalu dan pikiran yang semakin tak menentu. Jemari kukuh Axel menangkup tangannya. Kuat namun juga lembut.

"Masuklah."

Mysha kembali tergelagap saat pikiran mesumnya tersingkir pergi.

"Ya Tuhan, Mysha. Kenapa sering melamun?"

Mysha tak menjawab bahkan ketika mobil dengan desain futuristik itu sudah meluncur di atas jalanan kota New York menuju kantornya.

Lagi-lagi Mysha masih bergeming. Takut jika dirinya mengotori mobil mahal ini. Panel berwarna monochrome keperakan tampak sangat berkilau. Bahkan gagang persneling persis seperti kristal sihir yang memukau. Mysha masih tak berani membayangkan jika ia sampai lancang bergerak dan membuat onar.

Axel melirik Mysha yang terduduk kaku dan menunduk dalam. Tanpa sadar seringai dingin menghias wajah tampannya. Mysha pasti kini mengakui kehebatannya sebagai seorang yang tak pernah gagal menggaet investor. Wanita itu akan berpikir jika Axel Delacroix adalah lelaki sempurna yang layak ia puja.

Satu langkah kecil rencananya sudah mulai dijalankan.

*

"Terima kasih sudah mengantarkan saya, Mr. Delacroix." Mysha sedikit mengangguk ketika mereka tiba di depan ruang General Manager.

"Panggil saja Axel." Axel menyipit tajam.

Mysha menggeleng. "Saya tidak boleh melakukannya. Anda atasan saya dan sangat tidak sopan jika saya memanggil nama kecil Anda."

"Aku yang memerintahkanmu begitu. Panggil aku Axel!"

Mysha mengerut takut. Tubuh Axel yang tegap bergerak mendekat dengan perlahan tapi pasti. Menyudutkannya.

Axel menatap Mysha yang ketakutan dengan perasaan tak menentu. Pria itu sungguh ingin menghempaskan Mysha ke dinding dan menghabiskan malam panjang berdua dalam rasa yang tak akan bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Namun setiap Axel melakukan satu langkah pendekatan, Mysha membangun temboknya sendiri.

"Kenapa kau mau memanggil pengacara brengsek itu dengan Michael dan bukan Johannson?!"

Mysha kehilangan senyumnya. Ia paling benci mendengar ada seseorang diolok-ngolok.

"Itu terserah saya."

Axel yang tidak sabar tiba-tiba sedikit mendorong Mysha hingga bersandar ke tembok. Pria itu mencondongkan tubuhnya ke arah Mysha dengan begitu intim. Tangan kanannya menyangga berat tubuh ke dinding nyaris menghimpit tubuh Mysha hingga ia tak bisa bergerak. Wajah mereka kini dalam posisi yang sangat dekat. Nyaris tak berjarak.

"Panggil aku Axel. Atau aku tidak akan melepaskanmu."

Tangan kiri Axel terangkat dan menggenggam tangan Mysha serta mengecupnya perlahan.

Shireishou

Axel kabedon, heii! Kira-kira Mysha akan takut apa suka, ya?

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status