Share

Bab 7 - Sentuh Tepat di Sana

Author: Shireishou
last update Last Updated: 2022-12-16 15:07:06

Tak sampai dua menit Axel sudah berdiri di antara Mysha dan Michael. Sontak wanita berambut panjang yang digelung bawah itu terkejut dan menarik tangannya segera. Mysha bisa merasakan hawa penuh kemarahan ditujukan ke arahnya. Mata biru Axel terasa membekukan. Hanya ada kebisuan yang merebak di antara mereka selama beberapa saat.

"Ikut aku!"

Tanpa basa-basi Axel menarik tangan Mysha untuk bangkit berdiri. Membuat wanita itu tersentak naik dalam keterkejutan.

"What are you doing?!" Michael turut bangkit dan menahan tangan Axel untuk menarik Mysha lebih jauh.

"It's my business. Jangan ikut campur!" Masih terus menatap Mysha, Axel memuntahkan ketidaksukaannya.

"No, you're not! Mysha sedang makan siang bersamaku, jadi ini urusanku juga!"

Meski Michael memiliki suara selembut sutra, baru kali ini Mysha mendengarkan nada tegas melindungi yang begitu kental. Mysha bisa merasakan tangannya bergetar ketika kedua pria di hadapannya berusaha saling  posisi dengan sikap yang tetap terlihat elegan.

Axel menoleh ke arah Michael sedikit. Alis yang sedikit tertekuk dan mata nanar tak juga menggoyahkan Michael. Bibir Axel membentuk garis lurus penuh kebencian. Namun, pengacara Crown Land Developer itu hanya membalasnya dengan wajah yang nyaris tanpa ekspresi.

"It's hurts." Mysha akhirnya angkat bicara ketika genggaman Axel terlalu keras dirasa.

Secara refleks Michael langsung menarik tangannya lepas. Tangan Axel kini kembali menarik Mysha keluar dari kursinya dengan paksa. Axel sama sekali tak peduli saat Mysha meringis kesakitan dan berusaha menahan diri untuk tidak menjerit dan mempermalukan mereka bertiga.

Baru setelah Mysha telah berdiri tak berjarak di sebelahnya, Axel menghentikan tarikan itu. Sama sekali tak dilihatnya Mysha tengah mengelus tangannya yang terasa berdenyut.

"Coba kulihat! Apa sakitnya parah? Perlu ke dokter?" Baru saja Michael mendekat, Axel lagi-lagi menepis tangan pengacara itu.

"Tidak mungkin ada orang yang bisa kesakitan hanya gara-gara disuruh berdiri." Axel membalas dingin. Suaranya tetap lirih, namun terasa menyerang dengan brutal.

"Tidak apa-apa. Saya baik-baik saja." Mysha makin salah tingkah. Wanita itu memilih mundur satu langkah menjauhi keduanya.

Axel menarik napas pelan dan panjang. Membekukan aliran panas yang sedari tadi menjalari pembuluh darahnya. Ia sedang berada di tempat umum karenanya Axel tak ingin ada orang lain melihat dirinya dan Michael memperebutkan wanita.

Axel adalah Don Juan yang dikejar banyak wanita. Bukan sebaliknya. Ia akan menjaga image-nya tetap seperti itu. Saat ini, juga selamanya. Apalagi dengan banyak mata di sekitar mereka. Ya ... bahkan seorang Mysha tidak akan bisa mengubahnya. Lagipula, berkat kekurangajaran Michael, kini sang investor telah menyadari keberadaan mereka dan memandang penuh rasa ingin tahu. Berengsek!

"Di meja Selatan ada investor Arab. Ini makan siang dalam rangka memuluskan negosiasi." Axel sengaja menyembunyikan fakta bahwa sesungguhnya ia telah mendapatkan tanda tangan yang diperlukan.

Mysha dan Michael menoleh serentak ke arah meja yg dimaksud. Mereka bersitatap. Mysha mengangguk kikuk sementara Michael memberikan senyuman paling ramah yang pernah Mysha lihat. Senyuman yang membuat hati kecil wanita itu ingin membelai wajah Michael yang terlihat penuh welas asih.

"Ayo ikut. Akan kuperkenalkan kau padanya."

Kali ini Axel menyeret Mysha tanpa bisa dicegah.

Jantung Mysha seperti pesawat jet yang dipacu sangat kencang. Genggaman tangan Axel terkesan sangat posesif dan mengintimidasi untuk tetap bersamanya.

"Sorry, I was gone for a while. Let me introduce you, ini Mysha Natasha. General Manager kami yang telah merancang desain profitabilitas yang tadi Anda baca." Axel menepuk punggung Mysha perlahan.

"Nice to meet you, Sir." Mysha tersenyum malu-malu.

"Have a seat." Investor Arab itu menunjuk kursi dengan telapak tangan terbuka.

Axel menarik kursi keluar dan membiarkan Mysha duduk di sebelahnya. Axel harus terlihat seperti seorang gentlemen di hadapan investor. Terlihat sebagai pria baik-baik yang bisa dipercaya siapa pun.

Investor Arab itu memuji soal proposal yang Mysha buat dan Axel pun menyampaikan isinya dengan sangat sempurna sehingga ia yakin untuk ikut berpartisipasi.

"It's an honor, Sir." Mysha tersipu mendengar pujian pria asing itu.

"Dia memang berbakat." Axel tiba-tiba menggenggam tangan Mysha hangat.

Jantung Mysha rasanya mau melompat ke luar tubuhnya. Wajahnya mungkin sudah semerah tomat segar. Beraninya Axel melakukan hal ini di depan investor asing?

"Ah, apa kalian sepasang kekasih?" Investor itu tiba-tiba bertanya sesuatu yang nyaris membuat Mysha tersedak napasnya sendiri.

"No, Sir!" Mysha menggeleng cepat-cepat takut Axel merasa tersinggung.

"Not yet," sambung Axel tanpa ekspresi membuat Mysha memandangnya dengan mulut ternganga. Axel jelas memilih saat yang salah untuk bercanda.

Sang investor hanya tertawa dan berkata, "Baiklah, saya doakan kalian langgeng dan lekas sah jadi suami istri."

Mysha hanya bisa tersenyum pasrah. Ia tak mungkin mendebat orang yang sangat penting bagi masa depan perusahaannya. Bisa-bisa investor itu merasa tersinggung dan memilih pergi sebelum menandatangani berkas-berkas.

Lagipula Axel tampak tetap tenang menyesap jus yang dipesannya. Membiarkan jantung Mysha seperti melompat-lompat dalam dadanya saat melihat bibir sensual itu menyentuh tepian gelas kristal.

Mysha bahkan telah melupakan apa yang terjadi pada Michael. Pria berkacamata itu memilih keluar restoran tak lama kemudian. Meninggalkan Axel, Mysha, dan investor Arab itu untuk menyelesaikan makan siang mereka sembari mengobrol.

Ya ... Michael akan menahan diri demi masa depan Crown Land Developer. Ia tak ingin memancing keributan yang tidak perlu, terutama di tempat umum.

*

"Saya tidak suka sikap Anda tadi, Sir!" Mysha menatap Axel di lobi restoran ketika sang investor memilih pulang ke hotel sendirian.

"I don't care. Aku tidak suka kau melalaikan pekerjaanmu dan justru bermesraan dengan orang lain saat jam kantor." Axel menyilangkan tangannya di depan dada. Membuat lekuk otot lengannya tercetak jelas meski ia mengenakan jas hitam berbahan halus.

"But Sir, kami hanya makan siang bersama. Tidak lebih. Lagipula ini kan jam istirahat." Mysha merasa gusar. Ia merasa dirinya akan ditelan Axel bulat-bulat dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman.

"Tidak ada orang yang makan siang sambil bergandengan!" Sentakan Axel membuyarkan lamunan Mysha.

Mysha menarik napas berusaha memahami isi kepala dari lelaki yang luar biasa tampan di hadapannya.

"Saya benar-benar hanya mengobrol tentang masa lalu. Tidak ada yang lebih dari itu." Mysha berusaha membela dirinya. "Saya juga tidak dalam kondisi siap bertemu dengan investor asing. Muka saya kusut, rambut juga sudah agak berantakan. Lagipula, saya sama sekali tidak membawa bahan presentasi. Bagaimana kalau dia sampai kecewa dan malah membatalkan niatnya untuk berinvestasi?"

"Aku sudah membuatnya tanda tangan sebelum makan," jawab Axel enteng.

Mysha terbelalak. "Jadi sudah deal?"

Axel mengangguk. "Itu sebabnya aku ingin memperkenalkanmu yang sangat lihai dalam menyusun rancangan profitabilitas."

"Waaaah, Anda memang hebat, Sir!" Mysha tertawa sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Ekspresi yang membuat mata keemasan wanita itu semakin bercahaya. Rambut keperakannya bergerak seiring kepalanya yang mengangguk puas. Kekesalannya terurai. Mau tidak mau Mysha mengagumi kepiawaian Axel dalam melakukan negosiasi dengan investor. Axel adalah tonggak utama CLD untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak luar. Bahkan di tengah rasa marah yang tak bisa Mysha mengerti alasannya, Axel masih menjaga dirinya supaya tidak langsung menggebrak meja tempat ia dan Michael makan siang, demi menjaga nama baik CLD.

Apa Axel cemburu padanya? Sesuatu yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Mysha. Jika Axel memang menginginkan dirinya seutuhnya, maka hal pertama yang ingin Mysha lakukan adalah ….

"Ayo, kembali ke kantor!"

Lagi-lagi lamunan Mysha harus terganggu oleh kenyataan hidup. Seandainya ia bisa berada dalam dunia khayalnya sebentar lagi, ia mungkin sudah bisa ….

"Kau selalu lamban." Axel merengkuh tangan Mysha dan menariknya tergesa.

Membiarkan degup jantung Mysha bertalu dan pikiran yang semakin tak menentu. Jemari kukuh Axel menangkup tangannya. Kuat namun juga lembut.

"Masuklah."

Mysha kembali tergelagap saat pikiran mesumnya tersingkir pergi.

"Ya Tuhan, Mysha. Kenapa sering melamun?"

Mysha tak menjawab bahkan ketika mobil dengan desain futuristik itu sudah meluncur di atas jalanan kota New York menuju kantornya.

Lagi-lagi Mysha masih bergeming. Takut jika dirinya mengotori mobil mahal ini. Panel berwarna monochrome keperakan tampak sangat berkilau. Bahkan gagang persneling persis seperti kristal sihir yang memukau. Mysha masih tak berani membayangkan jika ia sampai lancang bergerak dan membuat onar.

Axel melirik Mysha yang terduduk kaku dan menunduk dalam. Tanpa sadar seringai dingin menghias wajah tampannya. Mysha pasti kini mengakui kehebatannya sebagai seorang yang tak pernah gagal menggaet investor. Wanita itu akan berpikir jika Axel Delacroix adalah lelaki sempurna yang layak ia puja.

Satu langkah kecil rencananya sudah mulai dijalankan.

*

"Terima kasih sudah mengantarkan saya, Mr. Delacroix." Mysha sedikit mengangguk ketika mereka tiba di depan ruang General Manager.

"Panggil saja Axel." Axel menyipit tajam.

Mysha menggeleng. "Saya tidak boleh melakukannya. Anda atasan saya dan sangat tidak sopan jika saya memanggil nama kecil Anda."

"Aku yang memerintahkanmu begitu. Panggil aku Axel!"

Mysha mengerut takut. Tubuh Axel yang tegap bergerak mendekat dengan perlahan tapi pasti. Menyudutkannya.

Axel menatap Mysha yang ketakutan dengan perasaan tak menentu. Pria itu sungguh ingin menghempaskan Mysha ke dinding dan menghabiskan malam panjang berdua dalam rasa yang tak akan bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Namun setiap Axel melakukan satu langkah pendekatan, Mysha membangun temboknya sendiri.

"Kenapa kau mau memanggil pengacara brengsek itu dengan Michael dan bukan Johannson?!"

Mysha kehilangan senyumnya. Ia paling benci mendengar ada seseorang diolok-ngolok.

"Itu terserah saya."

Axel yang tidak sabar tiba-tiba sedikit mendorong Mysha hingga bersandar ke tembok. Pria itu mencondongkan tubuhnya ke arah Mysha dengan begitu intim. Tangan kanannya menyangga berat tubuh ke dinding nyaris menghimpit tubuh Mysha hingga ia tak bisa bergerak. Wajah mereka kini dalam posisi yang sangat dekat. Nyaris tak berjarak.

"Panggil aku Axel. Atau aku tidak akan melepaskanmu."

Tangan kiri Axel terangkat dan menggenggam tangan Mysha serta mengecupnya perlahan.

Shireishou

Axel kabedon, heii! Kira-kira Mysha akan takut apa suka, ya?

| 5
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   EPILOG

    "Siapa lagi, pria yang menyatakan cinta padamu?""Astaga, maksudmu Lee Ji Wook!" seru Aria sambil menutup mulutnya yang membuka lebar. "Dia sudah tidak di sini saat pesta prom. Ji Wook mengambil kuliah di Munich. Sekarang dia bahkan sudah sibuk kursus pra kuliah untuk belajar bahasa Jerman. Hanya sekali seminggu dia berkirim kabar."Keheningan sesaat menggantung di antara mereka. Aria mengerutkan kening, melepaskan pandangan penuh selidik ke arah Axel."Mengapa kau bertanya seperti itu? Jangan-jangan kau yang diam-diam masih berhubungan dengan Sophia," cetus Aria curiga.Axel terkesiap, matanya membulat menatap tajam ke dalam mata Aria."Sejak dulu aku justru selalu menghindari ular betina macam Sophia. Dan sejak kejadian di depan laboratorium waktu itu ia sudah tidak berani lagi menampakkan diri di depan kita. Aku bahkan sudah lupa padanya sampai kau menyebut namanya tadi."Aria tertawa keras. "Aku hanya bercanda. Aku suka wajahmu yang kage

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 42 - Akhir

    Suasana bandara internasional JFK nyaris tak pernah sepi. Bendera Amerika tergantung menjuntai di rangka langit-langit atap bandara, jajaran restoran dan toko oleh-oleh ramai dipadati pengunjung. Papan reklame diletakkan di antara meja-meja petugas bandara yang sibuk melayani calon penumpang, monitor melingkar silih berganti menampilkan informasi kedatangan dan keberangkatan.Di tengah hiruk pikuk kesibukan bandara terbesar di New York City itu, dua insan yang tengah menapaki impian mereka tampak canggung berdiri di depan gate.Pemuda tampan bernetra emerald itu menatap intens gadis manis berpakaian gaya Ulzzang yang ia belikan di Westfield World Trade Center setahun yang lalu."Axel, apa kau yakin akan kuliah di San Francisco? Bagaimana jika Grandma merindukanmu? Di New York saja banyak universitas bagus, tak usahlah pergi jauh." Suara Thea memutus perhatian Axel. Ia masih berusaha membujuk cucu kesayangannya agar berubah pikiran."Grandma, please jangan

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 41 - Janji untuk Ditepat

    Suara kenop pintu yang diputar mengejutkan Aria. Cepat-cepat ia berpaling dari wajah tampan yang melenakan di hadapannya. Tepat ketika seorang pria paruh baya melangkah masuk. Sang ayah memandangi sepasang anak muda di hadapannya dalam diam selama beberapa detik sebelum akhirnya dia sadar apa yang mungkin baru terjadi."Hey, man! What are you doing?" seru pria itu mendapati tamu laki-laki di apartemennya begitu dekat dengan putrinya."Papa ...," ucap Aria lirih sambil memandang wajah ayahnya yang tampak marah sekaligus khawatir.Axel gelagapan mendengar makian dari pria paruh baya yang ternyata adalah orang tua Aria. Pemuda itu tidak menyangka akan bertemu ayah Aria dengan cara seperti ini. Ia khawatir lelaki sepantaran Dad itu salah paham terhadapnya."I- I did nothing, Sir. Saya hanya mengantar Aria pulang," jawab Axel gugup. Belum pernah ia merasa segugup ini menghadapi seseorang, lebih dari ketika dia menghadapi ayahnya sendiri. Mungkin ka

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 40 - Kisah

    "Aria, ada hal yang ingin aku bicarakan ...."Netra sewarna zamrud itu terlihat menyimpan bayang duka yang menggantung pekat. Aria bisa merasakan jemari kukuh itu mengeratkan genggaman. Jantungnya berdentam tak keruan.Sejak mereka bersama, Axel melancarkan aneka macam pujian yang membuatnya tak berkutik. Gadis itu bahkan tak tahu harus berekspresi apa menerima semua kalimat yang sepertinya tak mungkin layak diterima itu.Pada akhirnya, di sinilah keduanya. Mereka berada dalam satu ruangan di sebuah apartemen dua kamar yang tak terlalu luas. Sofa empuk yang mereka duduki mungkin tak sebanding dengan yang biasa Axel miliki. Lemari buku mungkin menebarkan aroma khas yang buat sebagian orang adalah candu, tapi buat yang lain terasa seperti debu.Sebersit rasa khawatir Axel akan merasa tak nyaman di apartemennya. Namun, pemuda itu tampak tak peduli. Sedikitnya Aria merasa lega.Air minum yang disediakannya sudah tandas. Aria ingin mengambil air dingin

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 39 - Kepercayaan yang Dibangun

    Pertanyaan dari Axel membuat Aria terdiam. Dia memandang pemuda di hadapannya dalam kesunyian, sementara Axel membiarkan keadaan itu berlangsung. Dia ingin tahu tentang Aria. Gadis misterius yang sudah mencuri hatinya sejak awal berjumpa dan tidak pernah gagal untuk membuatnya kagum. Aria sendiri bingung mau bercerita atau tidak. Rasanya sudah lama sekali sejak dia menyebut kata "mama" dengan bibirnya dan mengingat tentang seorang wanita yang melahirkannya."Mamaku ...." Aria menggantung kata-kata di udara dan menelan ludah sebelum melanjutkan, "Dia bercerai dengan Papaku."Ada sesuatu yang berat jatuh dalam benak Axel. Mata hijaunya melembut memandang Aria yang berusaha menata perasaannya. Gadis itu menarik napas dan mengerjapkan matanya beberapa kali."Sudah empat bulan berlalu sejak putusan hakim." Aria memandangi foto wanita di tangan sambil membelai pigura yang berjajar. "Itulah mengapa Papa kembali ke negara asalnya."Axel mendengarkan itu sambil me

  • Passionate CEO - Malam yang Tak Terlupakan   Bab 38 - Canapes Semanis Wajahmu

    Aria berusaha mengalihkan pikiran dengan memandang sekeliling. Ia memutuskan untuk menemani pria ini saja sekarang. Mungkin nanti jika ada kesempatan, ia akan bertanya.Restoran yang mereka masuki didominasi warna hitam dan putih. Tempatnya cukup ramai, tetapi masih terbilang nyaman bagi pelanggan yang menginginkan privasi. Deretan kue-kue cantik terpajang di etalase, menggugah selera makan siapa pun yang melihat."Kau mau makan apa?" tanya Axel sembari memperhatikan Aria yang sibuk memandang daftar menu yang terpampang di dinding.Aria bergeming. Matanya masih menatap jajaran menu dan harga yang tercantum di sampingnya. Harga yang bisa menyebabkan kantongnya menipis seketika. Axel sudah terlalu baik membelikannya baju mahal, ia tidak mau dianggap sebagai perempuan yang suka memanfaatkan pria kaya seperti kata Sophia kemarin.Mereka sudah mengantre di depan konter dan hampir tiba di kasir untuk memesan. Axel bertanya sekali lagi. Ia menggamit lengan Aria,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status