Share

Bab 3

Penulis: Thalia
Fiona yang berpenampilan anggun dan berkepribadian tenang, ternyata punya hobi yang mesum.

Namun, aku sama sekali tidak berani membongkarnya. Aku hanya bisa menggertakkan gigi dan berpura-pura tidak tahu apa-apa. Aku meraba-raba untuk melepas pakaian dan mandi.

Karena terlalu canggung, aku mencoba memanggilnya sekali.

Namun, dia berpura-pura tidak mendengar dan sudut bibirnya tersenyum. Dia memandangi tubuhku dengan penuh minat.

Sejujurnya, ini adalah mandi yang paling menyiksa yang pernah aku alami.

Jantungku tidak pernah tenang, dan aku tidak berani lengah sedikit pun.

Bahkan aku sedikit menyesal, kalau tahu begini tadi seharusnya aku tidak usah tinggal.

Untungnya, para pria biasanya mandi lebih cepat.

Setelah membilas tubuhku, aku cepat-cepat mengeringkan tubuhku dan mengenakan pakaian.

Baru saat itu, Fiona menarik kembali pandangannya dengan puas, lalu diam-diam berjalan kembali ke pintu kamar mandi, berpura-pura mendorong pintu dan masuk.

"Galen, apa kamu sudah selesai mandi?"

"Kalau ada sesuatu yang nggak nyaman, katakan saja ke Kakak."

Aku tersenyum dan berkata, "Sudah selesai. Mandinya berjalan cukup lancar."

"Bagaimanapun, aku sudah buta selama tiga tahun, jadi sudah terbiasa mandi dalam kegelapan."

Fiona tampak agak penasaran.

"Dulu kamu kenapa bisa buta?"

Aku menghela napas. "Kecelakaan mobil..."

Tiga tahun lalu, aku baru saja lulus kuliah, punya pekerjaan yang stabil, dan menjalin hubungan yang cukup harmonis dengan pacarku.

Kami bahkan sudah membicarakan pernikahan dan bersiap untuk melangkah ke jenjang selanjutnya.

Sayangnya, sebuah kecelakaan mobil menghancurkan semuanya!

Aku mengalami luka parah dan terbaring di rumah sakit lebih dari sebulan, dan kedua mataku buta.

Bukan hanya kehilangan pekerjaan, biaya pengobatan juga menguras seluruh tabungan keluargaku, dan pacarku pun meninggalkanku...

Saat itu, aku sempat jatuh dalam keputusasaan, bahkan pernah terpikir untuk mengakhiri hidup.

Ekspresi wajah Fiona tampak rumit, dia menepuk pundakku dan menenangkanku dengan beberapa kata.

"Maaf, aku seharusnya nggak membahas hal-hal menyedihkan itu."

Aku tersenyum. "Nggak apa-apa, semuanya sudah berlalu. Sekarang, aku sudah bangkit kembali."

Makan malam sudah dipersiapkan Fiona sejak tadi.

Setelah memanaskannya di dalam oven mikrogelombang, dia langsung menyajikannya di atas meja.

Fiona bahkan secara khusus membuka sebotol anggur merah mahal dan memintaku menemaninya minum beberapa gelas.

Melihat suasana seperti ini, hatiku diam-diam merasa sedikit berharap sekaligus sedikit gugup.

Kalau kehilangan kendali karena mabuk, aku masih bisa menahannya.

Yang kutakutkan adalah jika Fiona akan memainkan permainan yang menggairahkan, aku mungkin tidak bisa menahannya.

Fiona menyuruhku makan dengan ramah, lalu menuangkan anggur merah.

"Hal-hal menyedihkan di masa lalu, jangan dipikirkan lagi."

"Kalau kelak kamu mengalami kesulitan, Kakak akan melindungimu. Ayo, bersulang!"

Namun, saat dia menyerahkan anggur merah itu padaku.

Aku terkejut saat mendapati dia menjatuhkan sebutir obat ke dalam gelas anggur.

Begitu obat itu masuk ke dalam, obat itu langsung larut dan muncul gelembung-gelembung kecil.

Namun, setelah sedikit digoyangkan, anggur itu tampak tidak ada bedanya dengan anggur merah pada umumnya.

Di saat itu, aku sedikit terpaku.

Apa maksudnya ini?

Apakah dia takut aku menolak, sampai-sampai memberiku obat?

Kita ini sama-sama orang dewasa. Kenapa tidak terus terang saja, jika ada yang diinginkan?

Jika itu obat perangsang, aku mungkin masih bisa meminumnya.

Bagaimana kalau ternyata benda itu adalah obat terlarang.

"Kenapa diam saja? Ayo, pegang gelasnya dan temani Kakak minum sedikit."

Fiona langsung menyodorkan gelas ke tanganku dan tidak memberiku kesempatan untuk menolak.

Aku tersenyum canggung. "Uhuk... Kak, bukannya aku menolak."

"Dokter mengatakan, aku nggak boleh minum alkohol karena bisa memperparah kondisi mataku."

Fiona tertawa pelan sambil menggelengkan kepala.

"Oh? Nggak bisa minum alkohol, nggak masalah."

"Kalau minum jus nggak apa-apa, 'kan?"

Sambil bicara, dia kembali menyerahkan segelas jus yang juga sudah diberi obat.

Aku kembali terpaku, mau menerima salah, menolak juga tidak enak. Otakku berputar keras mencari alasan.

Alis Fiona terangkat, sudut bibirnya membentuk senyum penuh arti.

"Galen, jujur saja sama Kakak. Kamu sudah melihat semuanya, 'kan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nurlailah
semuanya GK BSA dibuka mau lanjut baca, bner kata mbak Evi knp GK buka iklan aja biar msh BSA baca bab selanjutnya??.........
goodnovel comment avatar
Evi Sofiani
knp ga buks iklan aja sih spt yg lainnya,kan yg baca ini pasti orng yg ga sibuk dan ga punya uang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pelajaran Pijat Khusus   Bab 9

    Kecelakaan itu, membuatku mengalami luka parah dan hampir tidak selamat.Saat itu, demi menyelamatkanku, orang tuaku menghabiskan seluruh tabungan keluarga.Mungkin karena merasa aku tidak akan pernah bisa bangkit lagi, pacarku pun diam-diam meninggalkan aku pada saat itu.Meskipun pada akhirnya aku berhasil selamat.Selain itu, berkat kompensasi dari pelaku kecelakaan, biaya pengobatan bisa tertutupi.Namun, aku tetap kehilangan pekerjaan, pacar, penglihatan, dan masa depanku yang cerah.Saat itu, aku benar-benar membenci si pelaku.Orang tuaku juga geram dan bersikukuh menolak untuk berdamai.Namun, pada akhirnya dia hanya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.Satu-satunya hal yang membuat orang tuaku sedikit bahagia adalah istri si pelaku ternyata cukup pengertian. Kami pun berhasil mendapatkan kompensasi dengan lancar.Tampaknya, ketika aku mulai bekerja sebagai tukang pijat tunanetra, dia juga ikut turun tangan membantuku.Sayangnya, saat itu mataku memang benar-benar tidak bisa me

  • Pelajaran Pijat Khusus   Bab 8

    Masalah utamanya adalah dia sudah mengungkapkan caranya. Bagaimana mungkin aku masih bisa berpura-pura mendapatkan kepercayaannya lagi?"Kalau kamu nggak mau mengatakannya, lupakan saja! Aku akan mencari cara sendiri!"Dalam dua hari berikutnya, aku benar-benar mengerahkan segala cara dan hampir membongkar seluruh isi rumah.Namun, rumah ini lebih kokoh daripada yang aku duga.Rumah ini benar-benar seperti kurungan baja.Fiona tidak lagi membuat keributan, dia malah mencoba menenangkanku."Dulu, yang paling lama, aku pernah dikurung di tempat ini lebih dari setengah bulan dan pria itu nggak pernah muncul sama sekali.""Aku sudah berusaha keras selama setengah bulan penuh, tapi tetap saja nggak bisa keluar. Kamu juga nggak akan berhasil."Aku mengernyit dan mengabaikan ucapannya yang menjatuhkan semangatku.Pasti ada jalan keluar. Hanya saja, tanpa alat yang memadai, sangat sulit untuk mewujudkannya.Untungnya, makanan di dalam kulkas besar di dapur masih cukup banyak. Setidaknya dua ha

  • Pelajaran Pijat Khusus   Bab 7

    Sambil makan untuk mengembalikan tenagaku, aku memberi isyarat padanya untuk melanjutkan ceritanya.Ekspresi wajah Fiona tampak sedikit bergumul.Seolah-olah untuk menceritakan kisah ini, dia harus mengumpulkan keberanian yang sangat besar."Waktu itu, aku pernah menonton sebuah film luar. Di dalam film itu, ada seorang pianis yang berpura-pura menjadi tunanetra..."Mendengar perkataannya, aku langsung teringat.Aku memang pernah melihat orang-orang membicarakan film ini di internet.Pianis yang berpura-pura menjadi tunanetra itu memang cukup mirip dengan kondisiku saat ini.Sementara Fiona, keadaannya bahkan lebih dari sekadar mirip.Sejak awal, Fiona memang belajar piano dan kemampuannya pun cukup bagus.Karena ibunya menderita sakit parah dan butuh biaya pengobatan yang besar, dia pun memberanikan diri meniru cerita dalam film itu."Ketika aku tampil sebagai seorang tunanetra, para penonton nggak pernah bersikap kasar atau mempersulitku. Mereka justru menunjukkan rasa simpati." "Ak

  • Pelajaran Pijat Khusus   Bab 6

    Plak!Satu tamparan lagi mendarat di wajahnya."Dasar wanita gila, ternyata kamu juga bisa takut, ya?""Ke mana perginya kesombonganmu tadi?""Aku ini hanya ingin mencari uang, bukan menggali kuburan leluhurmu. Perlukah kamu menyiksaku seperti ini?"Fiona meringkuk di lantai, menangis tersedu-sedu dan seluruh tubuhnya gemetar hebat.Sesaat, aku benar-benar merasa bingung.Seolah-olah yang melakukan hal buruk itu bukan dia.Sebaliknya, akulah yang tampak seperti penjahat yang tengah menganiaya seorang wanita baik-baik.Demi Tuhan, aku benar-benar bukanlah orang yang sekejam itu.Melihat keadaannya seperti itu, aku menghela napas dan tidak melanjutkannya. Aku hanya mengikatnya seperti yang Fiona lakukan padaku.Setelah itu, aku mulai menggeledah ruangan untuk mencari ponselku dan berniat menelepon polisi.Namun, yang membuatku benar-benar frustrasi adalah, aku sudah mencari di suruh seluruh penjuru ruangan, tapi aku tetap tidak menemukan ponselku.Selain itu, yang lebih parah lagi, rumah

  • Pelajaran Pijat Khusus   Bab 5

    Otakku bekerja dengan cepat, sambil berusaha keras melepaskan diri dari tali.Di saat yang sama, aku memikirkan gimana hadapi wanita gila ini, setidaknya demi menjaga keselamatanku untuk sementara waktu."Kak, kamu benar-benar tahu cara bermain, ya!""Kalau kamu memang suka permainan seperti ini, kita bisa saling jujur. Aku pasti akan bekerja sama sepenuhnya.""Kamu membuat suasananya jadi menegangkan, membuat takut saja."Aku memaksakan sebuah senyuman dan mencoba menenangkannya.Fiona mencibir dingin."Jangan pura-pura di depanku. Trikmu itu, sudah pernah Kakak pakai dulu!""Galen, aku sudah memberimu kesempatan sebelumnya, sayangnya kamu yang nggak tahu menghargainya!""Sekarang, kamu baru mau kejujuran, 'kan? Kalau saja dari awal kamu mau mengakui bahwa kamu hanya pura-pura buta, kamu nggak akan berakhir dalam situasi seperti ini."Aku hanya bisa tersenyum pahit di dalam hati.Pantas saja dia terus-menerus mengujiku, ternyata dia sudah lama curiga kalau aku hanya berpura-pura.Namu

  • Pelajaran Pijat Khusus   Bab 4

    Aku langsung terkejut dan keringat dingin mengalir di punggung."Apa? Melihat apa?"Aku secara refleks mengosongkan pandangan dan berpura-pura benar-benar tidak bisa melihat.Kedua tanganku meraba-raba udara dengan gugup dan tampak kebingungan.Saat itu, aku bahkan sudah bersiap.Kalau memang tidak bisa menghindar, tidak ada pilihan lain, aku akan langsung meminumnya.Aku juga penasaran, sebenarnya obat apa yang dimasukkan Fiona ke dalam minuman.Fiona mengernyitkan alis dan tidak berkata apa-apa lagi. Dia diam-diam menukar gelasku dengan jus biasa."Nggak, Kakak hanya bercanda denganmu.""Ayo, kita bersulang!"Aku diam-diam menghela napas lega dan menerima jusnya, lalu bersulang dengannya.Setelah meminum beberapa gelas anggur, wajah Fiona mulai memerah dan pandangannya sedikit kabur. Dia menatap lurus ke arahku.Aku hanya bisa berpura-pura tidak melihat, bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dan mengobrol santai dengannya.Tiba-tiba, Fiona mengulurkan tangan dan melambaikannya di dep

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status