Share

Mas Kapan Nikahi Aku?

Satriyo merebahkan badan di ranjang bersprei motif bunga-bunga. Matanya berkilau menatap keindahan di depannya. Satu persatu apa yang dikenakan Janice dilepas dan dibiarkan jatuh di lantai. Menyisakan pakaian dalam saja. Wanita itu tersenyum menggoda dan meliukkan tubuhnya untuk menggoda. Satriyo gemas. Ditariknya pinggang langsing Janice dalam dekapan. Mereka saling menyalurkan kehangatan yang lama dipendam cukup lama. Seolah sudah memendam kerinduan cukup lama.

Desah napas yang memburu dan jeritan kecil mewarnai kamar dengan pencahayaan syahdu milik Janice. Erangan kecil dari bibir seksi Janice memacu semangat Satriyo untuk terus menuju puncak. Jemari lentik Janice menggaruk punggung Satriyo sebagai pelampiasan hasratnya yang menggebu.

Erangan panjang beradu dari mulut Satriyo dan Janice. Keduanya berpelukam erat setelah mencapai puncak. Mereka terengah-engah dan jatuh terkapar di ranjang yang berkeringat. Kenikmatan untuk kesekian kalinya yang mereka raih berdua. Kenikmatan yang tidak mudah dilupakan Janice meski pernah merasakannya dengan para mantannya. Kenikmatan yang sudah lama tidak dirasakan oleh Satriyo bersama sang istri yang kini entah sedang apa. Kenikmatan yang membuat mereka melakukannya lagi dan lagi.

"Mas pulang, ya?" tanya Satriyo menatap Janice yang tengah memejamkan mata. Lengan wanita itu melingkar di pinggang Satriyo. Dia menggeliat dan menghela napas panjang.

"Kan besok kita masih bisa ketemu, Sayang," ucap Satriyo mengusap pipi halus Janice dan mengecupnya. Seolah tahu jika sang kekasih hati tidak merelakan kepergiannya.

"Mas takut ketahuan, ya?" ucap Janice pelan nyaris tak terdengar.

Satriyo menghela napas. Dia menatap langit-langit kamar dengan gambar bintang berwarna merah muda. Pikirannya seolah memenuhi langit kamar Janice.

"Mas, kapan kita nikah?" Kali ini Janice menghadap Satriyo dan memeluknya. Satriyo menarik kepalanya untuk rebahan di dada bidangnya. Sekilas dikecupnya dahi Janice dengan hangat.

"Manda lagi nggak sehat, Sayang."

"Kan dari dulu memang nggak pernah sehat, Mas."

Satriyo terdiam. Janice benar. Hampir lima tahun ini kesehatan Manda semakin menurun. Tubuhnya melemah dan gampang sakit. Wajah cerahnya semakin hari semakin pucat. Tubuh yang dulu berisi dan sintal kini semakin kurus. Jangan tanya bagaimana wanita itu di ranjang, karena sudah pasti Satriyo tidak pernah mendapatkannya. Jangankan untuk memintanya, membayangkannya saja Satriyo tidak lagi berani.

"Mas, memangnya Mas mau kita begini terus?"

Satriyo menatap wajah cantik di depannya. Dikecupnya ujung hidung bangir Janice. Wanita itu tersenyum, geli.

"Mas nggak tahu harus bagaimana, Sayang," ucap Satriyo pasrah.

"Kok gitu?"

"Mas kasihan sama Manda. Anak-anak juga."

Janice sontak bangkit dari ranjang. Tubuh tanpa pakaiannya hanya ditutup handuk kecil. Dia duduk di kursi depan meja rias.

"Terus Mas nggak kasihan sama aku?" Janice menoleh. Satriyo duduk tepi ranjang, menatap jendela.

"Aku udah kasih semuanya, Mas. Aku bahkan rela dikatain pelakor sama Clara, sahabatku sendiri. Aku sudah cukup sabar dengan cuma diam dan nggak pernah muncul di dekat kamu. Ngeliat kamu tapi nggak dekat, itu penyiksaan, Mas. Sampai kapan aku harus pura-pura kita hanya sebatas dosen dan mahasiswi?" cerca Janice meluapkan isi hatinya.

Dada Janice sesak. Deru napasnya naik turun. Membuatnya semakin sesak. Air mata keluar tanpa bisa dikendalikan lagi. Janice terisak.

Satriyo bangkit, menutup selimut ke tubuhnya. Dia mendekati Janice dan memeluknya.

"Kamu mau kita nikah?" tanya Satriyo pelan di samping telinga Janice. Wanita itu hanya diam. "Kasih Mas waktu untuk menjauhi Manda!"

Satriyo berbalik. Dipungutinya satu persatu pakaiannya yang tercecer di lantai. Perlahan dia mengenakannya. Namun kemudian tiba-tiba Janice memeluknya dari belakang.

"Mau aku bantu?"

Satriyo terdiam. Janice membalik tubuh atletisnya untuk saling berhadapan. "Aku nggak mau Mas menghadapi mereka sendirian. Aku harus membantu!"

Satriyo mengerutkan kening. "Bagaimana?"

Janice tersenyum dan mengerling. "Mereka harus tahu hubungan kita secepatnya!"

Satriyo menggeleng. "Mas nggak setuju!"

"Kenapa?"

"Biar mereka tahu pelan-pelan."

Janice merengut dan Satriyo tidak peduli. Dia menerusakan acara berpakaiannya. H

Selesai berpakaian, Satriyo meraih kunci mobil lantas meninggalkan Janice. Tanpa pamit juga kecupan perpisahan. Janice hanya mematung menatap punggung Satriyo yang menghilang di balik daun pintu. Hingga kemudian terdengar suara deru mobilnya menjauhi rumah.

Perlahan mata bening Janice kembali mendung. Satu persatu tetes air matanya membasahi paha yang terbuka. Janice membuang wajah, menatap halaman belakang rumahnya yang penuh mawar berbagai warna.

"Aku nggak mau pisah sama kamu, Mas," gumamnya pelan. Namun cukup membuat telinga dan hatinya seakan robek. Janice menutup wajahnya dengan tangan. Membiarkan isaknya semakin keras dan air matanya terus tumpah.

Masih jelas dalam ingatannya bagaimana pertama kali dia dan Satriyo bertemu. Dosen bahasa Indonesia itu tengah mengajar mata kuliah di fakultasnya, Ilmu Pemerintahan. Mereka saling tatap saat pertama kali Satriyo memasuki kelasnya. Entah mengapa lelaki yang sudah sangat dewasa itu terlihat menarik baginya. Bahasa Indonesia yang baginya sangat membosankan menjelma menjadi mata kuliah favorit.

Janice merasa Satriyo terus memperhatikannya ketika mengajar. Mereka sering kali bersitatap tanpa sengaja. Tatapan yang membuat keduanya saling berdebar. Bagi Janice itu bukan tatapan penuh nafsu akan tubuh indahnya seperti yang sering dia terima. Namun itu adalah tatapan penuh rasa ketertarikan dan perasaan khusus.

Merasa penasaran, Janice mencari tahu tentang Satriyo. Bukannya kecewa karena tahu jika Satriyo sudah beristri, Janice semakin kagum. Kagum akan pribadi dan karismatiknya.

"Anak sulungnya kuliah di sini juga?" tanyanya ketika melihat profil Satriyo di media sosial. Mata bening Janice membulat. "Oh, dia, tho? Kayak nggak asing!" Janice lantas memperhatikan foto pemuda seusianya yang tengah di pantai.

Hari berganti, rasa kagum Janice perlahan berubah. Wanita itu seolah tak lelah mencuri perhatian Satriyo. Hingga kemudian mereka bertemu dan berbicara empat mata saat Janice konsultasi tugas akhirnya.

"Temui saya di ruangan saya, ya. Di prodi Bahasa!" Begitu pinta Satriyo saat itu. Bukan karena alasan hanya saja saat itu memang waktu mengajar Satriyo sudah habis.

Pertemuan pertama nyatanya berkesan dalam bagi Janice. Satriyo lebih ramah dan supel ketika tidak mengajar. Janice merasa Satriyo lebih bersahabat dan membuatnya mudah memahami materi ketika dalam keadaan nonformal. Berawal dari sanalah Janice mendapatkan kontak Satriyo. Mereka lantas lebih intens berkomunikasi.

[Entah apa dan bagaimana, saya rasa saya jatuh cinta pada bapak.]

Janice tidak berani membuka ponselnya hingga berhari-hari setelah mengirim sebaris kalimat lancang itu. Dia terlalu takut dan malu untuk mengetahui jawaban Satriyo. Di kampus pun Janice selalu menghindari bersitatap dan bertemu dengan Satriyo.

"Kamu nggak salah, kok. Kenapa harus setakut itu setelah mengirim pesan pada saya!"

Begitu isi surat yang Janice temukan di kertas quisnya ketika dibagikan Satriyo. Saat itu juga dia membuka ponsel dan mendapati lima pesan Satriyo.

[Bolehkah saya kagum? Ah, sudah sejak lama saya kagum sama kamu, kan?]

[Saya rasa perasaan kamu tidak salah!]

[Kita punya perasaan yang sama.]

[Apakah tindakan lari dan menghindariku yang kamu lakukan adalah bentuk dari ledakan perasaanmu yang tak terkendali?]

[Saya juga punya rasa yang sama, Janice Michella Harsono. Saya mencintaimu.]

Gayung bersambut, pertemuan pertama mereka layaknya remaja kasmaran pada umumnya. Janice dan Satriyo membuat janji bertemu di sebuah kafe. Cinta semakin tumbuh. Semakin besar. Cinta yang fitrahnya suci harus tumbuh di lahan yang salah. Apalagi keduanya lantas langsung menyiramnya dengan birahi masing-masing. Birahi yang serupa lem super. Mengikat dan merekatkan mereka hingga nyaris tak terpisahkan. Padahal mereka tidak seharusnya bersama.

....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Minarni
mudah2 an Janice dan Satriyo mendapat karma
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status