Share

Bab 4. Kembalinya masa Lalu

Dini mengambil air wudhu dari kran di kamar mandi rumah pak Sidik. Perasaannya campur aduk, setelah mendengar semua kejadian yang diceritakan oleh pamannya Iwan.

”Neng Dini ga perlu temui Iwan dan neng Dewi lagi. Kasian mereka..”

Dini mengangguk pelan.

Dalam shalat, Dini mengadukan semua kepada Tuhannya. Tiba-tiba saja ia langsung menangis karena teringat akan dosanya yang begitu banyak terasa. Pikirannya yang kalut karena beranggapan bahwa salahnya itu banyak sekali, mungkin Tuhan juga tidak mudah memaafkan dirinya. 

Dini shalat dengan sangat khusyuk, disetiap gerakan shalat wanita itu tidak hentinya meneteskan air mata. Hingga diakhiri dengan salam. Dini memanjatkan doa, kesulitannya dia berkata, karena lidahnya kelu, dan hanya mampu menangis dengan hebat.

 

"Aku adalah pendosa, aku begitu buruk ya Allah, sekarang ini aku menghadap padaMu, dengan keadaanku yang seperti ini. 

Ya Allah... Maukah Engkau memaafkan aku? Seorang wanita yang hina dan banyak menorehkan malu pada diri sendiri, ya Allah hukum aku jika engkau marah padaku, namun ampuni aku ya Allah, aku tidak memiliki tempat untuk mengadu, aku telah sadar akan kesalahanku, aku minta maaf dengan tulus padaMu ya robbi," kata batin Dini.

Wanita itu sesenggukan menangis dalam sujudnya. Seluruh dosa yang telah diperbuatnya, kini muncul dalam ingatannya.

Saat itu juga Dini mendadak teringat pada dosanya terhadap Dewi dan juga Iwan. Kontak rasa itu terasakan oleh Iwan, yang tiba-tiba ingin menengok pamannya ke Serang. Sedangkan Dewi, sering didatangi Dini dalam mimpinya,

”Maafkan saya non Dewi, maafkan saya..”

Dini datang ke dalam mimpi Dewi sampai bersujud-sujud memohon ampunan dari Dewi.

Kesalahan yang pernah wanita itu lakukan terhadap Dewi, membuat dirinya merasa malu dan hancur atas perbuatannya yang dahulu.

"Aku harus minta maaf kepada mereka, aku tidak boleh merasa semua baik-baik saja, padahal aku telah menyakiti perasaan seorang wanita yang begitu lemah, aku adalah wanita juga tapi aku begitu kejam dulu, astaghfirullah, sebaiknya aku segera mencari keberadaan Dewi dan Iwan, aku ingin meminta maaf, aku tidak tahu apakah diriku akan diterima atau tidak, aku sudah siap atas segala hal yang mungkin saja akan dilakukan Dewi padaku, ini adalah resiko yang harus aku tanggung dan terima."  

Wanita itu telah membulatkan tekadnya untuk menemui Dewi.

**

Sementara itu, Iwan sudah dikontrak kerja di Kedai Kopi Para Mantan. Sekarang dia sudah berhasil mempertemukan Tia dengan ibunya. Waktunya Iwan menjaga diri sendiri dan berusaha berubah lebih baik.

Di tempat pekerjaan Iwan diberi fasilitas tidur satu kamar bersama Robby, dengan kasur masing-masing. Robby sangat baik padanya, hanya saja Mytha, pacarnya Robby yang sering datang; jadi tidak bisa menginap disitu; karena ada Iwan.

Mytha selalu mencari cara supaya Iwan pergi dari situ, tapi Robby selalu membela Iwan. Ada rasa kurang enak, atas perlakuan Mytha terhadap Iwan,

 

"Myt, kamu gak suka saya ada di sini ya?" tanya Iwan.

"Kok bang Iwan bisa ngomong begitu?" Mytha balik bertanya.

"Ya, saya cuma lihat kamu uring-uringan terus tiap hari sama Robby," kata Iwan.

"Itu kan urusan Mytha sama Robby bang. Gak ada kaitannya sama bang Iwan." Mytha bela diri.

"Ooh ya udah, gak apa-apa kalo gak ada kaitannya," kata Iwan merasa lega.

Kadang waktunya tidur, Iwan terpaksa pergi keluar karena ada Mytha di kamar Robby. Dia berkeliling pakai motornya. Sesekali, Iwan lewat di depan rumah Dewi, meski hanya melihat genteng rumah itu, rasanya dia sudah melihat Tia; yang aman dalam pelukan ibunya. 

Sebenarnya dari lubuk hati Iwan yang terdalam, dia mau kembali menjalani hidup bersama Dewi. Tapi apakah itu mungkin?. Sedangkan Dewi sudah memusuhinya. Iwan butuh waktu panjang, untuk dapat mengembalikan kepercayaan Dewi terhadapnya. Meskipun hal itu, tidak semudah membalik telapak tangan.

Malam itu, bang Andy ingin mengajak Iwan pergi ke puncak, untuk buka kedai kopi yang baru di sana.

Bang Andy mengintip kamarnya, dari jendela nako yang terbuka. Dilihatnya Robby sedang asyik bercumbu dengan Mytha. Spontan bang Andy naik pitam.

"Hey Rob, keluar lu!" teriak bang Andy dari depan pintu kamar Robby.

Robby kaget, buru-buru mengenakan celana pendek, sedangkan Mytha hanya menutup tubuhnya dengan selimut.

"Lu lagi ngapain heh?" tanya bang Andy sambil mencolek pipi Robby dengan kepalan tangannya.

"Enggak. Itu, anu ... anu bang," jawab Robby terbata-bata.

"Gua gak mau tahu, keluar lu sekarang juga dari sini. Jorok amat permainan lu Rob.." kata bang Andy marah.

"Bang Iwan mana?" tanya bang Andy kasar.

"Ta tadi dia keluar, ga.. ga tau ke mana bang." Robby terbata-bata ketakutan.

"Ya jelas aja dia pergi, karena lu bawa cecunguk ke kamar. Sekarang juga lu pergi dari sini, sebelum gua habisin lu Rob," kata bang Andy sambil mengepalkan tangannya.

"I-iya bang, saya pergi," sahut Robby semakin ketakutan.

Bang Andy duduk di kursi yang ada disitu, sambil menggerutu.

"Lu pikir ini tempat penampungan jablai apa? Lu kayak kacang lupa sama kulit Rob. Udah bagus ditolongin, kurang apa gue sama lu." bang Andy makin kesal.

Robby di dalam kamar tampak membereskan baju-bajunya.

"Bawa keluar semua barang-barang lu!" bentak bang Andy sambil menendang ember yang ada disitu, lalu dia jalan menuju ke tangga.

"Gue tunggu lu 10 menit di bawah Rob. Dasar sial*n lu!" bentak bang Andy kasar, sambil menuruni anak tangga ke bawah.

Setelah selesai, Robby buru-buru turun bersama Mytha. Di garasi bang Andi menunggu mereka. Ketika Mytha sudah berada di depan bang Andy, tubuhnya ditendang oleh kaki bang Andy, hingga Mytha jatuh tersungkur.

"Pergi jauh-jauh lu," bentak bang Andy.

Robby baru saja hendak menolong Mytha.

"Eh, belom selesai urusan lu sama gua Rob," bentak bang Andy kepada Robby. Amarah yang tidak terelakkan berhasil membuat suasana jadi makin ricuh.

Robby menghampiri bang Andy, sementara Mytha buru-buru pergi dari situ dengan terpincang-pincang, dan sambil memegangi pinggangnya yang sakit kena tendang.

"Iya bang, ada apa lagi?" tanya Robby.

"Dasar anji*g," bentak bang Andy kasar.

Bang Andy tidak bisa menahan amarahnya, dihajarnya muka Robby. Hingga hidungnya berdarah.

"Gue udah kasih kepercayaan sama lu, malah lu sendiri yang ancurin. Lu udah sering bawa jablai itu kesini 'kan?" bentak bang Andy lagi.

Tangan bang Andy mendarat di dada Robby.

Robby menerima pukulan bang Andy, tubuhnya jatuh tersungkur menabrak dinding garasi, lalu dia bangun lagi. Robby tidak berani melawan, karena dia merasa bersalah, dan tak mampu untuk melawan.

"Maafin Robby bang Andy, maafin Robby," kata Robby meminta dikasihani.

Robby dihajar lagi oleh pukulan bang Andy. Dia jengkel pada ulah Robby, yang seenaknya bawa perempuan masuk ke kamarnya. Sebenarnya bang Andy sudah lama dengar tentang hal itu, dari Maming bagian kebersihan di kedai, bahwa Robby suka bawa perempuan ke kamarnya. Tapi bang Andy tidak menyangka jika Robby sampai melakukan hal yang kurang pantas; karena perempuan itu cuma berstatus sebagai pacar saja.

Bang Andy masih terus menghajar tubuh Robby, sampai Iwan muncul disitu.

Iwan kaget, langsung turun dari motornya.

"Bang Andy, stop bang, ada apa ini?" Iwan berusaha melerai tangan bang Andy.

"Lu juga Wan, kenapa gak lapor ke gue, kalo dia bawa jablai ke kamar." Bang Andy melotot ke arah Iwan.

"Ya maafin gue bang, gue di sini, kan, masih baru," sahut Iwan.

"Sana lu pergi Rob, gue gak mau liat muka lu lagi," bentak bang Andy.

Robby jalan dengan terhuyung-huyung lemah, dadanya sakit, hidung dan bibirnya berdarah. Bang Andy tidak peduli. 

"Dia gak tau siapa gue kali ya. Macan lagi tidur, malah dibangunin. Dasar goblok." Bang Andy masih menggerutu.

Iwan memasukan motornya ke garasi.

Baru saja Iwan hendak masuk ke arah dalam.

"Wan, lu bisa bawa mobil?" tanya bang Andi.

"Bisa bang," sahut Iwan.

"Anter gue ke puncak sekarang," kata bang Andy.

"Iya bang," sahut Iwan lagi.

Mereka pun lalu naik ke mobil.

Mobil bang Andy meluncur meninggalkan kedai itu.

Setelah mobil menjauh dari kedai, bang Andy bicara.

"Wan, gue dulu juga pernah bandel, tapi kagak berani kalo bawa perempuan ke kamar. Lu tau, kan, kamar itu tempat privasi kita, apalagi sekarang ada lu di situ. Lu juga ngapain pake pergi, jadi ngasih kesempatan buat mereka," kata bang Andy.

Seketika Iwan terdiam. Dia merasa memiliki masalah yang sama. Di masa lalu, dia pernah berbuat salah yang sama. Dia juga bukan orang suci, tubuh asistennya sendiri dinikmati. Semua pernah dilakukan Iwan, sehingga dia hanya diam saat Bang Andy bicara.

"Iwan, lu dengar apa yang gue bilang ini 'kan?"

"I-iiya Bang. Dengar."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status