Share

Pelakor vs Istri sah
Pelakor vs Istri sah
Penulis: Ruby jane

1. Pasangan aneh

“Aku akan menikahi Sarah,” ujar seorang pria bertubuh tinggi kepada istrinya yang sedang dirias oleh MUA pribadinya.

“Aku tidak peduli,” ketus wanita itu, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphone.

“Dia hamil anakku,” ucap lelaki itu lagi.

“Mau dia hamil anakmu, atau hamil anak setan, aku tetap tidak peduli!”

“Dia akan tinggal di rumah kita.”

Wanita itu menolehkan kepalanya sebentar, menatap sang suami yang masih berdiri di sampingnya.

“Dia harus siap menjadi pembantu,” balasnya seraya tersenyum miring, membuat sang suami langsung menghembuskan nafasnya kasar.

“Aku harap kau memperlakukan dia dengan baik,” ujar lelaki itu, membuat sang wanita langsung tertawa sinis.

“Teori dari mana itu? Mana mungkin seorang istri sah memperlakukan pelakor dengan baik. Itu mustahil, brader!”

“Dia akan menjadi istri sahku juga.”

“Ya ya ya. Terserah kau! Aku sudah terbiasa memanggilnya pelakor.”

“Kau ... tidak sakit hati kan? Aku takut kau diam- diam menangis, terus menjadi depresi,” cicit lelaki itu, membuat sang wanita langsung tertawa keras.

“Air mataku terlalu berharga untuk menangisi bajingan sepertimu, Arthur! Lebih baik kau pulang saja. Aku muak melihat wajah jelekmu!"

Lelaki itu mendengus seraya mengusap dagunya kasar. Kemudian ia lantas keluar dari ruangan itu, sebelum ia mendengar kata- kata hinaan dari mulut istrinya lagi.

Arthur Wilson. Pria berumur 30 tahun itu merupakan seorang suami dari Model ternama di tanah air, Lana Sofia. Wajahnya tidak jelek, namun juga tidak terlalu tampan. Dompetnya tidak tebal, dan ATM-nya tidak tergolong Black card. Tapi hobinya selingkuh dan bermain wanita sana- sini.

Mempunyai istri secantik dan secerdas Lana, seharusnya menjadi suatu anugerah bagi Arthur. Namun sayangnya, lelaki itu tidak pernah merasa puas dengan apa yang ia miliki.

“Aku sampai lelah, mendengar pertengkaran kalian,” ucap sang penata rias.

“Kau harus terbiasa, Gita!”

“Ck. Kenapa kalian tidak bercerai saja?” tanya Gita kesal. Ia sudah terlampau muak melihat pertengkaran pasangan suami istri ini.

“Kita memiliki perjanjian. Jadi aku tidak bisa menggugatnya sekarang.”

“Kau yakin? Melihat suami sendiri menikah dengan wanita lain adalah hal yang sangat menyakitkan, Lana!”

“Ya, aku tau. Tapi itu tidak berlaku untuk diriku. Aku sama sekali tidak keberatan, jika dia menikahi selingkuhannya. Aku yakin, mereka berdua akan mendapatkan karma setelah menikah.” Dengan begitu santainya, Lana mengucapkan kalimat itu. Membuat Gita hanya bisa geleng- geleng kepala.

“Apa kau benar- benar sudah mati rasa?” tanya Gita.

“Entahlah. Yang jelas, aku sudah tidak memiliki perasaan pada Arthur sejak lama,” balas Lana dengan santai.

“Terus kenapa kau bertahan sejauh ini, bodoh?!” tanya Gita kesal.

“Aku memanfaatkannya untuk menjaga anak- anakku di rumah. Dia kan pengangguran,” ujar Lana berbohong. Padahal ada alasan lain yang membuatnya mau tidak mau harus terikat dengan Arthur lebih lama.

“Ck. Mau sampai kapan dia jadi pengangguran?”

“Dia masih menikmati gaji dariku, Git. Biarkan saja! Lagipula kau tau sendiri kan? Jadwal pemotretanku sangat padat, jadi aku tidak memiliki banyak waktu untuk merawat anak- anakku."

“Kan ada pembantu di rumahmu. Kau juga bisa mencarikan Nanny untuk mereka berdua. Jadi apa susahnya?”

“Lea dan Leo susah beradaptasi sama orang lain. Sama Kakek Neneknya sendiri saja, mereka tidak mau,” jawabnya, membuat Gita hanya bisa menghembuskan nafasnya lelah.

“Aku tidak pernah melihat rumah tangga sekonyol ini sebelumnya. Kalian berdua benar- benar gila! Kalau sudah tidak cocok, kenapa masih bertahan? Kau tidak kasihan pada anak- anakmu? Bagaimana jika mental mereka terganggu karena sikap orang tuanya?” cerocos Gita.

“Lea sudah tau kelakuan bejat Daddynya. Jadi, dia tidak keberatan melihat Mommy dan daddynya bertengkar setiap hari,” balas Lana dengan santainya, membuat Gita langsung memelototkan matanya tak percaya.

“Oh ya? Dia berpihak pada siapa?” tanya Gita.

“Jelas mommynya dong,” jawab Lana seraya tersenyum sombong.

“Kalau Leo?”

“Leo tidak membela siapa- siapa. Dia sibuk dengan dunianya sendiri.”

Setelah beberapa menit terdiam, Gita mulai membuka suara lagi, “Aku kasihan pada anak- anakmu. Mereka seperti kekurangan kasih sayang dari orang tua,” ucapnya. Membuat Lana langsung menghembuskan nafasnya kasar.

“Mau bagaimana lagi, Git. Aku bekerja juga untuk mereka berdua. Kalau aku ikut tidur di rumah, siapa yang membiayai hidup mereka?”

Gita berdecak kesal. Selama tiga tahun ia menjadi MUA pribadinya Lana, tidak pernah sekalipun ia melihat Arthur bekerja dengan benar. Pria itu selalu dipecat oleh perusahaan, karena tidak bisa bekerja dengan becus.

“Suamimu benar- benar tidak berguna,” cibir Gita.

“Nah itu, kau sendiri juga tau!”

Tak lama kemudian, tiba- tiba ponsel Lana berdering. Ia mendapat telepon dari anak perempuannya, yang tentunya langsung ia angkat.

“Mom ...” panggil sang anak.

“Yes, girl?”

“Leo nangis.”

“Kenapa?”

“Dimarahin Mak Lampir.”

“Okay, Mommy pulang. Tunggu ya! Tenangin dulu adikmu!”

Setelah mematikan sambungan telfonnya, Lana langsung memanggil managernya yang sedari tadi menunggunya di belakang.

“Batalkan jadwal pemotretanku saat ini. Aku akan pulang sekarang juga,” ujar Lana, membuat sang Manager langsung memelototkan matanya lebar.

“Tidak bisa, Lana! Semuanya sudah disiapkan. Kau jangan bertindak seenaknya sendiri!” protes sang Manager.

“Aku harus pulang. Aku harus memberi pelajaran pada pelakor itu. Beraninya dia memarahi anakku,” ujar Lana. Matanya dipenuhi dengan kilatan amarah dan nafasnya mulai tak beraturan seperti menahan emosi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status