Home / Romansa / Pelayan Cantik Tuan Arogan / Bab 2 - Dasar Arogan

Share

Bab 2 - Dasar Arogan

last update Last Updated: 2025-08-19 19:57:02

"CING!!" Bunyi panci jatuh.

Afie melambaikan tangan sambil batuk-batuk. “Selamat pagi, Pak. Sarapannya hampir jadi. Telurnya agak… gosong aja. tapi enak kok !”

Gian memandang wajan teplon yang jatuh setelah menggoreng telur hangus dengan mata tajam.

Afie menunjuk panci. “Itu black egg. Jepang banget, Pak. Antikanker"

Gian menatap Afie seolah ingin melemparnya saat itu juga.

“Matikan alarmnya,” desisnya, menekan pelipis.

Afie panik. “Aku nggak tahu tombolnya yang mana! Semua tombol ini aku nggak faham apa fungsinya!”

Gian mendekat, menekan satu tombol, dan voilá ....sunyi.

Suara alarm mati, tapi kemarahan Gian jelas masih berkobar.

“Afie, kamu pelayan atau pemadam kebakaran?”

Afie mengangkat tangan, ekspresi serius.

“Multitalenta, Pak. Hari ini aku pelayan, pemadam kebakaran, besok besok bisa saja kan aku jadi astronot. Siapa tahu.”

Gian memejamkan mata sejenak, lalu membuka lemari dan mengambil kopi sendiri.

“Keluar dari dapur. Sekarang.”

Afie mengangguk. “Baik, Pak. tapi telur ini gimana, apa dibuang saja ya ”

“Sekarang.”

Afie mundur perlahan, menyelamatkan sisa harga dirinya, dan membawa piring telur gosong sebagai “mahakaryanya.”

Beberapa jam kemudian

Afie duduk di teras belakang, menatap kolam renang yang sebening air galon.

“Satu hari. baru satu hari, hidupku sudah kayak reality show ‘Pelayan Melawan Tuan Rumah’.”

Ia menyeruput teh, sembari merasakan kenikmatannya.

Tiba-tiba, suara panggilan terdengar dari dalam rumah.

“AFIE!”

Ia menengadah. “Oh, Tuhan. Ada apa lagi.”

Dengan langkah gontai tapi profesional (baca: malas tapi pura-pura semangat), ia masuk kembali.

Gian berdiri di ruang tengah, memegang sesuatu. Sepasang sandal.

“Ini… sandal yang ku pakai tadi?” tanya Afie bingung.

“Ini SANDAL HERMÈS LIMITED EDITION.. Kenapa kamu taruh di luar?!”

Afie mengangkat tangan seperti anak SD. “Oh, sandal bapak ya, Aku kira itu sandal hotel, Pak. Tadi basah kena kopi, jadi aku angin-anginkan. Biar cepat kering.”

Gian tampak antara mau marah dan pingsan. “Ini… buatan tangan! Dari Prancis! Harganya puluhan juta!”

Afie menatap sandal itu dengan rasa bersalah dan sedikit bangga. “Wah. Jadi… aku sudah menjemur benda berharga ya pak ?”

Gian tak bisa berkata-kata. Ia hanya menghela napas panjang sambil menatap langit-langit. Mungkin berdoa agar diberi kesabaran lebih.

Afie mencoba meredakan suasana.

“Aku bisa cuci, Pak. Pakai Rinso, wangi, bersih. Dijamin.”

“Keluar. Sekarang juga. Sebelum saya kehilangan akal sehat.”

Afie mengangkat tangan tanda menyerah. “Baik, Pak. Tapi kalau sandal itu nanti wangi pandan, jangan salahkan aku ya.”

Sore harinya...

Afie mengambil kesempatan untuk menelepon ibunya dari balkon.

“Ibu baik-baik aja, kan?” suaranya lembut.

“Ibu baik, Fie. Di sini perawatnya ramah. Kamu gimana di rumah itu?”

Afie menatap taman belakang dan kolam renang pribadi. “Megah, gede, penuh jebakan psikologis. Tapi… ya, Fie tahan. Demi Ibu.”

“Maaf ya, Nak…”

“Jangan minta maaf. Afie yang minta maaf belum bisa bahagiain Ibu sepenuhnya.”

Percakapan singkat itu memberi Afie tenaga baru. Setidaknya, semua kekacauan ini punya alasan. Dan alasan itu berharga.

Malampun datang.

Afie kembali ke dapur, kali ini misi ia berencana membuat mie instan. Kalau makanan seperti ini aman, tidak butuh tutorial YouTube.

Tapi saat ia membuka lemari… mie instan tidak ada.

“Ini namanya pelanggaran Hak Asasi Anak Kos,” gumamnya.

Afie menyelinap ke pantry pribadi Gian. Dengan harapan kecil… siapa tahu, cowok kaya juga doyan mie

Dan dia menemukannya.

Satu kotak mie impor, rasa kimchi, tertata rapi. Ia mengambil satu bungkus, lalu hendak menyusup keluar.

Saat akan menutup pintu pantry, tiba-tiba....

“Lapar?”

Afie menjerit kecil. “YA AMPUN!”

Gian berdiri di ambang pintu dengan ekspresi datar tapi jelas melihat semuanya.

Afie mencoba tersenyum, rasa tidak enak hati sambil menyembunyikan bungkus mie di balik punggung.

“Ini… aku cuma… eksplorasi. Tur edukasi pantry, gitu pak .”

Gian menyilangkan tangan. “Tanpa izin?”

Afie tersenyum kecut." Ketemu ini di sana sih, Pak ” sembari menunjuk tempat ia mengambilnya.

Gian melangkah maju. Cahaya lampu menyinari wajahnya yang terlihat lebih… tenang. Tapi bukan berarti baik.

“Jadi kamu mencuri sekarang?”

“Bukan mencuri! Meminjam. Nanti aku ganti. Swear pak.” sembari mengangkat 2 jari tangannya ke dekat pipinya.

Gian menatapnya lama. Lalu dengan nada datar, berkata,

“Kamu fikir bisa berbuat seenaknya di sini?”

Afie membuka mulut untuk menjawab, tapi Gian lebih cepat. Ia berjalan ke meja, mengambil sesuatu dari laci.

Kunci dan sebuah map.

“Mulai besok,” katanya sambil menyodorkan dokumen,

“kamu akan tinggal di kamar pelayan. Di luar bangunan utama. mulai jam 6 pagi, kamu kerja tanpa bantuan siapapun.”

Afie menatap kunci dan map itu, merasa seperti baru saja dikeluarkan dari surga ke neraka.

“Tapi... Pak…”

Gian menunduk sedikit, menatapnya tajam.

“Kenapa, tidak terima?” katanya pelan.

"Bukan begitu pak, aku tidak mengu ..." sembari mendekat ke arah Gian dan akan melihat map itu, baru akan berbicara

“Kamu harus tau batasan, satu lagi, tidak usah sok akrab.”

Afie kesal dengan ucapan Gian, dan hatinya terluka.. ia sudah tidak tahan lagi, lalu mendekat ke arah Gian, sambil berkacak pinggang.

"Bapak kepedean, siapa juga yang sok akrab, jujur saja kalau bukan karena bu Clara, aku juga nggak mau kerja di sini."

"Ya sudah, angkat kaki dari sini, saya juga nggak butuh"

"Dasar Arogan, Bapak Bapak Sombong Sok berkuasa, Semoga jomblo selamanya" teriak Afie sambil berlalu dan menutup pintu Pantry dengan kencang..

Krak dhum.

Gian terkejut melihat reaksi Afie yang tidak ia duga sebelumnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 5 - Bayangan Masa Lalu

    Afie menunduk sopan sambil menggenggam pegangan kopernya. “Aku permisi dulu Pak. Sepertinya bapak ada tamu penting.” Gian mengangguk pelan tanpa memandangnya. Matanya masih tertuju pada siluet di depan pintu. “Silakan.” Afie menarik napas pendek, lalu mendorong kopernya ke arah tangga. Suara roda yang bergesekan dengan lantai terdengar pelan tapi tetap terasa mengganggu di tengah keheningan yang mendadak tegang. Di bawah, Gian menatap tamunya dalam diam. Wajah itu masih sama. Perempuan yang pernah ada di masa lalu. Dan kini, entah mengapa, berdiri lagi di depannya, seolah waktu lima tahun tak pernah terjadi. Nadia tersenyum kecil. “Hai, Gian.” Gian tidak langsung menjawab. Matanya tajam, rahangnya mengeras. “Kenapa kamu ke sini Nad?” “Aku pulang Gi,” jawab Nadia singkat. “Dan... aku butuh bicara denganmu.” “Bicara soa

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   BAB 4 - Tidak Jadi Pergi

    Gian melipat tangan di dada, rahangnya mengeras dan menatap wajah gadis cantik di depannya dengan perasaan tidak terima.“Saya belum tua,” ulangnya dengan nada lebih rendah, tapi sarat ancaman. "Saya... dewasa. Matang dan Berkelas.”Afie mendengus, lalu tertawa pelan. “Berkelas ... Tapi kok nyebelin ya? Dan, sorry banget, Pak Gian yang dewasa, matang, dan berkelas, tapi sampai umur segini masih jomblo. Heran juga sih... wanita mana yang tahan?”Gian menyipitkan mata. “Bukan karena nggak laku. Saya pilih-pilih.”“Ah, iya. Aku lupa. Itu juga kata kebanyakan jomblo senior,” Afie menimpali sambil mengangkat kedua alisnya, menyeringai. “Selalu bilang belum ketemu yang cocok’. Padahal kenyataannya... mereka yang nggak cocok buat siapa-siapa.”Gian mengerjap pelan. Tersentak. “Kamu bilang saya nggak cocok buat siapa pun?”Afie mengangguk santai. “Yes. Tuan arogan, keras kepala, suka ngatur, dan... overconfident. Ngomong aja seakan semua wanita di dunia ini ngantri buat nikah sama bapak.”Gi

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 3 - Minta Maaf Dulu

    Suara pintu pantry dibanting keras menggema di seluruh rumah. "KRAK-DHUM!" Gian terdiam membeku di tempat. Tangannya masih memegang map berisi jadwal kerja yang belum sempat ia serahkan. Napasnya sedikit tercekat, bukan karena suara bantingan pintu itu, tapi karena...tatapan terakhir Afie sebelum pergi. Tatapan itu... bukan hanya marah. Tapi juga kecewa, terluka dan menyerah. Tatapan seseorang yang lelah berjuang di medan yang tak memberinya tempat. Gian menatap pintu pantry yang kini tertutup rapat. Ada sesuatu dalam dadanya yang sesak, meski ia belum mau mengakuinya. Ponselnya tiba-tiba berdering di saku celana. Layar menunjukkan satu nama: “MAMA.” Dengan berat hati, Gian mengangkat. “Halo, Ma…” Suara di ujung telepon langsung meledak seperti badai. 'GIAN REZA RAHARDIAN" Gian terpaksa menjauhkan ponsel dari telinga. “Mama, bisa tenang dulu—” "APA YANG KAMU LAKUKAN KE AFIE?!” Suara Ibu Clara terdengar marah dan penuh kekecewaan. “Anak itu menelepon ibunya sambil menangis

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 2 - Dasar Arogan

    "CING!!" Bunyi panci jatuh. Afie melambaikan tangan sambil batuk-batuk. “Selamat pagi, Pak. Sarapannya hampir jadi. Telurnya agak… gosong aja. tapi enak kok !” Gian memandang wajan teplon yang jatuh setelah menggoreng telur hangus dengan mata tajam. Afie menunjuk panci. “Itu black egg. Jepang banget, Pak. Antikanker" Gian menatap Afie seolah ingin melemparnya saat itu juga. “Matikan alarmnya,” desisnya, menekan pelipis. Afie panik. “Aku nggak tahu tombolnya yang mana! Semua tombol ini aku nggak faham apa fungsinya!” Gian mendekat, menekan satu tombol, dan voilá ....sunyi. Suara alarm mati, tapi kemarahan Gian jelas masih berkobar. “Afie, kamu pelayan atau pemadam kebakaran?” Afie mengangkat tangan, ekspresi serius. “Multitalenta, Pak. Hari ini aku pelayan, pemadam kebakaran, besok besok bisa saja kan aku jadi astronot. Siapa tahu.” Gian memejamkan mata sejenak, lalu membuka lemari dan mengambil kopi sendiri. “Keluar dari dapur. Sekarang.” Afie mengangguk.

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 1 - Bertemu Gian

    “Siapa kamu?!” Bentak suara bariton itu menggelegar. Afie hampir menjatuhkan cangkir kopi. Rasanya jantungnya ikut tumpah bersama cairan hitam itu. Tangannya gemetar, menahan diri untuk menjawab. Ia berusaha menahan diri untuk tidak terpeleset menjawab. " Sial. " Baru beberapa jam di rumah ini, Afie sudah ingin kabur. Kalau cangkirnya beneran mendarat ke muka gantengnya itu, dia juga yang pasti kena imbasnya. Afie merasa menjadi gadis malang yang hidupnya jungkir balik gara-gara satu kesepakatan untuk menjadi pelayan pribadi pria menyebalkan bernama Gian Reza Rahardian. Semua demi ibunya karena biaya rumah sakit ditanggung oleh Mamanya Gian, dengan syarat Afie “mengabdi” di rumah ini. “Halo pak! Aku Amanda Nawalfie, panggil saja, Afie. Singkatnya sih, aku disuruh ibu Clara buat melayani bapak. Dan ta..da ....., aku mendarat di rumah megah ini.” katanya tersenyum cerah “Pak, ini panas. sempet tumpah sih tapi dikit. Aku nggak bisa lari-lari sambil bawa kopi. ” prot

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status