Beranda / Romansa / Pelayan Cantik Tuan Arogan / Bab 3 - Minta Maaf Dulu

Share

Bab 3 - Minta Maaf Dulu

Penulis: Pelangi Jelita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-20 11:18:36

Suara pintu pantry dibanting keras menggema di seluruh rumah.

"KRAK-DHUM!"

Gian terdiam membeku di tempat. Tangannya masih memegang map berisi jadwal kerja yang belum sempat ia serahkan.

Napasnya sedikit tercekat, bukan karena suara bantingan pintu itu, tapi karena...tatapan terakhir Afie sebelum pergi.

Tatapan itu... bukan hanya marah. Tapi juga kecewa, terluka dan menyerah.

Tatapan seseorang yang lelah berjuang di medan yang tak memberinya tempat.

Gian menatap pintu pantry yang kini tertutup rapat. Ada sesuatu dalam dadanya yang sesak, meski ia belum mau mengakuinya.

Ponselnya tiba-tiba berdering di saku celana. Layar menunjukkan satu nama: “MAMA.”

Dengan berat hati, Gian mengangkat. “Halo, Ma…”

Suara di ujung telepon langsung meledak seperti badai.

'GIAN REZA RAHARDIAN"

Gian terpaksa menjauhkan ponsel dari telinga. “Mama, bisa tenang dulu—”

"APA YANG KAMU LAKUKAN KE AFIE?!” Suara Ibu Clara terdengar marah dan penuh kekecewaan.

“Anak itu menelepon ibunya sambil menangis! Dia bilang dia mau pergi dari rumah kita! Kamu usir dia, ya?! Kamu perlakukan dia dengan kasar?! Afie bukan pembantu , Gian!”

Gian memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. “Dia masuk pantryku tanpa izin, masakannya gosong, dan hampir membuat dapur meledak, serta jemur sandal limited edition-ku di luar. Sandal Hermes, Ma. di jemur sama dia!”

“Dan kamu pikir itu cukup alasan untuk mempermalukan dan mengusirnya?!” balas ibunya tanpa jeda.

“Afie ke rumahmu karena mama yang minta. Mama ke Amsterdam buat bantu kakakmu, dan hanya dia yang bisa mama percaya untuk tinggal bersamamu selama mama pergi.”

“Dia itu anak baik, Gian. Seumur hidupnya cuma ngurus ibunya yang sakit dan kuliah. Dia bahkan nggak biasa masak, apalagi tinggal di rumah yang semua tombolnya butuh panduan khusus!”

Gian tidak bisa membalas. Ia duduk di kursi dapur, wajahnya tertunduk.

“Kalau dia sampai pergi, mama nggak akan maafin kamu,” lanjut ibunya tegas.

“Hentikan dia. Sekarang. Dan minta maaf.”

Klik.

Telepon terputus.

Gian menatap layar kosong itu cukup lama sebelum akhirnya berdiri. Langkahnya cepat, menyusuri lorong rumah menuju lantai atas.

Di lantai atas...

Afie menarik koper besar dari dalam kamar. Suaranya berderit saat ditarik ke lorong panjang.

GRRTT... GRRTT..

Setiap putaran roda koper seperti mengikis harga dirinya sendiri. Ia menelan air liur. Hatinya sakit, marah, tapi di sisi lain...lega.

“Cukup, Fie. Ini cukup,” gumamnya lirih.

Ia menarik koper lebih cepat. Langkahnya mantap, hingga suara dari bawah mengejutkannya.

"AFIE!"

Langkahnya terhenti. Wajahnya menegang.

“Halah... mulai lagi, apa maunya orang Arogan satu ini,” gumamnya pelan.

Gian sudah berdiri di tangga bawah, matanya menatap tajam namun penuh kecemasan. Tidak ada lagi map, tidak ada nada sombong. Wajahnya… hanya panik.

“Afie, jangan pergi.”

Afie menatapnya tajam. “Bapak pikir aku bercanda? Ini beneran. Aku mau keluar dari rumah ini.”

“Saya tahu. Tapi dengar dulu…”

“Enggak. Awas.”

Gian melangkah maju, berdiri tepat di depan jalur koper. Menjadi penghalang.

“Minggir,” desis Afie.

“Enggak.”

Afie menarik koper dengan paksa. Gian tetap bergeming. Hingga akhirnya...

“Aakh!”

Dengan gerakan tak terduga, Afie menggigit lengan Gian.

“AW! Kenapa sih kamu hobi banget gigit orang?!”

“Karena aku lagi pengen banget gigit orang sombong!” balasnya geram.

Tarik-menarik koper pun terjadi. Seperti adegan absurd dari film komedi, roda koper tersangkut, suara teriakan menggema di seluruh rumah. Afie hampir menangis, Gian berusaha tetap tenang sambil menahan emosi.

“Saya minta maaf!” seru Gian akhirnya.

Afie terdiam sejenak. Matanya memerah. Nafasnya terengah.

“Terlambat,” bisiknya pelan.

“Mama yang telepon saya,” ujar Gian. “Dia bilang semua ini salah saya dan mama benar.”

Afie tak berkata apa-apa. Matanya berkaca-kaca.

“Kamu bukan pembantu. Kamu nggak pantas diperlakukan seperti itu. Saya terlalu keras, Saya salah.”

Afie menunduk. Suaranya lirih. “Aku bukan siapa-siapa di rumah ini.”

Gian menggeleng perlahan. “Saya yang bikin kamu merasa begitu.”

Ia melangkah maju, menatap gadis di depannya.

“Kamu bisa tinggal di kamar tamu. Yang nyaman. Kamu bebas pakai dapur, pantry, kolam renang, apapun. Saya... cuma minta satu hal.”

Afie menatapnya curiga. “Apa?”

“Minta maaf sama saya dulu.”

Afie menegang. Ekspresinya berubah cepat dari bingung menjadi... kesal.

“Jadi ini semua bukan karena tulus? Tapi karena gengsi?”

Gian mengangkat alis. “Kamu yang sudah keterlaluan.”

“Bapak yang arogan! Tapi minta aku yang minta maaf? Aku cuma bereaksi waktu dihina!”

Gian mendekat, suaranya dingin. “Kamu bahkan nggak sadar kesalahan kamu.”

Afie membalas dengan kesal. “Cuma gara-gara mie kimchi itu, ya?! Oke, aku ganti. Bapak jangan takut bangkrut!”

“Bukan. Bukan itu,” Gian membalas sambil menatapnya tajam. “Kamu emang nggak inget?”

Afie menggeleng bingung. “Selain mie dan sandal kesayangan bapak, dan telor gosong itu, aku nggak ingat bikin masalah lain apa.”

“Parah. Masih muda udah amnesia,” sindir Gian dingin.

Afie mendengus. “Yang jelas aku nggak punya niat jahat apa-apa. Cuma Bapak aja yang selalu suudzon sama aku.”

Gian tiba-tiba melangkah lebih dekat, tiga langkah cepat. Kini ia hanya berjarak satu langkah di depan Afie. Tubuhnya tinggi dan bayangannya menutupi cahaya dari lampu ruang tengah.

Afie menegang. Jantungnya berdebar tak karuan.

“Bapak... mau apa?” tanyanya gugup.

Gian menunduk sedikit, menatap langsung ke matanya.

“Mau kasih kamu pelajaran. Biar ingat kesalahan kamu.”

Afie menelan ludah. Mencoba mundur setengah langkah, tapi koper di belakang menghalanginya.

“Oke, saya bantu ingatkan,” ucap Gian, suaranya berat. “Tadi kamu hina saya, kamu sumpahin saya… dan kamu ....”

Ia menyodorkan lengannya yang masih berbekas merah di kulit.

“Gigit saya."

Afie langsung terdiam. Ingatannya memutar ulang. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tapi karena menyesal... sedikit.

Dengan suara pelan, ia bergumam, “Maaf… nggak sengaja.”

“Apa? Saya nggak dengar,” sahut Gian cepat, masih menatapnya tajam.

Afie memejamkan mata, mencoba menarik napas panjang. “Maaf, Pak. Aku... nggak sengaja. Spontan aja. Tapi... ya, memang benar sih. Bapak udah tua.”

“APA?!” Gian nyaris berteriak.

“Geram banget,” bisiknya sambil mencengkeram ujung rambutnya frustasi.

Afie melengkungkan bibir, menahan tawa yang hampir pecah.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
kok tumben minta maaf. wkwkkw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 69 - Mencoba Lagi

    Setelah pertengkarannya di ruang rapat, siang itu di kantor Venus Enterprise terasa makin panas meski AC menyala. Cahaya matahari menyembul di sela-sela korden, membuat debu terlihat menari di udara. Suara ketukan keyboard, dan bunyi printer mengeluarkan bunyi kecil seakan menghancurkan ketenangan hati Afie, tapi ia tetap duduk di kursinya, menunduk, menahan semua yang ingin keluar. Di balik ketegangan dan kemarahan yang ada selama ini, sesungguh hatinya sangat merindukan Gian. Bukan hanya sebagai bos, tapi sebagai pria yang dulu membuatnya merasa aman. Dia rindu ketika Gian tersenyum, menatap nya dengan penuh cinta, mencium tangannya ketika mereka pulang lembur bersama. semua itu seakan hancur oleh sikap Gian yang makin hari makin kasar.Sikap cemburunya makin diluar nalar, . padahal kalau di fikir fikir dia sendiri yang telah memulai segalanya. Sikap egois yang merasa dirinya tidak bersalah dengan manta

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 68 - Mengundurkan Diri

    Di dalam ruang kaca Venus Enterprise , hati dua insan di saput mendung, bahkan siap meledak. Afie sedang duduk di mejanya, menggenggam mug kopi yang mulai dingin. Laporan klien dari Bali terbengkalai karena revisinya sudah tiga kali ditolak. "Apa maunya dia, atau dia sengaja menyiksaku. Revisi beulang ulang, aku dibuatnya seperi orang bodoh" Tangan kiri Afie mengetik, sementara pikirannya terus melayang ke beberapa hari terakhir. kata-kata yang dilontarkan Gian, tatapannya yang menusuk, kata “tidak becus” yang menggema hingga ke dalam tulang sakitnya. Karena kesal, Afie lalu menutup laptopnya. Ia berusaha meredam amarahnya dengan meneguk kopi, mencoba mengumpulkan ketenangan. Tak lama, ia melihat Gian berjalan cepat melewati lorong. Langkahnya berat, dan sepertinya ia sedang menahan emosi. "Apalagi yang membuatnya kesal. Apa sebentar lagi akan terjadi ledakan" Setelah m

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 67 - Panas lagi

    Sore tiba dengan langit berawan. Lampu-lampu di kantor mulai menyala satu per satu. Udara lembap, suara AC berdengung halus, mewarnai berbagai aktivitas padat di meja kerja karyawan. Afie masih duduk sembari menyelonjorkan kaki yang mulai terasa lelah. tak sengaja indra penglihatannya tertuju pada layar laptop. pesan masuk, presentasi untuk klien luar negeri sudah harus dikirim besok pagi. "Untungnya materi presentasi telah rampung ku buat. terkadang Klienpun membuat orang jadi jungkir balik, sesuka sukanya mereka. ." Afie hampir selesai merampungkan laporan bulanan, tinggal merapikan grafik dan memastikan data final. Kantor sudah sepi kecuali beberapa staff yang lembur. Di ruang rapat , Gian berdiri lalu mengatur dokumen-dokumen proyek, memikirkan ulang rencana kerja selanjutnya. Afie hari ini absen tidak mengikuti rapat internal. Setelah karyawannya keluar, Gian menyand

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 66 - Aku Masih Sama

    Venus Enterprise pagi ini nampak sangat ramai, tapi tidak untuk Gian dan Afie, ada beban tak terlihat yang memenuhi fikiran masing masing. Afie masuk dengan berjuta pikiran yang berkecamuk, rapat eksternal, revisi proposal, timeline yang terus melebar. semua menunggu, dan harus di selesaikan dengan sempurna dan maksimal.. Gian sudah menunggu di ruang rapat, dokumen sudah di tangan, ekspresinya nampak sangat serius. Gian mengangkat kepala ketika Afie masuk. “Afie, duduk di sini,” katanya sambil menunjuk kursi di samping mejanya. Afie ragu, namun tak urung sebagai sekretaris, ia tahu harus menjalankan tugas. Dengan langkah pasti, ia duduk di kursinya dalam diam. Gian membuka laptopnya dan menunjuk ke slide presentasi yang belum selesai. “Kita punya proyek baru untuk klien Borneo, mendesak, nanti aku mau kamu masuk ke tim inti,” katanya na

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 65 - Cara Licik

    Pagi itu udara di Venus Enterprise terasa makin berat bagi Afie. Cahaya lampu ruang kerja dan tumpukan kertas yang menggunung tak cukup mengusir rasa sesak di dadanya. Seolah setiap bunyi keyboard adalah ketukan yang mengingatkan pada bayangan Gian. Afie berjalan menuju mejanya dengan setelan rapi, kopi di tangan kiri, tas kerja di sisi kanan. Wajahnya diam tapi hati berdengung. Di ruangannya Gian duduk menatap layar monitor, rapat sudah menunggu, tapi semua data yang tampak di layar hanya bayangan karena pikirannya tertuju hanya pada Afie. Afie keluar dari ruang sekretariat dengan map terbaru di tangannya. Laporan revisi sudah selesai. Ia hendak menuju ruang rapat untuk menyerahkannya. Tiba‑tiba dari sisi koridor, Kaisan muncul, membawa secarik catatan kecil dari tim klien. “Kau sepertinya betul betul sibuk hari ini Fie” sapanya menyodorkan catatan itu.

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 64 - Suasana Tak Nyaman

    Pagi di kantor Venus Enterprise terasa berat. Suara ketukan keyboard, gelas kopi beradu, tawa ringan di sudut ruangan, semua terdengar biasa. Tapi tidak bagi Gian, setiap suara adalah pengingat bahwa Afie ada di sana, bekerja, bergerak, tapi tak pernah memberi ruang yang dulu pernah ia miliki. Gian melirik jam di dinding. Lima menit menuju jam istirahat. Ia sudah menyiapkan strategi. hari ini, ia akan mencoba lagi beinteraksi. bukan dengan sapa manis, melainkan dengan sedikit tekanan. Afie sedang mengimput data dalam file Excel, dahinya berkerut karena laporan klien memperlihatkan selisih kecil antara proyeksi dan realisasi. Suara pintu diketuk. Gian berdiri di depan mejanya, membawa tumpukan map. “Afie, ini data tambahan dari klien kita. Aku butuh kamu validasi semua angka dan kirim kembali ke mereka hari ini juga plus revisi grafik pendukung.” Nada Gian terdengar biasa, tapi matanya penuh arti. Ia tahu Afie tidak akan menolak dan akan menyelesaikan tugas darinya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status