Beranda / Romansa / Pelayan Hati Tuan Muda / Bab 7 – Bayangan Ibu dalam Sosok Ayu

Share

Bab 7 – Bayangan Ibu dalam Sosok Ayu

Penulis: Sabira Story
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-09 23:59:19

Sebenarnya sudah sejak tadi pekerjaannya selesai. Namun, Revan masih enggan untuk pulang, karena ia sedang malas menatap wajah istrinya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 08.00 malam dan ia baru berniat pulang setelah lewat 30 menit kemudian.

Langkahnya selalu tegap. Ia keluar dari ruang kerja menuju ke mobil, dimana Pak Reno supir pribadinya sudah menunggu sejak tadi. Melihat wajah Tuannya yang selalu datar, Pak Reno tidak berani banyak bicara. Pria paruh baya itu hanya diam dan fokus melajukan mobil.

Untungnya sesampainya di rumah. Istrinya, Nadine tidak ada disana. Entah kemana perginya wanita itu, Revan tidak juga tak tahu dan ia pun malas untuk mencari tahu.

Revan masuk ke rumah megah yang selalu kosong. Ia mencari Ayu, wanita yang diharapkan akan muncul sambil membawa secangkir teh hangat untuknya. Tapi nyatanya wanita itu sama sekali tidak muncul, karena kemarin ia panas tinggi dan kemungkinan sekarang ia sedang beristirahat.

Revan langsung menuju ke kamar dengan tujuan ingin ke balkon. Ia berdiri di dekat besi pembatas, memandangi pekarangan rumah yang hening. Lampu taman memancarkan cahaya kekuningan yang menenangkan, tapi tidak cukup mampu meredakan badai dalam hatinya. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma samar bunga melati dan tanah yang basah.

Dalam kesunyian dan kesepian begini, Ia selalu teringat dengan masa kecilnya. Masa kecil yang hangat, dimana rumah rumah kedua orangtuanya masih hidup oleh suara tawa dan kelembutan. Dulu, setiap ia pulang sekolah, ibunya selalu menyambut di depan pintu. Menyambutnya dengan pelukannya hangat, suara yang menenangkan, dan tatapan mata yang seolah mampu menghapus segala lelah yang ia rasakan.

Tapi kini, rumah itu hanya menjadi sebuah gedung megah. Gedung megah yang dingin, hampa, kosong, sama seperti hatinya

Puas menatap kesunyian itu. Perlahan ia berjalan masuk ke dalam, menuju ke rak kayu tua yang ada di sudut kamar. Ia menarik satu album foto lama yang sudah berdebu. Ketika dibuka, lembar demi lembar menampilkan kenangan yang menampar hatinya. Kenangan tentang Ibunya yang memakai pakaian sederhana, rambut disisir rapi, dan senyum yang tak pernah pudar.

“Bu," Suara lirih itu keluar tanpa ia sadari.

Revan berhenti di satu halaman. Halaman yang menunjukkan sebuah foto kecil, memperlihatkan dirinya yang sedang duduk di pangkuan ibunya. Di dalam foto itu ia tertawa riang, dengan noda krim di pipi. Ibunya tengah menyeka pipinya menggunakan tisu dengan penuh kasih.

"Kalau Ibu masih ada, mungkin aku tidak akan kehilangan arah seperti ini. Mungkin aku tak akan terjebak dalam pernikahan yang hambar."

Dalam kesendirian. Wajah datar, dingin dengan tatapan yang tajam langsung menghilang seketika. Yang tersisa hanyalah Revan, dengan sisi luka, kesepian, kosong dan kehampaan yang selalu menghantui.

Pikirannya kembali ke kejadian pagi tadi, Nadine yang memaki Ayu tanpa alasan jelas. Padahal gadis itu sedang sakit, meski demamnya sudah turun tapi wajahnya masih terlihat pucat.

Nadine, istrinya sama sekali tidak peduli dengan keadaan pekerjanya. Ia terus memaki Ayu dengan kata-kata yang menyakitkan. Sedangkan Ayu hanya berdiri membisu, menerima semua makian itu dengan kepala yang tertunduk. Tapi bukan rasa takut yang Revan lihat di sana, tapi ada kekuatan dalam diam dan ada keberanian dalam kesabarannya.

Dan lagi-lagi semua itu, sama persis seperti ibunya. Ibunya, yang selalu sabar menghadapi kemarahan Ayahnya. Ibunya yang tetap tersenyum meski sering diperlakukan tak adil oleh dunia. Dan Ayu, entah mengapa gadis itu mengingatkannya pada semua itu. Bukan hanya dari sikapnya, tapi juga dari sorot matanya yang tenang, dari cara ia memperlakukan orang lain, dan dari perhatian kecil yang tak pernah ia ucapkan.

Revan sendiri tak tahu. Entah sejak kapan ia mulai memperhatikan gadis itu lebih dari sekadar pembantu.

“Ayu, setiap melihatmu aku seperti melihat bayangan Ibu."

Beberapa hari terakhir, ia baru menyadari. Hanya Ayu yang mengingatkan dirinya untuk makan siang. Saat Nadine, istrinya itu sibuk dengan acara sosialita. Hanya Ayu yang diam-diam membawakan jaket saat hujan turun dan ia lupa menutup jendela ruang kerja, dan hanya Ayu yang tanpa suara selalu adir seperti ibunya dulu, mengisi kekosongan dengan ketulusan.

Tangannya mengepal pelan di atas album. Ada rasa bersalah. Ada perasaan keliru. Tapi juga ada kerinduan yang terlalu dalam.

"Kau wanita terhebat dalam hidupku, Bu. Tapi kenapa aku justru menikahi wanita yang tak bisa memberiku kehangatan seperti kamu,"

Di luar, lampu dapur masih menyala. Revan yang kehausan memutuskan untuk mengambil air mineral ke dapur. Saat langkahnya hampir sampai, ia melihat Ayu. Ternyata wanita itu masih terjaga, membantu Bu Marni membereskan peralatan makan malam. Rambutnya dikuncir rendah, wajahnya masih tampak pucat dan letih. Tapi ia masih bisa tersenyum saat Bu Marni menyodorkan segelas air.

Tak ada keluhan, tak ada kesombongan. Senyum itu, senyum sederhana yang menenangkan sekaligus membuat dadanya sesak. Ia menatapnya lama tak bergerak. Seketika itu Revan tahu, Ayu bukan hanya mengisi ruang kosong di rumah ini. Tapi dia juga mulai mengisi ruang kosong di hatinya dan itu cukup menakutkan.

Karena ketika seseorang yang bukan milikmu mulai kau rindukan. Maka hanya ada dua pilihan, melawan perasaanmu atau hancur perlahan-lahan

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 19 - Malam yang Tak Berhak Dimiliki

    Langit Paris mulai menggelap. Gemerlap lampu kota membias di jendela hotel yang sunyi. Di ruang tamu, Revan duduk sendirian di sofa. Ponselnya tergeletak di atas meja, namun pikirannya berkecamuk.Sejak sore tadi, Nadine pamit keluar untuk berbelanja. Ia tak repot-repot mengajak Revan. Bahkan Revan pun tak berniat menawarkan diri. Ia hanya diam. Mengizinkan Nadine pergi, seperti biasa dengan hati yang tetap tak berpenghuni.Namun kini, setelah beberapa jam sendirian, ada yang mengusik dadanya. Rindu. Rindu yang mendesak di dada seperti sesuatu yang tak bisa ditahan lagi.Ayu.Wajah gadis itu terbayang begitu jelas, cara ia menunduk saat menyajikan teh, senyum kecil yang selalu memudar begitu Revan pergi, dan terutama matanya yang bicara tanpa suara.Revan menghela napas panjang, lalu meraih ponselnya.Tangannya sempat ragu. Tapi akhirnya, ia menekan ikon panggilan, menghubungi nomor Ayu.Nada sambung terdengar beberapa detik sebelum suara lembut itu menjawab.“Halo, Tuan?”Revan meme

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 18 - Tubuh Ini Tak Bisa Kau Beli

    Deru mesin mobil terdengar dari halaman depan. Dari balik gorden tipis, Ayu menyingkap sedikit kainnya, menatap diam-diam ke luar jendela.Siluet Revan dan Nadine tampak melangkah menuju mobil dengan koper-koper di belakang mereka. Nadine tertawa kecil sambil menggamit lengan Revan, seolah mereka pasangan mesra yang tengah bersiap menuju bulan madu impian.Tapi Ayu tahu… semua itu palsu. Karena disekitar mereka ada kedua orang tua yang sengaja datang untuk mengantarkan ke bandara.Revan tak menoleh. Tak ada senyum. Tak ada ekspresi apa pun di wajah pria itu, bahkan ketika Nadine melingkarkan tangannya di lengan suaminya. Ekspresi Revan tetap datar. Beku.Namun yang paling menyakitkan bagi Ayu adalah kenyataan bahwa ia tetap berdiri di balik tirai, menyaksikan pria yang semalam memeluk dan mencium dirinya. Kini pergi bersama wanita yang sah menyandang status sebagai istrinya.Ayu menahan napas ketika mobil itu melaju keluar dari halaman. Seketika dadanya sesak. Sebagian dari dirinya in

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 17 - Janji yang Tak Mungkin Aku Miliki

    Suara tawa masih terdengar renyah dari dalam ruang tamu. Ayu berdiri kaku di balik dinding beton yang menjulang tinggi, tangannya masih menggenggam nampan kosong. Tadinya ia ingin langsung ke belakang, tapi di sudut hatinya ada rasa penasaran dengan lanjutan obrolan itu.“Bagimana kalau kalian liburan romantis ke eropa?” Saran Mila, menjadi orang yang paling antusias merencanakan bulan madu kedua untuk anak dan menantunya.“Boleh juga. Kamu mau kan Revan kita bulan madu ke eropa?” Tanya Nadine dengan suara yang sangat lembut dan mendayu merdu.Revan diam. Ayu tahu itu. Ia mengenal setiap tarikan napas Revan, setiap diamnya, setiap caranya menahan rasa tidak nyaman. Tapi sayangnya di dalam ruangan itu tak ada satupun yang menyadari. Semua sibuk membayangkan cucu yang akan segera lahir dari pasangan sah bernama Revan dan Nadine.Ayu menunduk, tak sanggup mendengar obrolan itu lebih lama. Ia cepat-cepat berbalik, melangkah ke dapur dengan pandangan yang mengabur oleh air mata yang ditaha

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 16 - Makan malam keluarga

    Suara Nadine masih terdengar memanggil di luar. Sedangkan di dalam sana, Ayu sudah bersembunyi di balik tubuh kekar Revan. Berbeda dengan Ayu, Revan malah terlihat santai seolah-olah itu bukanlah hal yang penting. “Jangan khawatir, aku akan bawa Nadine pergi. Nanti setelah aman kamu bisa langsung keluar.” Revan mengusap lembut puncak kepala Ayu.Ayu mengangguk patuh, lalu ia memilih untuk bersembunyi. Tapi sebelum itu, Revan kembali melabuhkan satu kecupan di keningnya dengan lembut.Keduanya sama-sama tersenyum, lalu Ayu bergerak cepat bersembunyi di balik sofa yang ada di sudut ruangan. Brak!Brak!“Revan, buka pintunya,” Nadine kembali berteriak. Ceklek!Revan membuka pintu dan ia langsung melihat wajah Nadine yang kesal. “Kenapa baru buka pintu sekarang?” Nadine berkacak pinggang di hadapannya. “Aku tidur,” Jawab Revan santai.Nadine memicing dengan tatapan penuh selidik. “Kenapa harus tidur di sini?” Nadine masih mencacarnya dengan pertanyaan, karena wanita itu ingin membac

  • Pelayan Hati Tuan Muda   BAB 15 - Pertama kali

    Tubuh Ayu seketika meremang. Tetapi belum sempat ia bereaksi, Revan sudah terlebih dahulu mencium bibirnya, masih dengan kelembutan tapi penuh dengan tuntutan. Untuk yang kali ini, ayu sedikit kesulitan mengimbangi Revan yang pastinya sudah lebih pro dibandingkan dirinya yang seorang pemula. Namun sebisa mungkin Ayu berusaha untuk mengimbangi, walaupun kemampuannya masih kalah jauh. Melihat Ayu yang sudah terbuai, Revan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan sangat mudah, pria itu menggendong tubuh Ayu dan membawanya ke pembaringan. Diletakkannya tubuh itu dengan lembut, seolah-olah Ayu adalah sebuah kaca yang mudah retak jika diperlakukan dengan kasar.“Kamu cantik sekali, Ayu,” Puji Revan, setelah menyudahi ciumannya.Kedua pipi Ayu merona. Tatapan mereka saling bertemu, di mana ada hasrat yang sudah membara.“Ayu, bolehkah?” Revan bertanya sambil menyingkirkan helaian rambut Ayu yang menutupi wajah cantiknya. Hati Ayu yang sudah meledak-ledak, hanya bisa mengangguk lemah. Da

  • Pelayan Hati Tuan Muda   BAB 14 - Diawasi

    Tepat belakang sofa, jantung Ayu berdegup kencang. Tangannya reflek gemetar akibat rasa takut saat mendengar suara Nadine yang semakin mendekat. Ayu memejamkan mata, melafalkan doa berulang kali, semoga Nadine tidak melihat keberadaannya di sana. “Semoga Tuan Revan bisa membuat Nyonya pergi dari sini,” Batinnya. Kedua mata Ayu yang sejak tadi tertutup rapat. Tiba-tiba terbuka lebar, saat mendengar perkataan Nadine yang membuatnya semakin ketakutan. “Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan di sini kan!” Tekan Nadine, menatap tajam suaminya. Ayu menahan nafas. Ingin mendengar jawaban yang keluar dari bibir sang Tuan muda. Tepat di atas sofa. Revan terlihat santai, bahkan terlalu santai seperti apa yang terjadi bukan masalah baginya. “Sejak kapan kamu peduli dengan apa yang aku lakukan!” Ucapan Revan, sukses membungkam istrinya. Nadine diam untuk beberapa saat. “Wajar dong jika aku peduli, karena kamu suamiku dan aku tidak mau kamu macam-macam di belakangku,” Dengan san

  • Pelayan Hati Tuan Muda   BAB 13 - Tengah malam

    Bu Marni yang sedang berada di dapur terkejut, saat melihat kedatangan Nadine yang hampir tidak pernah masuk ke area dapur. Wajah wanita itu terlihat serius dengan pandangan mata yang mengendar ke sekitar.“Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” Bu Marni menunduk hormat lalu bertanya. Nadine tidak menjawab. Ia mencari kamera tersembunyi berbentuk boneka kecil yang seingatnya ia tempelkan di pintu lemari pendingin.“Kemana semua hiasan kecil yang ada di pintu lemari pendingin ini?” Nadine menoleh ke arah Bu Marni. Bu Marni sedikit terkesiap, lalu ia menjawab. “Bukannya semua hiasan itu Nyonya minta untuk buang semuanya,”Nadine membulatkan kedua matanya. “Lalu kamu buang ke mana?” Nadine seketika panik, karena ia benar-benar lupa sudah meletakkan kamera tersembunyi di sana. “Saya buang ke tempat sampah yang ada di depan Nyonya,” Bu Marni menjawab dengan takut.“Cari dan ambil semua hiasan kecil itu!” Titah Nadine. “Maaf nyonya. Semua hiasan kecil itu pasti sudah tidak ada, karena tadi

  • Pelayan Hati Tuan Muda   BAB 12 - PULANG LEBIH AWAL

    2 hari kemudian…Nadine yang awalnya berencana liburan selama 3 hari di Singapura. Nyatanya ia harus kembali lebih awal, karena pria pujaan hatinya harus kembali lebih dulu karena ada urusan pekerjaan.“Jangan sedih gitu dong, nanti kalau aku ada waktu kita liburan lagi, ok,” Ucap pria itu merangkul bahu Nadine.Nadine menyandarkan kepala di dada bidangnya. “Janji ya?” Nadine mendongakkan kepala.Cup!Pria itu mencium singkat kening Nadine. “Iya aku janji,” Jawabnya disertai senyum.Karena taksi yang mereka naiki sudah sampai di apartemen pria itu, dengan berat hati Nadine harus berpisah dari nya. “Jangan lupa hubungi aku,” Pinta Nadine sebelum pria itu turun.Pria itu tersenyum, lalu mengangguk.Setelahnya taksi kembali melaju, mengantarkan Nadine pulang. Sebenarnya ia sedikit kecewa, karena rencana 3 hari liburan mereka harus dipersingkat menjadi 2 hari. Tapi tidak masalah, karena pria itu sudah berjanji akan mengajaknya liburan lagi di lain waktu.40 menit kemudian…Akhirnya taksi

  • Pelayan Hati Tuan Muda   Bab 11 - Ajakan Revan

    Keesokan harinya…Pagi-pagi sekali Nadine sudah bersiap untuk pergi ke Singapura selama 3 hari. Selama istrinya berdandan, Revan hanya bersandar di headboard ranjang dengan laptop yang menyala dipangkuan. “Selama aku pergi kamu jangan macam-macam! Apalagi dekat-dekat dengan pembantu baru itu,” Nadine berucap sambil merias wajahnya di cermin. Revan menghentikan tarian jarinya sejenak. “Jika aku mau, sudah dari lama aku akan melakukannya.” “Baguslah kalau kamu tidak macam-macam. Oh iya, selama aku disana jangan pernah menghubungi karena aku tidak mau diganggu.” Nadine beranjak karena ia sudah selesai.Revan hanya diam, kembali memusatkan dirinya pada pekerjaan yang harus selesai pagi itu juga. 30 menit kemudian. Nadine yang sudah selesai berdandan langsung beranjak, ia mematut dirinya sekali lagi di depan cermin untuk memastikan penampilannya akan selalu sempurna. “Aku pergi,” Pamitnya keluar dari kamar. Revan tak menjawab, tapi ia hanya melirik sekilas lalu kembali fokus pada pek

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status