"Apa? Danita pendarahan!"Melinda langsung bangkit dari posisi berbaring saat Cakra menjawab telepon dengan suara keras dan nada panik yang tak bisa disembunyikan. Dini yang sedang mengaduk bubur pun menghentikan kegiatannya sejenak."Oke, saya ke sana sekarang juga." Sesaat setelah mematikan sambungan telepon, Cakra kembali ke harapan Melinda. "Mbak Danita kenapa, Mas?" tanyanya setelah lelaki itu kembali."Dia pendarahan, katanya baru mau dijemput ambulans. Kamu ke dokter bareng Dini aja, ya. Nanti aku nyusul." Dengan panik Cakra kembali memakai jaketnya. Setelah itu berlari dia berlalu dari unit Melinda.***David mengerjapkan mata beberapa kali saat melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini. "Lah, ternyata kakak iparnya Meli. Berarti ini.... ""Ya, dia istri saya. Nanti aja tanya-tanyanya. Tolong jaga anak saya sebentar," potong Cakra cepat sembari membantu petugas menaikkan Danita ke dalam mobil ambulans. David mengernyit dahi sejenak, lalu beralih pada Arka yang sejak ta
"Perdarahan saat hamil tua disebabkan kondisi plasenta previa, yaitu keadaan di mana plasenta (ari-ari) menutupi seluruh atau sebagian mulut rahim. Biasanya perdarahan terjadi akibat regangan dan pecahnya pembuluh darah plasenta, sebagai akibat penipisan dan pembukaan mulut rahim menjelang masa persalinan. Ada beberapa faktor yang menyebab pendarahan. Salah satunya dipicu oleh stres yang menimpa ibu hamil. Dalam kasus istri bapak saya lihat juga kondisi kandungannya lemah dan kurang asupan gizi. Mohon kerja samanya, ya, Pak. Di situasi seperti ini yang paling penting adalah dorongan semangat dari orang terdekat, khususnya suami. Agar tak perlu ada tindakan operasi yang menyebabkan bayi terpaksa lahir secara prematur."Di samping brankar Danita, Cakra termangu dengan kepala tertunduk. Merenungi ucapan dokter tentang kondisi Danita dan bayinya saat ini. Hatinya seperti tergerak, rasa sesak dan bimbang timbul bersamaan. Dia benar-benar tak mengerti, kenapa jadi sepeti ini? Seharusnya d
Sirine ambulans terdengar di pelataran rumah sakit. Para petugas terlihat menurunkan seorang perempuan berwajah pucat lalu mendorong brankarnya menuju ruang IGD. Terlihat pula David dan Dini yang mengantar sampai depan ruangan gawat darurat tersebut. "Kok bisa begini, sih, Ndut? Gue kira dari tadi Meli udah dibawa ke rumah sakit," sentak David sesaat setelah mereka duduk di ruang tunggu. "Gue juga nggak tahu, Bang. Habis dari tadi dia ngeyel nggak perlu ke dokter. Katanya cuma demam biasa. Padahal mukanya pucet banget, mana muntah-muntah mulu.""Udah kasih tahu Abang iparnya?"Dini menggeleng. "Dia udah wanti-wanti, kalau ada apa-apa jangan hubungin Bang Cakra katanya, biar dia bisa fokus sama Mbak Dani dulu."David tertegun. "Bener juga, sih. Lagian tuh laki kayaknya masih dilema sama perasaannya sendiri.""Gimana?" Dini menatapnya dengan dahi berkerut. David lekas menggeleng. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruangan Melinda. Dia melirik David dan Dini sejenak, lalu b
Cukup lama keheningan panjang memenuhi ruangan. Keterkejutan luar biasa yang ditunjukkan wajah lelaki tampan dengan almamater kedokteran itu tak urung merenda, kala David sengaja menyulut emosinya makin berkobar. "Saat ini Danita sedang dirawat akibat pendarahan pada kehamilan keduanya. Liat, Bang. Perempuan itu aja berhasil move on. Masa lo gini-gini aja. Penyesalan nggak akan mengubah apa pun. Kalau lo terus sembunyi kayak pengecut, selamanya dia bakal mengingat lo sebagai lelaki nggak bertanggung jawab dan paling br*ngsek di duni--" "Diam, David!" Candra mulai habis kesabaran. Dibentak seperti itu David bukannya mundur dia malah semakin tertantang. "Belum lagi kalau Bang Cakra tahu yang sebenarnya. Hubungan kalian yang udah buruk pasti bakal makin buru--""Keluar! Keluar lo sialan!"David akhirnya menyerah. Dia tersenyum kecil sebelum berlalu dari pandangan Candra. Suara pintu yang dibanding keras terdengar. Candra merobohkan diri di atas kursi kebesarannya. Rasa ingin teriak
Suara derap langkah terdengar pelan memasuki ruangan rawat dengan nama dalam brankar yang bertulis 'Ny. Melisa Anandia'Lelaki jangkung dengan jas kedokteran dan stetoskop yang melingkar di lehernya itu berhenti tepat di samping perempuan yang terbaring dalam keadaan terlelap. Lekat dia amati wajah jelita yang terlihat sedikit pucat di hadapannya. Satu-satunya perempuan yang membuat dia tertarik setelah tiga tahun menghabiskan waktu dalam penjara penyesalan. Tak menyangka takdir bisa mempermainkan hidup mereka sampai seperti ini. Ternyata perempuan yang selama ini dia anggap memiliki banyak kesamaan dengan dirinya ini adalah adik kandung dari seseorang yang tiga tahun lalu dia campakkan. Seperti dejavu, kejadian itu kembali terulang. Dia ada dalam situasi yang sama, tapi kondisi yang berbeda. Bisa dibilang, perempuan ini datang di waktu yang tepat, tapi dalam keadaan yang salah. Tangan besar itu terulur menyibak selimut yang menutupi setengah tubuh pasiennya. Kemudian meletakkan
"Dia anakku, kan?"Gerakan David yang baru saja hendak memutar hendel pintu terhenti. "Iya."Deg!"Kalau begitu, mari kita menikah!"Tangan besar itu mengepal seketika. Tubuhnya mundur selangkah dengan rahang yang sudah mengeras dan wajah merah padam. Emosi yang baru saja teredam kembali muncul ke permukaan. Panas yang menjalari kepala sampai ke ubun-ubunnya bukan hanya karena perempuan yang dia suka baru saja dilamar kakak tirinya, tapi juga fakta bahwa anak yang dikandung Melinda adalah benih Candra."Bang! Ada apa?" Dini yang baru saja datang dibuat keheranan karena melihat David hanya berdiri mematung di depan ruangan. "Udah samperin Melinya?"Lelaki itu hanya menoleh sekilas, lalu pergi begitu saja tanpa menjawab. "Kenapa, sih tuh orang?" Dini menggerutu. Kemudian mengedikkan bahu. Memilih mengabaika David, dia mengulurkan tangan hendak membuka pintu, tapi seseorang sudah mendahului dari dalam.Bola mata perempuan itu melebar saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya seka
"Ceritain semua tentang Melinda, selain nama aslinya yang adalah Melisa."Dini mengernyitkan dahinya saat Melihat David datang tiba-tiba menemuinya yang baru saja keluar dari ruangan Melinda dan langsung menyeretnya menuju taman. "Anjir mulut lu bau naga, Bang. Habis mabok, ya? Gue yakin bukan semprit yang sekarang mah." Dini menutup hidungnya saat Cakra berbicara tepat di depan wajahnya. "Iya. Gue baru pulang dari club langsung ke sini," jawab David santai, sembari menuntun Dini untuk duduk di kursi taman bersamanya. "Edan emang lu, ye," sungut Dini kesal. "Emang iye. Dari kemarin gue dah kayak orang gila, Ndut. Sakit banget nih kepala. Gue butuh pencerahan sebelum hajar tuh orang," aku David sembari menggaruk rambutnya yang sudah semrawut. Mata Dini langsung melebar mendengarnya. "Minta pencerahan kok mau hajar orang? Sinting juga ada levelnya kali, Bang. Lu mah udah over dosis," ledek Dini sambil melet. "Dahlah. Nggak usah banyak cing-cong, Ndut. Langsung ceritain aja sama g
"Jadi, sekarang rencana lo gimana?" David bertanya tentang keputusan Candra setelah diskusi panjang mereka."Gue bakal tetep nikahin Melinda dan lamar dia di acara ulang tahun papi di aula apartemen akhir pekan ini," pungkasnya."Terus kalau masa lalu lo sama Danita kebongkar gimana?""Setiap tindakan selalu ada resikonya, Dave. Dan gue udah siap untuk itu. Setidaknya gue masih punya itikad baik buat tanggung jawab walaupun kehamilan Melinda bukan sepenuhnya salah gue.""Tapi pernikahan kalian terjalin bukan atas dasar cinta. Lo mau semuanya berakhir kayak papi, Bu Nina, dan mami?""Nggak semua pernikahan yang berawal tanpa cinta itu berakhir dengan perpisahan, David. Selalu ada jalan untuk orang yang mau berusaha. Sebisa mungkin gue akan berusaha mempertahankan pernikahan kita nanti. Gue yakin Cakra pun begitu. Dia cuma perlu dihajar dulu biar sadar.""Lo bisa ngomong sesantai ini seolah-olah udah bener-bener bisa lepas aja dari masa lalu. Padahal gue tahu gimana bucinnya lo sama Dan