Share

5. Kasta yang Berbeda

last update Last Updated: 2025-10-06 11:21:13

Ponsel Sera bergetar di dalam saku rok spannya. Dia terpaksa menghentikan aktifitasnya untuk melihat siapa yang menelepon.

Saat melihat nama ayahnya terpampang di layar, Sera menghela napas berat dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku.

Dia enggan mengangkat panggilan dari pria yang selalu berhasil menghancurkan hatinya itu.

Tak ingin mood-nya terganggu, Sera kembali melanjutkan aktifitasnya. Menyirami tanaman daun mint yang tumbuh subur di dalam pot.

Setelah disiram, daun mint itu langsung mengeluarkan aroma segar yang tercium di udara. Sera terpaku sejenak. Aroma mint itu hampir sama dengan aroma yang menguar dari Raven saat pria itu menciumnya.

Sera mengembuskan napas kasar. Lalu menggeleng, berusaha mengenyahkan bayangan itu dari benaknya.

Bagaimanapun juga, kata-kata Raven yang menyakitkan malam itu membuat Sera tak ingin berhadapan dengannya lagi.

“Kira-kira hari ini Pak Raven pulang nggak, ya? Kalau pulang, ‘kan, saya bisa nyediain makan malam yang lebih banyak,” ucap Mbak Ratna yang duduk di kursi tak jauh dari Sera, wanita paruh baya itu sedang menulis daftar belanjaan mingguan tapi tiba-tiba kepikiran sang majikan yang jarang pulang ke rumah akhir-akhir ini.

“Coba tanyain aja ke Pak David, Mbak.” David yang Sera maksud adalah sekretaris Raven.

“Sudah dicoba, tapi telepon saya nggak diangkat.”

“Mungkin masih sibuk kali, ya?”

“Bisa jadi.” Ratna menggaruk kepala yang tak gatal. “Hampir semingguan ini Pak Raven jarang pulang ke rumah. Kayaknya beliau kembali ke kebiasaannya yang dulu.”

Sera berhenti menyiram tanaman. Sudah enam hari berlalu sejak malam itu, malam di mana dia mendengar pertengkaran Raven dan Celine, dan selama itu Sera hampir tidak bertemu dengan Raven lagi.

Dia memutar badannya untuk menatap Ratna sambil memegangi alat penyiram tanaman berukuran kecil. “Kebiasaannya yang dulu?”

“Iya. Dulu ‘kan Pak Raven jarang pulang ke rumah. Hobinya itu kerja, kerja dan kerja. Kadang lembur sampai tengah malam, bahkan sampai menginap di kantor,” ujar Ratna sambil menghela napas panjang. “Beliau seperti lupa sudah punya istri cantik di rumah. Tapi Bu Celine juga sama-sama doyan kerja.”

Oh itu. Sera mengangguk pelan karena dia juga pernah mendengar hal itu sebelumnya dari percakapan Celine dan Raven di meja makan. Saat itu Sera mengira bahwa Celine sudah mencurigai hubungan terlarangnya dengan Raven, tapi ternyata dugaan Sera salah.

“Kamu nggak pernah lihat gimana gilanya Pak Raven sama kerjaannya,” ujar Ratna lagi. “Karena setelah kamu kerja di sini, Pak Raven jarang lembur. Saya sempat heran melihat Pak Raven tiba-tiba berubah, tapi di sisi lain saya bersyukur beliau akhirnya sadar, nggak gila kerja lagi soalnya nggak bagus buat kesehatannya. Tapi kira-kira… apa penyebabnya, ya?” Kening Ratna mengernyit seolah sedang berpikir keras.

Sera berdeham pelan dan membuang muka ke arah lain. Dia khawatir Ratna mencurigai hubungannya dengan Raven. Tidak mungkin Raven meninggalkan kebiasaan lamanya hanya demi bisa ‘tidur’ dengannya, bukan?

Sera menggeleng pelan. Tidak. Dia tidak mau terlalu percaya diri. Lagi pula, apa yang bisa dia banggakan dari menjadi pemuas hawa nafsu seorang pria yang sudah beristri?

Dari pada bangga, Sera justru merasa jijik pada tubuhnya sendiri.

Deru mesin mobil yang memasuki halaman rumah menginterupsi percakapan mereka. Sera melihat ke bagian depan rumah, lalu tanpa sadar dia menghela napas kecewa ketika yang datang bukan mobil Raven.

Meski Sera enggan berhadapan dengan pria itu, tapi entah mengapa dia merasa tak nyaman sekarang. Sera tahu, dia tak pantas memelihara perasaan ini.

Sera memaksakan diri untuk tersenyum lalu mengangguk, menyapa Celine yang keluar dari mobil tersebut. Rasa bersalah kembali menggerogoti hati Sera saat melihat majikannya itu.

Celine mengabaikan Sera. Wanita berpenampilan mewah itu masuk ke dalam rumah.

Selesai menyiram tanaman, Sera bergegas ke dapur menyiapkan makan malam untuk Celine.

Saat sedang sibuk dengan masakannya, ponsel Sera berdenting pertanda ada pesan masuk. Sera langsung memeriksa pesan itu yang ternyata dari adik pertamanya, Rania.

[Kak Sera, ayah datang ke rumah buat minta uang. Rania nggak kasih, tapi ayah menggeledah rumah sampai dia menemukan uang buat berobat Salsa. Ayah ngambil uang itu semuanya.]

Amarah langsung menguasai diri Sera ketika membaca pesan tersebut. Dia mencengkeram ponsel kuat-kuat. Lalu detik itu juga, Sera langsung menghubungi nomor telepon ayahnya.

“Kenapa Ayah ngambil uang itu?” tanya Sera dingin tanpa basa-basi setelah panggilannya terangkat di dering ketiga. “Ayah tahu? Itu uang buat berobat Salsa, Yah?! Salsa harus segera dirawat!”

“Sera, nanti Ayah telepon lagi. Sekarang Ayah lagi sibuk.”

“Sibuk?!” Sera mendengus. “Ayah bukan lagi sibuk! Ayah sedang main judi!”

Terdengar helaan napas kasar di seberang sana. “Memangnya kenapa kalau Ayah main judi? Ini usaha Ayah buat mendapatkan uang untuk kalian!”

“Berhenti menjadikan kami sebagai alasan! Karena kenyataannya Ayah nggak pernah ngasih uang buat kami. Ayah justru selalu merampas uang anak-anak Ayah!”

“Hey, hey… berani sekali kamu bilang begitu sama ayahmu sendiri?! Seharusnya kamu berbakti sama Ayah. Tanpa Ayah, kalian semua nggak akan ada di dunia ini.”

Sera mengetatkan rahangnya, napasnya tersengal. Meski sudah terbiasa dengan rasa sakit yang ayahnya torehkan, tetap saja ucapan ayahnya itu terdengar menyakitkan.

“Aku lebih baik tidak dilahirkan ke dunia ini dari pada harus jadi anak dari laki-laki seperti Ayah!” tegasnya dengan bibir bergetar. “Pokoknya aku nggak mau tahu. Ayah harus mengembalikan uang untuk berobat Salsa. Secepatnya!”

Setelah mengatakan kalimat tegas itu, Sera mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dia memijat pelipis yang terasa sakit sambil berusaha mengatur napas. Sera sudah lelah menghadapi sikap ayahnya.

Suara alas kaki yang beradu dengan lantai membuat Sera buru-buru menegakkan punggung dan menormalkan kembali raut mukanya.

Dia berbalik dan memaksakan diri untuk tersenyum pada Celine yang menghampiri meja makan. Ekspresi Sera menunjukkan seolah tidak terjadi apa-apa padanya sebelumnya.

“Bu Celine, ada yang bisa saya bantu?”

“Buatkan aku teh.”

Sera mengangguk. “Baik.”

Lalu Sera bergegas membuat pesanan majikannya. Setelah selesai, dia menaruh secangkir teh hangat di atas meja, tepat di hadapan Celine. “Silahkan, Bu.”

Tanpa berkata apa-apa dan tanpa menatap Sera, Celine meraih cangkir itu dan menyeruputnya dengan anggun dan elegan. Hanya dari gerakan kecil itu saja sudah menunjukkan betapa jauh berbedanya kasta Sera dan Celine.

“Akhir pekan ini ada acara di rumah orang tuaku.”

Sera mengerutkan kening. Dia tidak menyela ucapan Celine yang sepertinya belum selesai itu.

“Acaranya memang nggak terlalu meriah, tapi Mama butuh banyak pelayan untuk membantu menyiapkan semuanya,” lanjut Celine.

“Apa ada yang bisa saya bantu?”

Celine mengangguk. Dia sempat melirik Sera dengan datar sekilas. “Hari Sabtu pagi kamu datang ke rumah orang tuaku untuk bantu-bantu. Mbak Ratna juga.”

“Baik. Bu.” Saat majikannya memberi perintah, yang harus Sera lakukan memang menuruti perintahnya. “Apa ada lagi yang bisa saya bantu?”

“Nggak ada.”

“Kalau begitu saya akan kembali memasak.”

Celine hanya menjawab dengan gumaman.

Sera bergegas kembali ke depan kompor dan fokus pada masakannya yang hampir matang. Sesekali Sera teringat dengan pertengkaran Celine dan Raven tempo hari, yang membuat Sera penasaran kenapa Celine menuduh Raven seperti itu.

Di sisi lain, harum aroma masakan yang menguar membuat Celine melarikan tatapannya ke arah dapur. Dia meneliti sosok Sera, pembantu yang tak pernah menyita perhatiannya sama sekali, karena Celine terlalu sibuk hanya untuk sekedar memperhatikan pembantu rendahan seperti Sera.

Namun ucapan Rhea, sahabatnya yang sering berkunjung ke rumah ini, kembali terngiang di telinga Celine.

‘Memangnya kamu nggak terganggu sama pembantu baru kamu? Maksud aku, dia itu cantik, kamu nggak khawatir Raven tergoda sama dia?’

Celine melipat tangan di dada dan matanya masih memperhatikan Sera. Celine mengakui, bahwa dilihat dari tubuhnya yang semampai, wajahnya yang cantik meski tanpa riasan make up, tutur kata dan caranya bersikap, Sera tak pantas bekerja menjadi seorang pembantu di usianya yang masih muda.

Lalu, Celine mendengus.

Rhea salah kalau Celine khawatir. Nyatanya, Celine sama sekali tidak mengkhawatirkan hal itu.

Karena Celine yakin, Raven tidak akan pernah tergoda oleh pembantu kampungan yang berasal dari kasta rendah seperti Sera. Jelas sekali level Celine dan Sera sangat jauh berbeda. Celine merasa, dirinya jauh lebih baik dari sisi manapun dibanding Sera.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   5. Kasta yang Berbeda

    Ponsel Sera bergetar di dalam saku rok spannya. Dia terpaksa menghentikan aktifitasnya untuk melihat siapa yang menelepon.Saat melihat nama ayahnya terpampang di layar, Sera menghela napas berat dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku.Dia enggan mengangkat panggilan dari pria yang selalu berhasil menghancurkan hatinya itu.Tak ingin mood-nya terganggu, Sera kembali melanjutkan aktifitasnya. Menyirami tanaman daun mint yang tumbuh subur di dalam pot.Setelah disiram, daun mint itu langsung mengeluarkan aroma segar yang tercium di udara. Sera terpaku sejenak. Aroma mint itu hampir sama dengan aroma yang menguar dari Raven saat pria itu menciumnya.Sera mengembuskan napas kasar. Lalu menggeleng, berusaha mengenyahkan bayangan itu dari benaknya.Bagaimanapun juga, kata-kata Raven yang menyakitkan malam itu membuat Sera tak ingin berhadapan dengannya lagi.“Kira-kira hari ini Pak Raven pulang nggak, ya? Kalau pulang, ‘kan, saya bisa nyediain makan malam yang lebih banyak,” ucap M

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   4. Hanya Butuh Tubuhmu

    “Pak, apa yang mau Bapak lakukan?”Bodoh. Seharusnya Sera tidak perlu bertanya. Seharusnya dia tahu apa yang akan Raven lakukan ketika pria itu membawanya ke kamar ini. Kamar bernuansa abu-abu yang setiap sudutnya mengingatkan Sera pada sentuhan-sentuhan panas majikannya.Namun, apakah Raven akan melakukannya di saat dia baru saja bertengkar dengan istrinya? Segila itukah pria itu? Sera sama sekali tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Raven saat ini.Raven tidak menjawab. Pria berusia 33 tahun itu menutup pintu dengan kasar dan menguncinya dengan tangan yang terbebas, sementara tangan yang lainnya masih mencengkeram pergelangan tangan Sera.Napas Raven memburu. Matanya berkilat-kilat penuh emosi. Dia memenjarakan Sera di dinding, hingga Sera meringis kesakitan ketika punggungnya membentur dinding itu.“Saya membutuhkanmu sekarang.”Sera sudah bisa menebak kalimat itu akan terlontar dari mulut Raven, tapi tetap saja Sera terhenyak mendengarnya.“Ta-tapi saya–”Suara Sera tertelan b

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   3. Sebuah Fakta

    Suasana di meja makan mendadak terasa hening dan dingin. Raven hanya diam, menatap Celine tanpa ekspresi. Celine balas menatap Raven seakan menuntut jawaban.Sementara itu, tangan Sera semakin bergetar. Bagaimana kalau nyonya rumah ini mengetahui hubungan terlarang Sera dengan Raven? Apa yang akan Celine lakukan? Celine pasti marah dan kecewa padanya.Gugup dan takut kini menguasai diri Sera, tangannya seolah kehilangan tenaga. Hingga….Prang!Piring dalam genggamannya tiba-tiba terjatuh ke lantai, menghasilkan suara yang memekakkan telinga. Pecah. Buah-buahannya berhamburan.Celine berjengit kaget dan sontak menatap Sera dengan mata sedikit membulat. Suaranya terdengar halus saat berkata, “Ah… rupanya selain lemah, kamu juga ceroboh. Menarik sekali. Pelayan macam apa yang suamiku pekerjakan ini?” Celine sempat melirik Raven sejenak.Lembut dan halus, tapi kalimat itu terdengar menohok.“Ma-Maaf, Bu. Lain kali saya akan berhati-hati,” ucap Sera, lalu dia berjongkok dan mengumpulkan se

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   2. Daya Tarik Baru

    Sera keluar dari rumah Raven dengan perasaan campur aduk dan tubuh lelah. Amplop berisi uang pemberian Raven dia sembunyikan di dalam saku cardigan. Ya, dia mengesampingkan harga dirinya, karena kenyataannya dia memang membutuhkan uang itu.Hujan masih turun dengan deras. Sera merapatkan cardigannya dan berdiri cukup lama di beranda samping.Kamar ART ada di bagian belakang, terpisah dari rumah mewah ini. Setidaknya tubuh Sera akan basah kuyup ketika menyeberangi taman menuju kamarnya.Sebenarnya di dalam ada payung, tapi Sera terlalu enggan kembali ke dalam rumah majikannya. Yang ingin dia lakukan saat ini hanya membaringkan tubuhnya di atas kasur.Sera sempat berjongkok, karena lututnya terlalu lemas untuk menopang berat tubuhnya. Pada saat yang sama dia mendengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah.Sera tertegun. Dia hapal betul siapa pemilik mobil tersebut. Celine Adisty, istri Raven Lucien Maheswara yang baru saja pulang.Sesaat kemudian Sera mendengar suara pintu ruma

  • Pelukan Sang Majikan di Malam Hari   1. Malam yang Panjang

    Sera benci bagaimana tubuhnya berkhianat. Tubuhnya menikmati setiap hentakan pria yang seharusnya dia jauhi. Namun di balik desahan yang lolos, hatinya terasa hancur. Karena Sera tahu, setelah semuanya usai, hanya amplop berisi uang yang akan menunggu di meja.Di luar, hujan turun dengan deras. Suara gemericiknya mampu meredam desahan dan geraman rendah yang saling bersahutan di dalam kamar mewah itu.Kamar yang telah menjadi saksi bisu bagaimana luka dan gairah bertemu dalam tubuh seorang wanita yang dipaksa tunduk pada takdir.“Kenapa melamun?”Suara berat itu terdengar di sela-sela napas yang memburu, seiringan dengan gerakan Raven yang tiba-tiba terhenti, yang mampu mengeluarkan Sera dari lamunan singkatnya.Satu tangan lebar Raven bergerak menyentuh dagu Sera hingga mata mereka saling bersitatap. Sementara satu tangannya yang lain masih mengunci kedua pergelangan tangan Sera di atas kepala.“Saat saya menyentuhmu, kamu hanya boleh memikirkan saya. Mengerti?”Suara Raven terdengar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status