Masuk“Saya hanya tidak ingin… kamu terluka dan menghilang dari pandangan saya.”Mata Sera seketika memanas mendengar jawaban tersebut. Kata-kata itu terdengar singkat dan sederhana, tapi membuat harapan di dalam hati Sera semakin dalam.Sera lalu mengeratkan pelukannya di leher Raven dan memejamkan mata, berusaha merekam dalam ingatannya bagaimana hangat dan harumnya tubuh pria itu.Karena suatu saat nanti, akan ada hari di mana mereka akan saling berjauhan.Dan mungkin saling… melupakan.Hingga semua yang pernah mereka lakukan saat ini akan menjadi kenangan pahit.Dada Sera semakin terasa sesak, seolah ada dua batu besar yang menghimpitnya begitu kuat.Sisa perjalanan itu mereka habiskan dalam diam. Raven berjalan cukup jauh tanpa berniat menurunkan Sera dari punggungnya.Raven berusaha mengabaikan rasa sakit yang dia rasakan di sekujur tubuhnya akibat benturan keras tadi.Hampir satu jam Raven berjalan kaki, akhirnya dia keluar dari hutan, dan resort sudah terlihat di depan mata.Sera te
Raven bergegas mendekati wanita itu. Debaran di dalam dadanya semakin hebat. Merasa takut, marah dan lega bercampur menjadi satu.“Sera?” gumam Raven dengan suara sedikit bergetar.“Pak Raven…,” lirih Sera.Raven duduk di samping wanita itu, membungkukan sedikit tubuhnya dan langsung meraih tubuh Sera.Raven memeluknya erat, terlalu erat seolah hanya dengan cara itu dia bisa meyakinkan diri bahwa semua ini sungguh terjadi.Setelah beberapa detik, Raven melonggarkan pelukannya, menunduk menatap wajah Sera dan mengelus sebagian wajahnya.“Apa yang kamu rasakan? Kamu terluka? Ada bagian tubuhmu yang sakit?” cecar Raven.Pria itu banyak berbicara sekarang, seperti bukan Raven yang Sera kenali. Bahkan kekhawatiran dan kepanikan terdengar dalam suaranya.Tetapi Sera tidak menjawab. Dia terlalu panik dan takut atas apa yang menimpa dirinya. Sera hanya mencengkeram jaket Raven dengan jari yang bergetar.Hal itu cukup untuk membuat Raven mengerti bahwa Sera sedang ketakutan.“Jangan takut. Say
Raven berdiri di depan jendela besar. Menatap pantulan wajahnya sendiri di kaca. Di luar, langit sudah berubah gelap.Kedua tangan Raven tersembunyi di saku celana dengan rahang mengeras.Percakapannya dengan Sera tadi terus memenuhi pikirannya.Raut muka Sera yang tiba-tiba berubah sendu dengan sorot mata terluka saat pergi, membuat dada Raven terasa sesak dan nyeri.Memang benar, Sera dan kedua adiknya berada di resort ini karena skenario yang Raven ciptakan.Raven ingin memberikan kemewahan pada wanita itu, dan membuatnya terus berada dalam jangkauan matanya.Namun ternyata… untuk pertama kalinya semua yang biasa Raven anggap sebagai solusi, terdengar seperti kesalahan.Raven mengembuskan napas kasar. Melirik arloji yang sudah menunjukkan pukul 18.45.Pada saat yang sama, Raven mendengar keributan di luar sana, seperti dua anak perempuan yang sedang panik.Semula Raven akan mengabaikannya, tapi saat mengenali suara itu milik Rania dan Salsa, Raven secara spontan menajamkan pendenga
Sera duduk termenung di balkon kamar.Udara dingin merayap pelan, menyentuh kulit sekaligus perasaannya, seakan berusaha membekukan nyeri yang sejak tadi berdenyut di dalam dada.Kata-kata Raven tadi membuat dunia Sera nyaris runtuh. Sera tahu, Raven tidak mungkin tertarik padanya dan pria itu tak akan pernah memilihnya.Namun, mendengar pengakuan langsung dari mulut Raven rasanya jauh lebih menyakitkan.“Kak Sera!” seru Rania dan Salsa sambil berlari menghampiri Sera.Sera mengerjapkan matanya berkali-kali, untuk menghalau air mata yang menggenang.Lalu dia menoleh dan berusaha menarik sudut-sudut bibirnya ke atas.“Ada apa? Kalian kelihatan senang banget,” komentar Sera.“Kak, ayo kita main sepeda!” Salsa berseru riang sambil menarik satu tangan kakaknya.“Main sepeda? Memangnya ada sepedanya?”“Ada!” Rania yang menjawab, tak kalah antusias dari Salsa. “Resort nyediain sepeda buat para tamunya.”Sera seketika terdiam. Bagaimana jika kedua adiknya tahu bahwa sebenarnya keberuntungan
Sera masuk ke kamar dan mendapati kedua adiknya tengah duduk di sofa sambil menatap ke ponsel di genggaman Rania.“Lagi apa kalian?” tanya Sera.“Mau ngasih review di Maps resort ini, Kak,” jawab Rania, “aku langsung kasih bintang lima, soalnya pelayanan mereka bagus banget.”Sera tersenyum kecil lalu duduk di tepian ranjang sambil mengikat rambut panjangnya.“Kak Rania, lihat. Ternyata resort ini punya Maheswara Corp!” seru Salsa, yang membuat Sera seketika menoleh pada mereka berdua.“Maheswara Corp?” tanya Sera dengan mata sedikit membulat. Itu ‘kan perusahaan yang dipimpin Raven.“Hm!” Salsa mengangguk. “Pantas aja fasilitasnya sultan banget!”Sera seketika terdiam, seakan tubuhnya lupa bagaimana cara bernapas.“Emangnya kamu tahu Maheswara Corp itu perusahaan apa?” Rania balik bertanya.“Tahu dong. Pak Ridwan di sekolah aku suka bahas perusahaan ini. Katanya ini salah satu perusahaan besar, yang sangat berpengaruh di perekonomian Indonesia.”Sera segera mengeluarkan ponsel dan me
Kehadiran Raven di meja makan sempat membuat suasana terasa canggung.Tapi Sera berhasil mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol Rania dan Salsa.Sedangkan Raven tak bersuara, dia menikmati makanannya dengan tenang.Namun diam-diam Raven memperhatikan interaksi Sera dan kedua adiknya. Obrolan ringan mereka membuat rasa hangat mengalir di dalam dada Raven.Raven merasa ingin berada di meja makan ini lebih lama.Padahal semua makanan di atas meja itu sudah menjadi makanannya sehari-hari, tetapi entah kenapa saat ini rasanya berbeda. Terasa lebih… lezat.“Kapan akan berziarah?” Raven akhirnya bersuara setelah cukup lama dia bungkam.“Rencananya besok pagi, Pak,” jawab Sera.Raven mengangguk samar.Lalu suasana kembali hening.Sera melahap makanannya lagi dengan tenang, tapi ketenangannya terusik ketika sikunya dengan siku Raven tanpa sengaja saling menyentuh.Sera menahan napas. Lalu menunduk.Sedangkan Raven hanya berdehem pelan sekali.“Ah, aku baru ingat,” cicit Salsa, memecah kehe







