Tristan mencubit lembut perut Scarlett dengan gaya bercanda. Scarlett menahan tangannya dan berkata dengan tenang, “Aku menangani kasus perceraian hari ini. Suami-istri ini menikah karena dijodohkan oleh orang tua mereka. Tapi sekarang, cinta pertama sang suami muncul kembali. Setelah anak perempuan mereka masuk kuliah, si suami meminta cerai.”“Aku mewakili sang istri. Dia masih mencintai suaminya dan ingin mempertahankan pernikahan mereka,” lanjut Scarlett. “Tristan, kamu sebagai laki-laki, menurutmu masih ada harapan tidak bagi pernikahan ini? Atau sebaiknya dia berhenti berusaha saja?”Tristan mengelus sisi tubuh Scarlett sambil berpikir, “Kalau setelah bertahun-tahun dia masih belum bisa melupakan cinta pertamanya, akan berat untuknya istrinya. Kecuali ada sesuatu yang benar-benar bisa mengubah cara pandang suami, sepertinya tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan pernikahan itu.”Lalu ia menatap Scarlett dan berkata, “Mereka sudah sampai tahap mau gugat cerai. Kenap
Nick tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk bertemu Lexi lagi — dan sekalipun itu terjadi, Lexi tetap akan bersikeras untuk bercerai.Dulu, Lexi hidup di bawah kendali Nick, takut akan keselamatan orang tua dan adik perempuannya. Namun kini, setelah Nick dijatuhi hukuman penjara selama 28 tahun, ia tak lagi bisa menyentuh Lexi.Kasus Nick menjadi pelajaran besar bagi Scarlett. Ia tidak habis pikir bagaimana Nick masih punya keberanian untuk menolak perceraian, apalagi menuntut untuk bertemu Lexi.Olivia masuk ke kursi penumpang dengan wajah cemas. “Scarlett, apakah Nick sudah menandatangani surat-suratnya?”Olivia khawatir Nick akan tetap berusaha menyeret adiknya ke dalam penderitaan, menahannya seumur hidup hanya karena dendam. Nick memang tipe pria yang akan melakukan hal semacam itu.Scarlett menyerahkan berkas yang telah ditandatangani. “Sudah.” Ia bahkan tidak menyinggung permintaan Nick untuk bertemu Lexi. Pria seperti itu tidak pantas mendapat kesempatan, apalagi seorang
"Tidak bisakah aku tidur dengan tenang?" Ucap Scarlett malas.Melihat hal itu, Tristan meletakkan buku yang sedang ia baca, lalu menarik selimut dari tubuh Scarlett. Dalam satu gerakan cepat, ia merengkuh Scarlett ke dalam pelukannya. “Kenapa kamu lebih memilih meminta bantuan Bruce?”Nada suaranya terdengar cemburu, tapi Scarlett justru merasa geli. “Mulai sekarang, apa pun yang terjadi, aku ingin jadi orang pertama yang kamu datangi.”Tristan tidak bisa memungkiri bahwa ia merasa sedikit terganggu—bahkan cemburu—melihat kedekatan Scarlett dengan Bruce, meski Bruce adalah sepupunya sendiri.Scarlett tetap diam tanpa memberi jawaban. Melihatnya hanya terbaring begitu saja, Tristan mengusap pinggangnya perlahan hingga Scarlett akhirnya berucap, “Baiklah, aku akan datang padamu untuk apa pun.”Dengan janji itu, Tristan memeluknya erat dan perlahan tertidur. Tanpa disadari, harapannya terhadap Scarlett semakin besar—ia ingin Scarlett lebih bergantung padanya.Sementara Tristan memeluknya
Sidang sedang berlangsung dengan intens, dan bukti terus bermunculan. Rekaman drone yang diambil bocah kecil untuk Scarlett menjadi bukti yang memberatkan—rekaman itu tidak hanya menunjukkan Nick sedang melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga merekam momen mengerikan saat Nick mencekik leher Lexi dan mendorongnya jatuh dari balkon.Prediksi Scarlett terbukti benar mengenai bagaimana Nick menyiksa Lexi dan bagaimana Lexi berusaha menghindar darinya.Dengan bukti yang tak terbantahkan, termasuk adegan saat Nick mendorong Lexi dari balkon apartemen mereka yang terekam kamera, Nick benar-benar hancur, kontras dengan sikap arogan yang sebelumnya ia tunjukkan.Segala rencana dan ambisinya musnah. Ia tidak akan lagi bisa merayu wanita kaya seperti Piper. Sisa hidupnya kemungkinan besar akan dijalani di balik jeruji besi.Setelah pemutaran bukti video selesai, hakim menoleh ke arah pengacara pembela Nick dengan tatapan tegas.“Penasihat hukum, apakah Anda memiliki pembelaan untuk
Tristan menatapnya dengan sorot mata yang mengandung sebuah pertanyaan.Scarlett, yang hampir saja berkata sesuatu, akhirnya hanya tersenyum menenangkan. “Kita akan punya anak jika sudah waktunya.”Tristan membalas dengan 'Hmm', Ia membungkuk dan mengecup pipi Scarlett. Saat hendak mencium bibirnya, Scarlett menahannya. “Kamu bau alkohol. Mandi dulu, nanti aku buatkan teh untukmu.”“Astaga, sekarang ciuman pun tak bisa?” keluh Tristan sambil bercanda, mencubit pipinya sebelum membawa pakaian yang sudah Scarlett berikan padanya, lalu masuk ke kamar mandi.Melihat punggung Tristan yang menjauh, Scarlett tak kuasa menahan napas lega.Tak lama kemudian, Tristan keluar dari kamar mandi. Scarlett sudah menyiapkan teh hangat dan sepiring buah untuknya, kali ini benar-benar berperan sebagai istri yang penuh perhatian.Tristan melingkarkan lengannya di sekeliling tubuh Scarlett. Saat hendak menciumnya lagi, Scarlett menahan, “Makan dulu sedikit, biar perutmu terisi.”Tristan menatapnya dengan
Melly awalnya berniat menyapa pasangan itu dengan ramah, namun begitu melihat Scarlett bergegas menuju kamar mandi dengan tangan menutup mulut, ia pun buru-buru menyusul dengan panik.“Ada apa, Nona Scarlett?” tanya Melly, tepat saat Scarlett mulai muntah, lalu ia berspekulasi, "Mungkin keracunan makanan!" Belum sempat selesai berbicara, Scarlett sudah membungkuk di depan toilet, muntah.Tak lama kemudian Tristan muncul membawa segelas air hangat. Setelah berkumur, kondisi Scarlett sedikit membaik.Tristan tetap di sisinya, lembut mengusap punggung Scarlett, sementara Melly bergumam, “Makanan dari luar bisa jadi tidak sehat. Seharusnya kalian minta Pak Lee saja yang mengantar makan siang untuk kalian.”Scarlett mengangguk setuju, mencoba berdiri, namun gelombang mual kembali menyerangnya.Saat Scarlett kembali terhuyung ke toilet, mata Melly berkilat penuh kesadaran. Ia melirik Tristan, lalu kembali menatap Scarlett, pikirannya berputar cepat. Belakangan, Tristan memang sering hadir,