Melihat Scarlett muncul seperti itu, alis Tristan langsung sedikit berkerut.
Nicole yang awalnya terkejut, segera bangkit dari kursinya dan menyapa Scarlett dengan senyum yang terasa seperti menyinari seluruh ruangan. “Hai, Scarlett.” Melihat kotak makan siang di tangan Scarlett, senyum Nicole makin melebar. “Kamu bawa makan siang untuk Tristan, ya?” Lalu, ia berbalik ke arah Tristan sambil tersenyum ramah. “Tristan, karena Scarlett sudah membawakan makan siang untukmu, lebih baik kamu tidak perlu makan diluar. Tidak setiap hari Scarlett ke kantor. Luangkan waktu untuk dia.” Sikap Nicole yang seolah-olah begitu pengertian membuatnya tampak seperti istri Tristan yang sah, bukan Scarlett. Seakan-akan, memberi kesempatan Tristan untuk makan dari bekal yang dibawa Scarlett adalah kebaikan hati dari Nicole sendiri. Scarlett pura-pura tak peduli dan membalas dingin, “Nicole, jika kamu memang berani, suruh Tristan lawan ayahnya dan ceraikan aku, atau tunjukin bukti jika aku menjijikan untuknya. Kamu selingkuh tapi sok kalem. Menjijikan sekali!” Mendengar ejekan Scarlett, wajah Nicole tampak canggung. Ia mencoba menjelaskan, “Scarlett, kamu salah paham. Hubunganku dengan Tristan hanya masalah pekerjaan.” Setelah itu, sorot matanya meredup. “Kalian mengobrol saja dulu, aku keluar dulu.” Begitu pintu tertutup, Scarlett melangkah ke meja dan meletakkan kotak makan siang dengan suara keras. Ia menarik kursi di seberang Tristan dan duduk santai seolah tak terjadi apa-apa. “Ibumu menyuruhku untuk membawakan makan siang untukmu.” Tristan membanting dokumen yang dipegangnya ke meja dan berkata dengan nada dingin, “Scarlett, bisa tidak, kamu berhenti membuat kekacauan?” Scarlett menatapnya tajam, diam. Sikap Tristan terhadap Nicole dan dirinya benar-benar berbeda. Memang benar, jika kamu bukan orang yang disukai, semua yang kamu lakukan akan terasa salah. Bahkan saat membawakannya makanan, keberadaannya pun serasa sebuah kesalahan. Setelah lama saling tatap, Scarlett menyandarkan punggung ke kursi dan berkata, “Dalam situasi seperti ini, aku tidak punya suara. Omongan orang tuamu itu hukum untukku. Aku tidak bisa melawannya.” Bukan hanya tidak mampu menentang orang tua Tristan, Scarlett juga takut akan air mata dan drama yang di ciptakan ibunya sendiri yang selalu memohon agar Scarlett menjadi anak baik dan penurut. Saat mereka menikah, Lucian menetapkan aturan ketat untuk Tristan: dia tidak boleh minta cerai, tidak boleh berselingkuh, dan harus berusaha menjalani pernikahan dengan sungguh-sungguh. Jika melanggar, Tristan akan dikeluarkan dari keluarga King, dan semua kekayaan serta bisnis keluarga akan jatuh ke tangan Scarlett. Jika mereka benar-benar tidak bisa hidup bersama, mereka diminta mencoba selama tiga tahun terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan. Sekarang, hanya tersisa satu tahun. Tristan tidak menjawab apa pun, jadi Scarlett berdiri, mengambil sendok, lalu menirukan suara genit Nicole, “Tristan, kata orang, tubuh itu mesin yang butuh bahan bakar. Coba makan sedikit, ya?” Saat Tristan mendongak untuk melihatnya, Scarlett mengedipkan mata dan menyodorkan sepotong iga ke mulutnya. Terkejut dengan gaya manja Scarlett, Tristan sempat terpaku sejenak sebelum akhirnya membuka mulut seperti tanpa sadar. Tapi Scarlett justru melempar kotak makan siang ke meja dan berseru kesal, “Sial, kamu benar-benar jatuh ke perangkap Nicole ya.” Tidak lupa dia melempar sendok ke atas meja yang membuat suara keras dan berkata tajam, “Makan atau tidak, itu urusanmu. Aku Lelah memanjakan dirimu.” Setelah keluar dari kantor Tristan, Scarlett sempat memberi tahu sekretarisnya agar tidak perlu repot memesan makan malam, karena makanan sudah dikirim dari rumah. Namun sekitar pukul sembilan malam, Scarlett terbangun oleh telepon dari Audrey yang mengabarkan bahwa Tristan dirawat di rumah sakit karena dehidrasi parah akibat diare. Jantung Scarlett langsung berdegup kencang. Ia cepat-cepat berpakaian dan meluncur ke rumah sakit. Sesampainya di kamar rawat inap, melihat Audrey yang tampak kelelahan, Scarlett menyuruhnya pulang untuk istirahat. Kembali ke dalam kamar, Tristan melirik ke arah Scarlett dan menuduh, “Apa kamu berniat menjadi janda dan mencari suami baru? Kamu meracuni makananku?” Scarlett mendekat sambil merapikan selimut Tristan dan menjawab santai, “Apa yang kamu katakan, apa jarum infus itu menekan kepalamu juga?” “Kamu masih menyangkal?” tanya Tristan, melemparkan ponselnya ke arah Scarlett, menampilkan rekaman CCTV yang menunjukkan Scarlett masuk ke apotek. Lalu, dia juga melemparkan struk pembelian obat dari apotek itu ke arahnya. Tertangkap basah, Scarlett hanya diam menahan tatapannya. Tristan menunggu penjelasan, tapi malah terkejut saat Scarlett berkata pelan, “Jangan lihat aku seperti itu, nanti aku kehilangan kendali.” “Scarlett,” wajah Tristan menggelap, lalu ia melempar bantal ke arahnya. Scarlett menangkap bantal itu dan membalas dengan tenang, “Kamu setiap malam pesta sana-sini, sementara aku hampir gila sendiri. Sedikit pembalasan dengan obat pencahar, skor kita sama.” Mendengar itu, Tristan mencengkeram pergelangan tangannya dan menariknya mendekat, suaranya dalam dan berat, “Kamu cemburu?” Scarlett terkejut oleh pertanyaan itu, lalu malah tertawa lepas, “Tenang saja, aku lebih pilih makan tanah daripada cemburu sama kamu.”Setelah Camilla meletakkan makan siang di meja Tristan, ia menarik kursi di depannya lalu duduk, mencondongkan tubuh seperti ingin berbicara rahasia.“Tristan, aku sekarang kerja di perusahaan keluargaku. Memang sahamku diatur oleh kakakku, tapi aku adalah pemegang saham terbesar, jumlahnya sama persis seperti yang dia punya.”Sudah lama ia ingin menyombongkan hal ini pada Tristan, namun belum mendapatkan waktu yang tepat. Yang tidak Camilla sadari, Scarlett adalah anak tunggal. Seluruh perusahaan King International suatu hari akan menjadi milik Scarlett. Kalau mau, Chris bahkan bisa memindahkan semua sahamnya ke Scarlett sekarang juga.“Selamat,” ucap Tristan singkat tanpa ekspresi.“Tristan, keluarga Oswald dan keluarga King itu selalu dekat. Kakekku sendiri yang menyetujui kerja sama proyek ini. Memang, aku dan Scarlett pernah punya masalah, tapi itu tidak akan memutus hubungan keluarga kami.“Lagipula, kamu sudah melupakan Helen dan sekarang bersama Scarlett. Jadi, suatu hari nant
Tristan tertawa kecil. “Istriku telah disentuh oleh pria lain. Kemenangan apa yang tersisa untukku?”Scarlett menghela napas sambil memutar matanya. “Dia tidak menyentuhku langsung, tangannya hanya menempel dibajuku. Lagi pula, aku belum sampai ke bagian kaki.”“Ha!” Tristan tertawa dingin lalu terdiam.Tristan enggan melanjutkan pembicaraan dan memilih diam. Scarlett pun melakukan hal yang sama, hanya fokus pada ponselnya.Melihat hal itu, Tristan mencibir dengan nada sinis, “Masih sempat bermain ponsel dalam situasi seperti ini?”Scarlett terdiam sejenak lalu menjawab, “Baiklah, aku berhenti bermain ponsel. Puas sekarang?” Ia mulai menyadari bahwa Tristan bisa sangat sulit diajak bicara. Namun, melihat sikap Tristan yang cemberut dan sengaja menghindari tatapannya, Scarlett justru merasa hal itu cukup menggemaskan. Ia pun menyentuh wajah Tristan dengan gemas. “Tristan, aku harus akui, kamu terlihat sangat menggemaskan saat cemburu. Wajahmu mirip ikan buntal yang mengembung.”Tristan
Ketiga terapis pria yang sedang melayani mereka langsung tahu ada sesuatu yang tidak beres begitu melihat tamu yang baru masuk. Mereka cukup cerdik untuk tahu kapan harus menghindar sebelum terseret ke dalam drama pribadi orang lain.Memang, mereka hanya menjalankan tugas, tapi tak ada gunanya terlibat dalam urusan rumah tangga klien.Wajah Tristan menunjukkan amarah yang tak tertahankan. Dalam sekejap, Bruce bangkit dari ranjang pijat dan tersenyum lebar, “Hei, bro, ada angin apa datang ke sini? Capek kerja, ya? Mau santai sebentar, kan? Sering ke sini? Biar aku bantu carikan terapis, aku yang bayar. Mau pria atau wanita? Terapis pria tenaganya kuat, tapi aku tahu kamu pasti tidak nyaman disentuh laki-laki. Aku akan cari terapis wanita—nomor 11 cantik sekali, kakinya jenjang, kulitnya mulus, dan, bentuk tubuhnya luar biasa.”Bruce berbicara seenaknya, seolah Scarlett dan Zoe tidak berada di ruangan yang sama, dan seolah dia bukan orang yang tadi baru saja menjelek-jelekkan Tristan, m
Sikap santai Tristan berhasil mencairkan ketegangan yang sempat muncul saat ia berkata, “Saya sudah melihat Scarlett dalam kondisi terbaik maupun terburuknya, jadi tidak perlu khawatir atas namanya, Logan.”Logan mengangkat pandangannya, bingung dengan apa yang baru saja diucapkan Tristan. Apa maksudnya? Apakah mungkin Tristan dan Scarlett telah melanggar batas profesional? Skandal semacam itu belum pernah terjadi di firma mereka sebelumnya.Tentu saja, Logan bisa menerima hubungan asmara yang wajar di tempat kerja. Namun, jika Scarlett sengaja mendekati Tristan demi mendapatkan kerja sama dengan hukum King International, itu adalah masalah serius yang tak ingin ia sentuh sama sekali.Perilaku tidak etis semacam itu mungkin dianggap wajar di firma lain, tapi di United Law LLP, hal tersebut sama sekali tidak bisa diterima. Tindakan seperti itu bukan hanya akan mencoreng reputasi firma, tapi juga bisa merusak integritas dari hasil kerja mereka.Saat Logan berdiri terpaku, dengan ekspres
Melihat dari urutan waktunya, seharusnya mereka saling bertemu.Scarlett melihat termos sup di meja kerja Tristan dengan sekilas."Sepertinya aku datang di waktu yang tepat," ujarnya santai.Sambil berkata demikian, ia meletakkan setumpuk dokumen yang dibawanya ke atas meja dan meraih termos sup itu.Tristan tidak bisa membiarkan Scarlett membuka termos itu. Ia segera mengambil ponselnya dan berkata,"Aku akan meminta Andrew untuk membawanya keluar."Scarlett menimpali, "Jangan sia-siakan usaha yang sudah dia lakukan."Sambil berbicara, ia mengambil termos tersebut dan berkata,"Siapa tahu dari memakan ini aku bisa belajar membuatnya."Tristan memperhatikannya, penasaran dengan apa yang akan dilakukan Scarlett. Saat termos dibuka, Scarlett mencicipi perlahan sup yang sudah dimasak Nicole, lalu menatap Tristan sambil bertanya,"Mau coba?"Tristan tersenyum menyeringai."Aku hanya tertarik pada 'jus' legendarismu itu."Scarlett tertawa terbahak hingga hampir menyemburkan sup yang baru s
Setelah selesai pergulatan panas, Tristan menyandarkan kepala pada tangannya dan berbaring miring, menatap Scarlett dengan penuh kekaguman. Bagi Tristan, rona kemerahan di wajah Scarlett tampak sangat mempesona.Menyadari tatapan itu, Scarlett membuka matanya dan membalas pandangan Tristan dengan ekspresi sinis. “Belum pernah melihat perempuan cantik sebelumnya?”“Aku belum pernah melihat yang secantik kamu,” jawab Tristan sambil mengusap lembut punggung dan lehernya.“Anak kita nanti lebih baik mewarisi penampilanku,” ujar Scarlett.“Selama itu anakku, aku tidak keberatan,” sahut Tristan, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Scarlett.Dalam keadaan setengah tertidur, Scarlett tiba-tiba teringat sesuatu. “Kita perlu berbicara dengan ibumu. Jangan terburu-buru membahas soal anak.” Hanya sehari setelah malam pertama mereka, Audrey sudah memborong berbagai perlengkapan bayi. Scarlett merasa beban itu terlalu berat.Tristan menarik Scarlett ke dalam pelukannya. “Baik, aku akan bicara