Share

Bab 5 Pertengkaran

“Apa kamu bilang Mutia? Cerai? Ibu nggak setuju.” Bu Jarmi merebut map berwarna coklat yang di bawa oleh Mutia lalu merobeknya. 

“Percuma Ibu robek surat itu. Karena sidang tetap akan berjalan.”

“Mutia sayang. Tolong beri mas kesempatan untuk menebus kesalahan. Mas mengaku salah karena sudah memukul Tiara kemarin. Kamu pasti masih peduli sama keluarga kita. Buktinya kamu melakukan penggulingan kredit mobil.” Saka jongkok dengan memegang kaki Mutia.

Wanita itu mendorong sang suami hingga terjatuh. “Nggak ada kata maaf untuk kamu mas. Kamu malah menikah lagi selama aku kerja jadi TKI.”

“Eh Mutia. Suami nikah lagi itu wajar. Kamu jadi istri itu harus nurut apa kata suami. Jadi, relakan saja pernikahan kedua Saka lalu kembali ke rumah ini bersama Tiara.” Ujar Bu Jarmi untuk membela putranya. Mutia tertawa keras lalu beberapa detik kemudian senyum mengejek tersungging di bibirnya.

“Aku nggak pernah menentang orang yang melakukan poligami Bu. Tapi, kalau mau menikah lagi itu pakai uangnya sendiri. Bukan pakai uang istrinya.”

“Memang kenapa kalau aku pakai uang kamu? Sudah jadi kewajiban istri untuk mendukung suaminya.” Saka sudah beranjak berdiri. Ia memegang tangan Mutia dengan erat sampai Mutia meringis kesakitan.

“Lepas Mas atau aku akan teriak biar para tetangga datang kesini.” Mutia menghempaskan tangan Saka.

“Kamu tahu itu bukan satu-satunya alasan aku menggungat cerai kamu bukan?” Wajah Saka berubah kembali menjadi memelas. Ia terpaksa memendam kembali egonya agar Mutia bisa luluh.

“Aku sudah minta maaf sayang. Lagipula saa itu aku khilaf sudah memukul Tiara. Baru kali itu aku memukulnya.” Mutia mendengus tidak percaya.

“Baru satu kali itu? Bukannya sudah berkali-kali? Bahkan kamu membiarkan Sekar ikut menganiaya Tiara.”

“Jangan asal ngomong ya Mutia. Apa buktinya jika Saka sudah berkali-kali menganiaya Tiara?" Mutia merogoh tas selempang yang ia bawa lalu melemparka puluhan foto ke wajah suami dan Ibu mertuanya itu.

“Lihat foto-foto itu. Aku sengaja nggak memperlihatkan rekaman video penganiayan Tiara lewat hpku agar tidak di banting seperti kemarin. Jadi, aku cetak saja menjadi foto.”

Tangan Bu Jarmi gemetar karena marah. Foto-foto itu memperlihatkan saat Bu Jarmi menjewer telinga Tiara atau mencubit tangannya karena anak itu tidak mau melakukan pekerjaan rumah. Sedangkan wajah Saka sudah pucat pasi.

“Aku juga akan membawa bukti ini untuk pengajuan hak asuh anak.”

“Tolong maafkan mas sayang.” Saka bersimpuh di kaki Mutia.

“Nggak ada kata maaf untuk kalian mas. Selain itu, bersiaplah mendekam di penjara karena kasus penganiayaan pada anak di bawah umur selama empat tahun.”

“Memang kamu punya uang untuk bayar pengacara? Saka bisa saja membalik keadaan dengan mengatakan ia terpaksa merawat Tiara karena kamu memaksa untuk bekerja sebagai TKI.” Bu Jarmi berusaha tenang dengan membalas perkataan menantu pertamanya itu.

“Aku punya uang. Selama ini aku berbohong pada kalian dengan mengatakan bahwa majikanku pelit. Nyatanya tidak. Aku hanya mengirimkan uang sepuluh juta pada Mas Saka agar dia tidak terus melampiaskan kemarahannya padaku melalui Tiara.” Mutia mendekati Saka yang wajahnya sudah merah menahan amarah.

“Kamu kira aku tidak tahu mas? Setelah aku tahu kamu menikah lagi, aku sengaja tidak mengirimkan uang padamu dengan alasan belum di gaji oleh majikanku. Tapi, kamu malah melampiaskan amarahmu pada Tiara hingga babak belur. Kamu juga mengancam akan menyakiti Ibuku agar Zaki tidak bisa membawa Tiara ke rumah kami dan mengadukan perbuatan kamu padaku.”

“Jadi, Zaki yang memberi tahu perbuatanku padamu?” 

“Memang kamu kira siapa lagi? Zaki selama ini memilih diam karena kamu terus mengancam Ibuku menggunakan pisau. Kami tidak bisa lapor polisi sembarangan karena Zaki takut kamu akan berbuat nekat saat Ibuku sedang di rumah sendirian. Asal kamu tahu mas, perbuatan kamu itu juga sudah di rekam oleh tetangga kami agar bisa memantau Ibu saat dia bekerja.”

Deg

‘Sialan.’ Umpat Saka dalam hati.

Cklek

“Ada apa sih berisik banget? Ganggu orang lagi tidur aja.” Sekar sudah keluar dari kamar dengan penampilan yang masih berantakan. Mata Sekar membulat saat ia melihat Mutia yang bersedekap di ruang tamu rumah Ibu Saka.

“Wow. Nyonya muda baru banyun tidur ya." Ejekan Mutia seketika membuat Sekar menjadi marah.

***

Tidak ada yang bersuara sama sekali di rumah itu. Sekar hanya bisa mengepalkan tangannya karena ia sama sekali tidak punya kuasa untuk melawan Mutia.

“Untuk apa kamu datang kesini?” Seru Sekar ketus. Saka mendelik pada Sekar karena rencananya bisa gagal jika kedua istrinya sampai berdebat.

“Apa kamu mau mengemis cinta pada Mas Saka lagi? Lebih baik jangan bermimpi karena Mas Saka sudah memilihku daripada istri TKI seperti kamu.”

“DIAM SEKAR.” Mutia justru tertawa terbahak-bahak sampai perutnya sakit. Hal itu membuat Sekar menjadi semakin marah.

“Mau mengemis cinta pada Mas Saka? Kamu salah besar Sekar. Justru suami kita itu yang mengemis cinta padaku agar tidak kehilangan tambang uangnya.” Mutia kembali merogoh tas selempang lalu melemparkan foto yang tersisa ke hadapan Sekar.

“Aku kesini ingin menyerahkan surat panggilan sidang pertamaku dan Mas Saka. Selain itu, aku juga memperlihatkan foto penganiayaan kalian pada anakku.”

“Melaporkan? Memang kamu punya uang untuk mengurus perceraian? Majikan kamu saja pelit.” Mutia menatap Saka yang menundukan kepalanya. 

Prok.. prok.. prok…

Mutia bertepuk tangan keras hingga membuat semua orang yang berada di ruangan itu jadi keheranan. “Wow, kamu cerita semuanya sama istri kedua kamu ini mas?”

“Kalau iya memang kenapa?” Lagi-lagi Sekar yang menjawab pertanyaan untuk Saka.

“Di sini yang salah itu kamu karena pergi ke Jepang sebagai TKI. Sudah tahu punya anak dan suami yang harus di urus.”

“Yang salah aku? Apa itu benar mas? Jawab dong perkataan istri kedua kamu itu.” Saka hanya bisa menatap tajam Mutia yang kembali tertawa.

“Asal kamu tahu ya, Mas Saka sendiri yang menyuruhku pergi ke luar negeri dengan alasan agar pengobatan Ibuku berjalan dengan lancar. Ia mencegahku untuk bekerja di pabrik. Tapi, nyatanya pengobatan Ibuku tersendat selama satu tahun karena gaji Zaki tidak cukup. Untung aku segera mengetahui kebusukan kalian hingga aku memilih untuk mengiirmkan uang khusus pada Zaki untuk pengobatan Ibuku.”

“Keterlaluan kamu Mutia. Kamu memotong uang kiriman untuk Saka agar bisa di berikan pada Ibumu.” Bu Jarmi sudah maju hendak menjambak rambut wanita itu. Tapi, tangan Bu Jarmi sudah di tahan oleh Mutia.

“Iya. Memang kenapa Bu? Sejak awal aku sudah menyuruh Mas Saka untuk melakukan hal itu. Tapi, dia malah tidak amanah. Uang sepuluh juta yang aku kirim pada kalian juga tidak di gunakan untuk keperluan Tiara. Mas Saka justru lebih mengutamakan anak tirinya daripada anak kandungnya sendiri.”

“Itu tidak benar sayang. Meskipun mas kadang khilaf, tapi Tiara selalu menjadi prioritas untuk mas.”

“Jangan ngeles terus dong mas. Karena aku sudah punya banyak bukti perbuatan kalian. Kalian saja yang bodoh karena tidak sadar saat ada yang merekam. Termasuk dengan Zaki yang datang kesini dengan alasan ingin menjemput Tiara ke rumah Ibuku. Kalian pasti tidak sadar jika Zaki juga lah yang merekam perbutan kalian saat Tiara di jadikan babu di rumah ini.”

Dada Mutia naik turun menahan amarah. Ia membiarkan Saka kembali mencoba memegang tangannya. “Tapi, Zaki tidak merekam semua kegiatan kami di rumah ini. Jadi, dia tidak tahu jika semua itu aku dan Ibu lakukan karena ancaman dari Sekar untuk mengutamakan Dini daripada Tiara.”

“MAS SAKA.” Jerit Sekar tidak terima.

TBC

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar saka suami gak tau diri poligami modal uang dari istrinya yang jadi TKI
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status