Share

04. Dijual

Author: Hannfirda
last update Last Updated: 2025-07-22 21:49:27

Selena tidak bisa memejamkan mata barang sedetik. Hari ini merupakan hari kehancuran yang tidak pernah akan dia terima. Tidak dipercaya oleh kedua orang tuanya sendiri, bahkan mendapatkan tamparan dari sang ibu yang selama ini sangat disayanginya.

Di tengah lamunan yang membuat lupa waktu itu, Selena mendengar sesuatu yang berasal dari beranda kamarnya. Waspada, gadis itu berdiri sembari membawa salah satu cawan lilin terdekat.

"Si-siapa di sana ...?" tanyanya yang hanya dibalas oleh embusan angin.

Selena hendak memanggil pengawal yang berjaga di bagian lain manor, tetapi sadar bahwa mungkin pada saat ini tidak ada yang ditempatkan di dekat kamarnya.

Kenyataannya, Selena tidak pernah benar-benar mendapatkan pengawalan ketat. Berbeda halnya dengan Mersya yang selalu mendapatkan apa pun yang terbaik dari kedua orang tuanya.

Gadis itu tersenyum getir, menyadari jika hidupnya tidak lebih dari pajangan yang disetujui oleh keluarganya saja. Padahal, dia adalah anak kandung yang tersisa selepas saudara laki-lakinya meninggal tujuh tahun lalu.

Srekkk—

Selena kembali berjaga-jaga. Sepertinya salah satu gorden jendelanya ada yang baru saja dibuka. Secara perlahan, gadis itu mendekat untuk mencari gorden sebelah mana yang terbuka.

"Lho, tidak ada yang terbuka?" bingungnya.

Dia memutuskan untuk menuju beranda kamarnya. Dibukanya pintu beranda, lantas hanya mendapati keheningan malam yang menusuk.

"Tidak ada siapa-siapa—"

Bugh!

Detik itu, Selena bertemu dengan kegelapan yang menguasai kesadarannya.

•••••

"Terjual berapa?"

"Lima puluh koin emas. Aku tidak percaya putra Baron yang satu itu akan menjual gadis secantik ini dengan harga semurah itu,"

"Jangan-jangan gadis ini mempunyai penyakit?"

"Tidak mungkin, dia terlihat terawat. Lihat saja!"

Selena merasakan sesuatu menggoyangkan tubuhnya. Gadis itu melenguh pelan, merasakan pusing yang sempat mendera sebelum dia membuka mata.

"Oh, dia terbangun! Mau mencoba mencicipinya terlebih dahulu? Sekalian saja menginspeksi apakah gadis ini memiliki penyakit atau tidak?"

Kesadaran Selena langsung menguasai secepat kilat. Kedua pria yang berpakaian dari kain murahan dan kumal itu mendekat, memerangkap Selena dengan permukaan datar yang terasa seperti meja rendah tersebut.

"A-apa yang kalian lakukan?! Menyingkir! Tidak tahukah kalau aku ini adalah putri dari Marquees Douglass?!" pekiknya, diam-diam berusaha mencari jalan keluar.

Kedua pria itu terdiam selama beberapa saat, melempar tatap lalu tertawa secara bersamaan. "Hahaha, putri dari Marquees Douglass? Jangan mengada-ada! Kau ini lucu sekali, ternyata bukan terkena penyakit, tapi terlalu banyak mengkhayal! Hahahaha!"

"A-aku tidak berbohong! Aku memang putri dari Marquees Douglass! Tanyakan saja! Datanglah ke kediaman Marquees Douglass! Mereka akan mengenaliku!" sahutnya tidak mau kalah.

Salah satu pria dengan kumis tebalnya makin tergelak, malah menepuk punggung rekannya sampai liurnya menetes. "Astaga, gadis ini lucu sekali! Mari kita lihat, apakah dia masih bisa melucu saat kita tiduri setelah ini!"

Selena membelalak, segera mengedar pandang untuk mencari jalan keluar. Gadis itu menyadari jika dirinya sedang berada di sebuah tenda berukuran besar, dengan satu sisi yang dipenuhi kandang kosong berukuran besar—yang sepertinya mampu ditempati oleh seseorang.

'Jangan bilang kalau—kenapa aku bisa berada di sini?!' batinnya penuh kepanikan.

Di tengah kebingungannya tersebut, dua pria di hadapannya telah menangkap kedua lengannya pada masing-masing sisi.

"Lepaskan! Kalian tidak akan lolos setelah ini!"

"Kekacauan macam apa yang sedang terjadi ini?"

Seorang pria berbadan kekar dengan mata satu yang tertutupi oleh kain hitam pun muncul. Kedua pria yang berada di kedua sisi Selena segera menghentikan kegiatan mereka, menatap pria kekar tersebut penuh ketakutan.

"Tu-tuan ...."

"Kami hanya bermain-main sebentar, Tuan ...."

Pria kekar yang tampaknya merupakan atasan mereka itu menatap tajam, lantas mendekat untuk memindai penampilan Selena.

"Kalau sampai kalian menyentuhnya sebelum pelanggan naratama membeli, kepala kalian akan menjadi pajangan dari rumah bordil yang satu ini. Paham?"

Kedua pria itu langsung mengangguk tanpa ragu. Ancaman pria kekar tersebut tidak pernah didefinisikan sebagai gertakan belaka.

Kemudian, pria kekar itu bersiul. Tidak lama setelahnya muncul dua gadis berpakaian serba terbuka, yang membuat Selena memahami di mana posisinya saat ini.

"A-apa yang—hei! Aku bukan gadis semacam itu! Kalian tidak bisa sembarangan menjualku ke rumah bordil mana pun!" elaknya tidak terima.

Pria kekar yang dikenal sebagai Tuan Roderick itu memiringkan kepala, terheran-heran dengan penolakan yang dilayangkan oleh Selena.

"Kami tidak menjualmu, Nona. Kau sendiri yang dijual oleh seseorang kepada kami," kata Roderick.

Selena mengerjap-ngerjap. "Dijual oleh seseorang? Siapa?"

"Putra seorang Baron yang kabarnya akan menikah dengan putri dari Marquees Douglass."

Detik itu, Selena merasakan jantungnya seakan-akan berhenti berdetak. Kenyataan bahwa dia telah berada di tenda ini saja sudah mengejutkan, lalu mengetahui bahwa yang menjualnya ke agen pelacuran adalah sang tunangan—Arthur, Selena tidak tahu apakah dia harus menangis di saat seperti ini atau tidak.

"Arthur ...."

Hubungan gelap antara Arthur dan Mersya telah memberikan luka yang teramat dalam pada hatinya, tetapi rupanya masih bertambah akan kenyataan yang satu ini.

"Jadi, seseorang yang menculikku tadi pastilah merupakan orang suruhan Arthur ataupun Mersya ...."

Selena mengepalkan kedua tangan, tanpa sadar membiarkan dirinya dibawa oleh dua gadis tadi menuju sebuah rumah bordil yang berada tidak jauh dari perbatasan.

Di belakangnya, terdapat lima gadis lain dengan gaun yang telah disobek, sengaja untuk memperlihatkan lekuk tubuh mereka. Selena tertunduk, melihat dirinya sendiri yang masih dalam gaun tidur panjangnya.

Meskipun begitu, gaun tidurnya terasa tipis dan pada bagian dada memperlihatkan sedikit belahannya. Selena terhenti, mendongak untuk memastikan rumah bordil mana yang sedang dia masuki.

Rumah Bordil Beruna.

"Kita ada di Beruna?" tanyanya pada salah satu gadis yang membawanya.

Gadis berambut biru itu mengangguk. "Beruna, desa perbatasan yang paling dekat dengan perkemahan pasukan Grand Duke."

"Ka-kalau begitu, bukankah pemberontakannya masih berlanjut? Apakah kehidupan di Beruna tidak terganggu? Bagaimana kalau terjadi sesuatu terhadap kita saat berada di sini?" tanyanya luar biasa cemas.

"Tenang saja. Kekaisaran kita mempunyai Grand Duke yang kompeten, yang tidak akan membiarkan hidup para penduduknya dijajah oleh para pemberontak—nah! Siapa namamu? Kita harus berkenalan, karena sebentar lagi kita akan menjadi rekan di sini."

Selena termangu. Apakah itu benar? Apakah ini adalah takdirnya yang sekarang? Setelah semua kerja keras untuk mengharumkan nama keluarga Marquees Douglass, sekarang dia berakhir di rumah bordil perbatasan yang sewaktu-waktu bisa meninggal akibat apa saja?

Ah! Selena baru menyadari. Memang inilah tujuan Arthur menjualnya ke agen pelacuran di perbatasan. Dengan begitu, dia bisa jauh dari pusat kota Marlavees. Dia tidak bisa meminta bantuan pelayan pribadinya, atau bahkan burung dara kesayangannya untuk membawa pesan.

Arthur dan Mersya, rupanya telah berencana dengan sebaik mungkin. Rencana untuk menghancurkan hidupnya hanya dalam sehari.

"Sebentar lagi matahari terbit, kau akan mendapatkan pelatihan dari Madam Tussell tentang apa saja yang harus dilakukan di rumah bordil ini. Siapa namamu? Kenapa tidak kunjung memberitahuku?"

Selena mengembuskan napas perlahan.

"Selena."

"Selena siapa? Siapa nama keluargamu dulu?"

"Dulu ...?"

Selena tersenyum getir. Sekarang, dia bukan bagian dari keluarga mana pun, ya?

"Selena. Selena saja."

Tanpa diketahui olehnya, seseorang memandangi selajur gadis dari agen pelacuran itu dengan tangan terlipat di depan dada.

•••••

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   11. Pesta Perjamuan

    Grand Duke Jeffrey memasuki aula dengan penuh percaya diri, disertai tampang dingin tak bersahabat yang kerap pria itu pasang setiap harinya. Sebetulnya, dia sangat membenci agenda semacam ini. Jeffrey dikenal dingin dan tegas. Kalau tidak menyukai sesuatu, tentu pria itu akan berkata secara terus terang. Tadinya, dia ingin berkata kepada Sang Kaisar bahwa pesta perjamuan seperti ini hanya akan membuang waktu berharganya saja. Namun, setelah dia bertemu dengan Selena dan memutuskan untuk membantu rencana balas dendam gadis itu, mendadak Jeffrey jadi bersemangat—seperti halnya saat ini.Pria itu melirik sosok Mersya yang berdiri di tepi karpet merah, mematung lantaran mendapati eksistensi Selena yang melangkah penuh keanggunan tepat di belakangnya. Mungkin jika siapa pun berpikir Mersya baru saja melihat hantu, mereka pastinya akan percaya. Sebab, Jeffrey ingin sekali melayangkan tawa meremehkannya saat melihat betapa pucat wajah putri angkat dari keluarga Marquees Douglass yang satu

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   10. Kembali ke Ibu Kota

    "Karena kau akan datang sebagai calon istriku, kau harus memakai gaun yang paling mahal dan berkelas dari sini, Lady Selena."Selena menggigit bibir bawahnya. Perintah Jeffrey yang satu itu sangat sulit untuk ditolak. Selama ini, dia memang mendapatkan gaun dengan kualitas terbaik saat berada di kediaman Douglass. Namun, tentu saja tidak sebagus seperti yang kerap diberikan kepada Mersya.Gadis itu menghela napas secara perlahan, menyadari bahwa selama ini dirinya sudah mengalah sebanyak itu. Sampai-sampai kenyamanannya sendiri dikesampingkan hanya untuk membuat senang adik angkatnya itu."Ada apa? Apa kau tidak menyukai pilihan gaun yang ada saat ini?" tanya Jeffrey dengan mata memicing."Ah, tidak, Tuan Grand Duke. Justru, saya tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas sebaik ini," ungkap Selena, kembali memindai beberapa gaun yang sudah dipilihkan."Tidak pernah? Kau adalah Lady Douglass, Lady Selena. Kenapa tidak pernah memiliki gaun dengan kualitas seperti ini? Bagiku, ini sudah

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   09. Perjanjian Baru

    Bruk!Kegiatan yang dilakukan oleh Arthur dan Mersya pun terhenti. Sepasang manusia yang hendak mencapai puncak kenikmatan itu melongok keluar paviliun untuk mencari asal suara tersebut."Suara apa tadi itu?" Mersya merapikan kembali gaunnya. "Apa kubilang, Tuan Arthur? Tidak seharusnya kita melakukannya di luar ruangan seperti ini. Sekarang, bagaimana kalau ada yang memergoki, huh?"Arthur mengacak rambutnya kasar. Kesal sekali karena kegiatan panas mereka terhenti begitu saja. Pria muda itu melangkah keluar paviliun, mengedar pandang. "Tidak ada siapa-siapa? Apakah kucing? Di sini ada kucing yang suka berkeliaran tidak?" tanya Arthur seraya kembali untuk memeluk Mersya penuh nafsu.Mersya yang sama-sama masih belum mengendalikan diri dari penyatuan panas mereka tadi, membiarkan Arthur melakukan yang pria muda itu mau. Meski begitu, dalam hati dia tidak bisa berbohong jika sedang dipenuhi kecemasan.Bagaimana jika orang tua angkatnya tahu?Bisa-bisa mereka kecewa padanya. Namun, men

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   08. Perjanjian Awal

    "Apakah kau belum pernah berciuman sebelumnya, Lady?""Te-tentu saja sudah pernah, Tuan Grand Duke. Ha-hanya saja. ... waktu itu dengan—"Selena segera membungkam mulutnya. Kebencian itu kembali menyeruak, begitu teringat bahwa dia pernah berciuman dengan Arthur. Pekan lalu, saat berada di taman mansion keluarganya.Mendadak, dia merasa mual. Siapa yang mengira kalau bibir Arthur juga sudah berciuman dengan milik adik angkatnya yang bermuka dua itu?"Jadi, kau sudah pernah berciuman, bukan?" tanya Jeffrey sekali lagi.Selena mengangguk kikuk."Bagus. Berdiri.""Bagaimana, Tuan Grand Duke?""Kau mendengarnya—berdiri."Tidak mempunyai pilihan lain, Selena menurut. Gadis itu berdiri, tetapi langsung merasa ciut saat tatapan Jeffrey jatuh padanya seakan-akan tengah menelanjanginya saat itu juga."Mendekat."Selena melakukannya. Gadis itu mendekat tiga langkah, lalu berhenti tepat di hadapan Jeffrey yang masih duduk nyaman pada kursinya."Tuan Grand Duke ingin—akh!"Tanpa aba-aba, Jeffrey

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   07. Memulai Perjanjian

    "Apa?! Oh, maafkan saya, Tuan Grand Duke ...." Sandra segera menguasai diri saat tidak sengaja memperlihatkan keterkejutannya terhadap ucapan Jeffrey barusan. Ketika Sandra sedang mencari keberadaan Selena, dia mampir ke tenda Grand Duke dan mendapati Selena sudah duduk nyaman di kursi terdekat dengan gaun yang lebih sederhana. "Kau tidak salah dengar, Nona. Aku akan membawa gadis yang satu ini sebagai gadis simpananku. Katakan! Berapa koin emas yang kalian butuhkan?" Mendengar kata 'koin emas', sepasang mata Sandra berbinar senang. Tentu saja. Uang adalah yang utama di saat seperti ini. Mau dengan cara menjual salah satu gadis di rumah bordil atau tidak, semuanya tidak menjadi masalah selama mendapatkan uang yang banyak. "Kata Madam Tussell tadi, gadis ini seharga seratus ratus koin emas, Tuan Grand Duke, sebab dia masih perawan." Selena nyaris tak memercayai pendengarannya. Jadi, keperawanan seseorang hanya dihargai sebanyak itu? Sebesar dua ekor kambing yang diperjualbelik

  • Pembalasan Dendam Putri yang Tak Dianggap   06. Meminta Tolong

    Tampan. Luar biasa tampan. Bahkan, Arthur yang kurang ajar itu pun kalah tampan dengan sosok pria bertubuh kekar yang memesona di hadapan Selena saat ini. "Siapa kau?" tanya pria itu lagi. Selena tersadar, lantas berdiri sambil merapikan debu yang tertinggal pada gaun kurang bahannya. Melihat bagaimana penampilan Selena saat ini, pria itu membuang muka sembari mendecih pelan. "Ah, jangan bilang kalau kau adalah salah satu gadis panggilan dari Rumah Bordil Beruna? Kau ingin menggodaku? Percuma saja kau melakukan semua ini. Keluar dari tendaku, Nona." Selena mendongak, memberanikan diri menatap sepasang mata biru pria di hadapannya itu. "Permisi, tapi ... apakah kau tidak mengingat saya, Tuan Grand Duke?" tanya Selena pelan. Alis kanan pria itu meninggi, lantas memberi tatapan meremehkan yang sudah membuat Selena kesal duluan. Kalau saja dia tidak sedang dalam keadaan terjepit, mungkin dia akan melempari Jeffrey dengan sesuatu. Sayangnya, dia harus menahan keinginan tersebu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status