LOGIN"Baik, Permaisuri. Tapi hamba baru saja melihat Titiek. Putri Mahkota juga ada di dalam istana hari ini.""Zahra ...."Anggi malah tidak tahu akan hal ini. Zahra bolak-balik tinggal di kediaman Putri Mahkota memang cukup melelahkan. "Kalau begitu sampaikan padanya, bahwa semuanya di Istana Emas sudah kembali seperti sediakala. Biarkan dia tinggal di mana pun dia mau.""Baik."Satu jam kemudian.Langit mulai gelap.Luis pulang dalam keadaan berdebu. Dia hanya menyapa Anggi sejenak, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah keluar dan melihat tidak ada siapa pun di dalam ruangan, dia langsung mengangkat Anggi. "Aku dengar dari Torus, kamu suruh orang mengirim lima atau enam peti emas batangan ke Kak Aska?"Anggi mengangguk. "Iya. Kak Aska yang memintanya sendiri. Menurutmu dia butuh untuk apa?""Siapa yang peduli dia mau buat apa? Selama dia butuh, kita harus usahakan." Benda yang paling tidak mereka butuhkan adalah emas.Anggi memukul pelan dada Luis. "Kamu ini kenapa k
"Begitu saja sudah sangat baik."Aska tersenyum sambil mengangguk. Melihat Keswan yang begitu bersemangat, hatinya pun ikut tenang. Sejak Keswan kembali, Aska sudah membacakan sebuah ramalan untuknya. Si tua bangka yang tidak bisa mati ini masih bisa hidup 10 tahun lagi.Keswan juga berdiri. Ketika menatap Aska, dalam hati dia berkata, 'Bocah ini pasti memanggilku 'tua bangka yang tidak mati-mati' dalam hatinya.'Akan tetapi, Keswan tidak mengatakannya. Kalau dikatakan dengan terus terang malah jadi tidak seru.Aska berjalan keluar dari Paviliun Rembulan, langsung menuju Istana Abadi."Kak Aska, kenapa kamu datang? Tumben sekali," tanya Anggi. Aska memang sangat jarang datang sendiri ke Istana Abadi mencarinya.Aska berkata, "Ada satu hal yang aku ingin minta tolong.""Baik!"Bagi Anggi, bisa membantu Aska adalah sebuah anugerah besar. Dia sangat bahagia mendengarnya.Melihat Anggi tersenyum sebahagia itu, Aska pun ikut senang. Hanya saja, begitu mengingat perasaan Zahra terhadap dirin
Aska tersenyum. Jika dia masih tidak bisa melihat semua ini dengan jelas, berarti dia sia-sia telah hidup selama dua kehidupan."Siapa yang bilang kakek ini masih sangat muda?" Suara Keswan bergema lantang.Zahra menoleh dan melihat Keswan yang berambut putih berjalan masuk. Meski tetap berwibawa dan berjiwa seperti pertapa, tubuhnya sudah menunjukkan usia senja. Akan tetapi, Aska berbeda. Rambut putihnya, wajahnya yang tegas dan tampan bagaikan dewa yang turun ke dunia.Aska tersenyum. "Keswan memang masih muda, langkahnya masih lincah."Keswan tertawa pelan, lalu memberi salam pada Zahra dan duduk di hadapan Aska. Sekilas, dia melihat papan catur dan Buku Klasik Pegunungan dan Samudra yang tergeletak di atas meja. "Bagaimana ini? Sudah benar-benar mantap mau pergi jauh?"Aska mengangguk. Begitu Luis dan Anggi pergi, dia juga akan pergi."Jadi, Biro Falak ini benar-benar kamu serahkan pada Ishaq?" tanya Keswan.Aska menatapnya sambil tersenyum. "Bukankah masih ada Tuan Keswan?""Hah!
Sejam kemudian, Zahra membawa berkas itu untuk mencari Aska. "Paman, ini berkas dari perbatasan. Mereka bilang Negara Darmo mulai sering melakukan pengujian lagi."Aska meletakkan buku. Dia menoleh sekilas pada berkas itu, lalu melihat jelas seluruh isi permohonan di dalamnya. "Selama permintaan perbatasan masih dalam batas wajar, kamu seharusnya tahu bagaimana menanganinya."Zahra maju selangkah. "Tapi bagaimana kalau pasukan perbatasan itu berniat memegang kekuatan sendiri?"Aska mengangkat pandangan. Alisnya sedikit berkerut. "Sekarang perbatasan dijaga oleh Jenderal Besar Wiranto. Dia adalah jenderal berbakat yang diangkat langsung oleh ayahandamu."Dengan kata lain, masalah tidak besar. Kalau mereka meminta gaji tentara dan makanan, harus diberi.Zahra mengangguk sambil merenung. Dia diam-diam melirik pria itu. Wajah putih bersih, rambut putih panjang, jubah putih seperti dewa yang tak tersentuh oleh debu dunia.Sosoknya seakan-akan berhenti pada usia 25 atau 26 tahun. Selain hawa
Gagasan itu bukan hanya sekali muncul di dalam benaknya. Pada awalnya, dia merasa itu adalah untuk menebus.Namun kemudian, dia harus berhadapan dengan hatinya sendiri. Mana ada ingin dia tebus? Dalam kebersamaan yang panjang itu, dia justru tertarik oleh kelembutan dingin yang samar dari Aska. Dia tertarik tanpa bisa melepaskan diri."Zahra?" Ishaq memanggilnya beberapa kali, tidak tahu apa yang dipikirkan Zahra sampai begitu larut.Zahra akhirnya kembali sadar. Dia menatap Ishaq sambil tersenyum. "Aku barusan terpikir beberapa hal."Ishaq berucap, "Ternyata kamu dibimbing oleh Paman Aska, pantas kamu terlihat begitu bebas dan luwes.""Aku nggak begitu." Zahra menggeleng sambil tersenyum pahit. "Latihan hidup baru saja dimulai. Setiap hari adalah permulaan baru ...."Ishaq membuka mulut, memandang Zahra. "Adikku benar-benar berpandangan jauh.""Aku cuma asal bicara. Bagaimanapun, waktu itu Paman Aska nggak mau menerimaku sebagai murid. Kak Ishaq yang beruntung." Jika menjadi murid Ask
"Aku juga merasa begitu, apalagi Paman Aska. Waktu itu demi menyelamatkan Ayahanda, kemampuan ilmu Tao-nya sampai hilang. Tapi selama bertahun-tahun ini, dia memaksakan diri berlatih dan berhasil mendapatkan kembali sebagian."Zahra berkata dengan penuh kekaguman, "Paman Aska benar-benar hebat."Ishaq berujar, "Aku juga pernah dengar tentang hubungan Paman Aska dengan Ayahanda dan Ibunda. Dia adalah orang yang berjasa bagi keluarga kita."Sambil berkata begitu, Ishaq menoleh pada Zahra dan bertanya, "Guru Keswan bilang, rambut Paman Aska memutih dalam semalam karena menyembuhkan penyakit takut panas milik Ibunda?""Aku nggak tahu, nggak ada yang pernah memberitahuku tentang itu." Zahra berkata dengan jujur, "Tapi aku memang pernah dengar orang bilang begitu. Waktu itu dia masih muda, tapi rambutnya sudah memutih."Ishaq mengerutkan alis, tampak menyayangkan.Namun, Zahra berkata, "Nggak apa-apa. Kamu nggak merasa rambut putih itu membuat Paman Aska tampak seanggun dewa yang turun dari







