"Aku ini orang yang suka sendiri, sebaiknya jangan ganggu aku lagi," ucap Junaryo sambil berdiri, lalu memerintahkan orang-orang di sekitar api unggun untuk bergantian berjaga. Setelah itu, dia kembali ke tendanya sendiri.Yasa datang mendekat. "Aku sudah pernah mencoba. Orang ini benar-benar nggak bisa dilunakkan.""Orang seperti ini hanya terlihat tegar. Kalau tahu apa yang menjadi obsesinya, itu akan menjadi senjata paling tajam." Jelita tersenyum."Adikku benar." Tatapan Yasa pada Jelita tersimpan sedikit kehangatan yang intim.Jelita menggenggam tangannya. "Beberapa hari ini belum bisa.""Ya."Di depan orang lain, mereka adalah sepasang kakak adik. Di balik itu, mereka melakukan segalanya.Yasa mendesah. "Kalau sudah sampai di ibu kota, apa kamu mau lebih dulu melihat anakmu?"Begitu menyebut anak dari Jelita dan Sunaryo, mata Jelita berkilat lembut. Dia mendongak menatap langit malam. Bintang bertebaran, tetapi bahkan cahaya bintang tak mampu menahan air matanya."Aku mau melihat
Orduk, para pangeran Negeri Darmo, juga Hubidon beserta kerabat lainnya, semuanya menemani Shiriya menyantap santapan terakhir di Negeri Darmo. Mereka mengadakan jamuan daging. Daging kambing dan daging sapi memenuhi jamuan besar itu.Dua jam kemudian, sudah lewat tengah hari. Rombongan pengantar pernikahan keluar dari istana, sementara rakyat berbaris di sepanjang jalan untuk mengantarkan Putri.Shiriya duduk di dalam kereta kuno, melambaikan tangan kepada rakyat. Dia tak mengucapkan sepatah kata pun. Hingga saat itu barulah dia sungguh memahami, betapa sedih dan tak berdayanya para putri yang bertahun-tahun lalu dipaksa menikah jauh dari negeri mereka ke Negeri Cakrabirawa.Jelita menyodorkan saputangan. "Putri, jangan bersedih."Shiriya menoleh sekilas kepadanya. "Kamu masih bisa kembali. Tapi aku ... aku nggak tahu kapan bisa kembali.""Aku akan menemani Putri untuk sementara waktu.""Baguslah kalau begitu."....Musim panas begitu terik. Rombongan pengantar berjalan lebih dari sep
"Aku nggak akan pernah membiarkanmu menjadi pelayan rendahan.""Kalau begitu, saya berterima kasih kepada Putra Mahkota."Keesokan paginya, istana Negeri Darmo sudah mulai sibuk.Hubidon mendatangi Jelita. "Kemari, aku antar kamu ke tempat Shiriya."Jelita segera meletakkan pakaian yang sedang dia rapikan. "Baik."Dia mengikuti Hubidon, butuh beberapa saat hingga sampai di kediaman sang Putri."Shiriya," panggil Hubidon sambil melangkah masuk.Di dalam, para pelayan sedang mengangkat barang-barang kesayangan sang Putri keluar. Semua adalah benda yang paling disukai Shiriya.Shiriya berjalan keluar diiringi para dayang dan Yasa. Dia langsung berlari ke pelukan Hubidon. "Kak, kali ini aku nggak tahu kapan lagi bisa bertemu Kakak.""Kita akan bertemu lagi. Setelah Negeri Darmo beristirahat dan memulihkan diri beberapa tahun, aku sendiri yang akan menjemputmu kembali dari Negeri Cakrabirawa untuk pulang."Jelita berkata, "Bukan sekadar menjemput, tapi juga menjadikan Negeri Cakrabirawa seb
Luis mengangguk sedikit. Seperti yang diduga, baru saja dia menyelesaikan dua berkas laporan, Anggi sudah membawa Zahra kembali.Si kecil masih merengek, "Ibunda, Bubu sudah bersih kok, masa nggak boleh tidur sama aku?""Nggak boleh.""Padahal aku ingin sekali tidur bareng Bubu." Nada kecewa terdengar jelas, benar-benar membuat hati luluh tak karuan.Anggi menggandeng si kecil, menarik napas panjang, lalu menjelaskan, "Soalnya bulu-bulu di tubuh Bubu bisa rontok. Bulu itu kotor dan bisa masuk ke hidung kita. Kalau Zahra sampai susah napas, bagaimana?""Serius?""Serius."Begitu ibu dan anak masuk, Anggi baru sadar Luis sedang bekerja di sana. Jadi, dia menggandeng Zahra ke aula samping. "Ayo, kita tidur di kamar Zahra saja."Zahra sebenarnya sudah melihat ayahnya. Baru berlari dua langkah dengan kaki mungilnya, dia sudah diangkat Anggi dan dibawa ke arah lain.Lima belas menit kemudian, Anggi berhasil menidurkan Zahra, lalu kembali ke kamar utama. Dia berjalan mendekat, berdiri di sisi
"Benar juga, Sura saja sudah dianugerahi pernikahan, masa Dika dan yang lain dibiarkan begitu saja? Bisa jadi nanti mereka sendiri yang akan datang meminta Kaisar mengaruniakan pernikahan."Luis tersenyum, "Istriku benar sekali."Mata Anggi berbinar bahagia. Mereka berdua hidup seperti orang biasa setiap hari, tidak terlalu memedulikan aturan kaku seperti tidak boleh bicara saat makan atau larangan berbincang di tempat tidur. Mina yang mengikuti mereka pun sering merasa gembira.Luis tersenyum dan berkata santai, "Putri Negara Darmo itu masih muda, sepertinya memang nggak akan melirik Dika."Anggi menjawab, "Maksud Kaisar, Dika sudah terlalu tua? Dulu Kaisar juga pernah dikatakan sudah berumur, tapi bukankah aku tetap suka? Apalagi, Dika tampan dan berwibawa, belum tentu Putri Negara Darmo tidak menyukainya."Luis hanya tertawa ringan. Di sekelilingnya penuh dengan para prajurit gagah, tetapi istrinya selalu memuji Aska tampan, Dika tampan, bahkan Sura, Irwan, Junaidi, dan Daud juga di
Di samping, Zahra yang duduk di kereta makan khusus memiringkan kepalanya dan bertanya, "Ayahanda, siapa Putri Negara Darmo itu?"Luis menjawab, "Seorang putri dari negeri kecil di perbatasan.""Apakah putri itu cantik? Lebih cantik dari aku?" Gadis kecil itu menopang dagunya dengan kedua tangan, mata beningnya menatap sang ayah penuh rasa ingin tahu."Zahra yang paling cantik." Luis mengulurkan tangan dan mengusap pipi tembam putrinya.Anggi pun menimpali, "Benar, Zahra yang paling cantik."Zahra tersenyum lebar. Semua orang yang hadir ikut menampakkan senyum penuh kebahagiaan.Pengasuh Zahra menyuapi dirinya. Namun sebelum makan banyak, Zahra sudah bersikeras ingin turun dari kereta, "Aku mau kasih makan Bubu."Luis mengerutkan kening, "Makan kenyang dulu baru pergi."Dasar ... terus-terusan saja mengingat tikus itu, bahkan seolah lebih penting daripada ayahnya sendiri. Luis bukan cuma harus waspada kalau Anggi berpaling hati, kini malah harus takut kalau Zahra juga tidak sayang pada