Share

Bab 5.

Author: Skyy
last update Last Updated: 2021-08-10 18:04:11

     Jam Kampus telah selesai.

     Rifky dan gengnya telah keluar dari kelasnya. Rangga sudah muncul di hadapan Rifky dan lainnya. Rifky tak mempedulikan itu, hanya saja anak buah gengnya saja yang mempertanyakan Rangga.

      beberapa saat menghilang, Rangga hanya menjawab ada urusan. Rangga berasalan seperti itu, karena tak ingin membuatnya malu. Jika ia cerita pasti teman-teman gengnya menertawainya secara Rangga bisa kalah dikerjai oleh Joey yang terkenal culun di kampusnya.

     Hendrik hanya diam, tapi ia punya rencana, setelah pulang, ia akan menetap di kampus bersama Rangga.

     Dan mencari keberadaan Joey. Masalah Joey tidak kelihatan semenjak pagi, "Apa, kamu yakin si culun itu tadi ada di kampus?" tanya Hendrik.

     "Aku sangat yakin," jawab Rangga serius.

     Anehnya Joey tak kelihatan setelah menyiksa Rangga tadi di toilet. Rifky dan teman-teman gengnya pulang duluan. Hendrik dan Rangga tidak ikut dengan alasan ingin bertemu seorang gadis.

     Hari telah sudah sore, dan jam sudah menunjukkan jam setengah 4. Kampus masih ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi mengikuti jam sore. Hendrik dan Rangga sudah berjalan, mencari, dan berkeliling di kampusnya. Joey masih tak ditemukan, mereka memilih untuk duduk di kantin yang sudah mulai sepi.

     Keadaan kantin yang sudah sepi tak ada yang berjualan, karena memang waktu mereka berjualan hanya sampai jam 3 sore. Hendrik yang mendadak ingin ke toilet untuk buang hajat.

     "Mau kutemani?" tanya Rangga.

     "Brengsek! Tidak perlu, nanti dikira kita homo," sahut Hendrik bercanda.

     "Aku cuma khawatir kalau si culun itu tiba-tiba ada di toilet," kata Rangga.

     Mengingat dirinya di serang tiba-tiba oleh Joey sebelumnya.

     "Tenang, mana mungkin, aku pasti bisa menghajarnya," jawab Hendrik sedikit angkuh, ya karena ia mantan pesilat.

     Rangga memutar bola matanya, Hendrik pun meninggalkan Rangga sendirian. Tinggalah Rangga sendirian di kantin seorang. Sambil menunggu Hendrik, ia memainkan ponselnya.

     "Halo..."

     Deg. Rangga diam membeku. Perlahan pandangannya beralih dari ponselnya ke sumber suara yang menyapanya. Ia yakin, suara itu tak asing di indra pendengarannya. Rangga terpaku seketika melihat Joey sudah duduk di depannya sambil tersenyum polos di hadapannya.

     "K-kau..."

     “JLEB!”

     “Argh! Bre...”

     Belum selesai berucap, tangan Rangga, Joey menusuk punggung tangan Rangga menggunakan garpu. Rangga yang akan berteriak, mulutnya langsung dibekap oleh Joey.

     "Sstttt..." sambil meletakan jari telunjuknya di mulutnya sendiri.

     "Jangan berisik, nanti ada yang lihat, aku sedang petak umpet," bisik Joey polos.

     "Lain kali jangan letakan tanganmu di meja. Karena itu sangat mudah untuk diserang." ucap Joey dengan wajah polos yang dibuat-buatnya seakan-akan ia memberi saran yang baik.

     Rangga hanya terdiam, benar-benar terkejut, ternyata Joey sungguh menakutkan. Joey melepaskan tangannya yang membekap mulut Rangga. Mata Rangga melihat kedua tangan Joey mengenakan sarung tangan.

     "Ahh... tadinya aku ingin sekali menggoreng jarimu. Tapi sayangnya persediaan minyak goreng di kantin ini telah dibawa pulang semua sama pemiliknya." ucap Joey sambil memijit pelipisnya, seakan-akan ia frustrasi.

     Joey bangkit dari duduknya, "Aku pulang dulu. Kamu hati-hati di jalan." Joey pun pergi meninggalkan Rangga begitu saja tanpa dosa sama sekali.

     Rangga hanya bisa meringis kesakitan, perlahan ia mencabut garpu yang masih tertancap di punggung tangannya.

     "Argh!" Rangga berteriak setelah melepasnya, ia menahan darahnya agar tidak keluar banyak.

      pun datang, "Kamu kenapa?" tanya Hendrik terkejut tak main melihat Rangga.

     "Kenapa kamu lama sekali!" Rangga membentak kesal.

     "Mengapa kamu membentakku, kamu kira buang air besar itu cepat?" jawab Hendrik yang juga kesal.

     "Ada apa dengan tanganmu?" tanya Hendrik.

     "Joey," sahut Rangga sambil menahan rasa sakitnya, "Dia yang melakukan ini," lanjutnya.

     Hendrik melihat tangan Rangga yang terluka, "Ayo kita ke klinik terdekat."

     Rangga menganggukkan kepalanya, dengan pikirannya campur aduk mereka pergi ke klinik. Sungguh hari ini, ia di buat kejutan oleh Joey. Sedangkan Hendrik, sambil menyetir mobilnya, pikiran entah ke mana.

     Mau percaya mau tidak percaya, tetap saja kelakuan Rangga membuatnya penasaran. Apa karena Rangga yang sudah kehilangan kewarasannya sehingga menyiksa dirinya sendiri. Sedangkan Hendrik sendiri tak melihat Joey semenjak terakhir ia membullynya.

     ---

     Joey tengah naik sebuah minibus, karena sudah waktunya ia pulang. Keadaan dalam bis cukup ramai, ia sendiri berdiri berdesakan. Lalu ia melihat sebuah tangan dari pria di depannya, seorang pria yang ternyata pencopet.

     Dia akan mengambil dompet dari dalam tas milik seorang gadis yang terlihat seperti anak SMA. Joey tersenyum menyeringai, lalu tangannya juga ikut bergerak. Saat tangan pencopet itu berhasil mengambil dompet milik gadis itu, dengan ahli dan cepat tangan Joey sudah lebih dulu mengambil dompet si pencopet.

     Joey telah sampai di kos-kosnya, ia juga telah selesai mandi. Kini ia tengah duduk di kasur sambil menghitung uang dari dompet si pencopet.

     "Hahaha... uangnya banyak juga."

     ---

     Disisi Lain, seorang pria tengah frustasi. Bagaimana tidak? Ternyata dompet yang terlihat bagus yang ia copet tak ada uangnya sama sekali. Hanya berisikan kertas-kertas contekan dan kartu pelajar.

      parahnya, dompet pribadinya sendiri pun malah hilang entah ke mana. Padahal dompetnya berisi semua uangnya yang telah ia kumpulkan selama ia menjadi pencopet.

     ---

     Keesokan Harinya.

     Jam Kuliah belum dimulai, Rifky dan gengnya berkumpul di parkiran. Saat melihat tangan Rangga yang diperban, tentu saja membuat mereka terkejut.

     "Tanganmu kenapa?" tanya Sandi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 116

    Ia benar-benar harus membasuh wajah nya dan membersihkan kedua matanya dengan air mengalir. Joey kembali menutup mulut Alan dengan lakban. Ia mengabaikan apa yang dialami oleh Alan. Lalu kini, tatapan Joey beralih ke arah Jerry. Jerry yang dari tadi diam melihat Joey menyiksa dengan sadis kepada dua orang barusan. Joey tersenyum pada nya, lalu ia berjalan mendekati Jerry. Kini Joey berjongkok di hadapannya Jerry sambil menatap nya dengan senyuman khas nya. Jerry sudah berwajah pucat dan ia membayangkan siksaan apa yang ia dapat dari laki-laki ini "Statusmu dengan ibuku masih bersuami istri ya?" ucap Joey sambil mengusap dagu nya seakan ia berfikir. Joey menatap Jerry dengan tatapan terkejut. "Berarti kamu ayah tiriku dong?" Ahh, sungguh rasa nya ingin menjitak kepala Joey. Jerry melotot ke arah nya. Bisa-bisa nya Joey bergurau disaat keadaan seperti ini. Joey menghela nafas nya. "Tapi sayang nya, aku tidak sudi memiliki ayah tiri. Ayahku cukup satu, yaitu ayah kandungku." "Sungg

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 115

    kecepatan untuk mengikuti tuan nya. Joey terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Meski jarak sudah dekat, ia tidak ingin membuang-buang waktu nya. Ia mengabaikan rasa lelah agar ia bisa menemukan keberadaan istri lnya. Beberapa lama kemudian, ia telah sampai di lokasi. Dan benar saja, ia telah dibawa ke tempat yang tidak jauh dari pedesaan, banyak sekali pohon, tepat nya bekas pabrik kecil yang sudah lama ditutup. Joey melihat ada dua laki-laki berbadan besar berjaga di depan pintu di sebuah bangunan yang sangat kotor, tepat nya sebuah gudang. Joey segera turun dari mobil nya setelah ia mengambil peralatan nya. Tanpa bersembunyi-sembunyi, Joey berjalan ke arah dua laki-laki itu. Tentu saja kedua laki-laki itu menatap ke arah nya, mereka berdua tidak diam saja. Mereka tidak akan membiarkan orang asing masuk tanpa persetujuan tuan mereka. Joey berjalan mendekati dua laki-laki itu dan perlahan kedua pupil warna matanya menjadi coklat gelap.BKini mereka saling berd

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 114

    "Ada apa?" ucap Joey datar. Dari raut wajah keempat perempuan itu seakan panik. Terutama Salsa, ia yang terlihat sangat panik sekaligus ketakutan. Joey dan Tomy menduga ada yang tidak beres selama mereka pergi. "Kamu tenang dulu." ucap Angelica. "Kenapa?" sahut Joey datar. Angelica menghela nafas nya. Lalu ia berkata. "Anatasya hilang." Joey melangkah mendekat, dan menatap dingin ke arah Angelica. "Kamu bercanda?" "Kamu tenang dulu. Baru saja kak Roni, kak Dika, kak Ragil, kak David bahkan kak Shinta dan kak Selly juga mencari nya." ucap Angelica. Tomy yang berdiri, ia hanya diam, ia juga heran kenapa Angelica tidak memberitahu nya. Begitu juga dengan Nada dan Nadien yang juga ada di dalam ruangan itu. Angelica memejamkan kedua mata nya. Ia menggeleng-gelengkan kepala nya. Sebisa mungkin Joey untuk tetap tidak panik. Ka pun bersuara. "Jadi, kapan hilang nya?" Salsa yang tadinya duduk dan mendengarkan, perlahan ia berdiri dari duduk nya. Ia berjalan mendekati Joey. "Sebenarnya

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 113

    "Cih, sejak lahir aku juga tidak memiliki keluarga." batin Joey. Joey menghela nafas nya. Ya, karena di kehidupan sebelumnya, ia memang tidak memiliki keluarga. Ia tumbuh besar di panti asuhan, namun ia teringat dulu kalau diri nya ingin sekali memiliki keluarga. Dan sekarang pemilik tubuh nya masih memiliki sisa keluarga. Kini semua keadaan tidak begitu tegang seperti sebelumnya. Setelah berfikir, Joey menurunkan ego nya. Kini semua orang duduk di ruang tamu. Joey duduk di sofa dan berhadapan dengan Nada dan Nadien, hanya meja kaca yang membatasi mereka. Sedangkan Jerry, ia diikat lagi dan mulut nya ditutupi lakban oleh Tomy di lantai dekat ketiga orang itu. Dan Tomy yang menjaganya karena awalnya Jerry berontak, dan berteriak kepada Nada dan menyumpahi nya. Seakan ia tak ingin Nadien mendengar nya. Disitulah Joey dan Tomy sudah curiga ada sesuatu yang disembunyikan. Awal nya Nadien menolak, ia tak ingin Jerry diperlakukan seperti itu. Dan hanya Nada tidak membantah atas apa yang

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 112

    Jerry memandang benci ke arah Joey. "Apa maksudmu, kau telah berani memperlakukanku seperti ini!" "Aku hanya memberimu sedikit pelajaran padamu, agar tidak mencari masalah padaku. Apa kamu kira aku tidak tau kalau kamu telah menyuruh seseorang untuk mencuri data-data perusahaanku?" ucap Joey tersenyum. Jerry terdiam membeku mendengar. Ia benar-benar tidak menyangka kalau laki-laki yang berdiri di hadapan bisa mengetahui nya. Joey kembali bersuara. "Tapi sungguh menyedihkan sekali dirimu, orang yang kau suruh belum mendapat bayaran. Apa kamu sudah tidak punya uang?" Jerry melotot ke arah Joey, ia benar-benar malu dikatakan seperti itu. Apalagi ada Nada dan Nadien di dekat nya dan mereka mendengar nya. Sebenarnya perusahaan nya masih berdiri, namun ia lakukan itu karena keserakahan nya. Nada dan Nadien yang sedang merangkul Jerry di sisi kanan dan kiri nya. Menatap Jerry secara bersamaan setelah mendengar kata-kata Joey. Joey tersenyum menyeringai melihat nya. "Setelah apa yang tel

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 111

    Sementara itu, terlihat empat orang gadis berpakaian SMA, baru saja keluar dari kantor polisi. Mereka berempat baru saja melaporkan kejadian yang menimpa mereka. Setelah nya, mereka segera kembali masuk ke dalam mobil. Bela mengambil alih untuk mengemudikan mobil nya, awal nya Nadien dan kedua teman nya lagi menolak. Namun tetap saja Bela ingin mengemudikan mobil nya, ketiga teman nya pun pasrah akan kemauan nya Bela. "Kalau kamu gak sanggup, bilang aku. Biar aku yang mengemudikan mobilmu." ucap Nadien. Ia khawatir kepada Bela. Mungkin terlihat biasa-biasa saja, namun pasti rasa nya tidak biasa, apalagi di bagian hidung nya. Pasti akan mengganggu konsentrasi nya saat mengemudikan mobil nya. "Kamu tenang saja, luka segini, tidak ada apa-apa. Aku masih bisa." jawab Bela sambil tersenyum. Bela terlihat tersenyum puas, karena ia tak sabar melihat laki-laki berkacamata yang sudah berani memukul nya akan ditangkap. Ditambah laki-laki berkacamata itu, juga memegang senjata pistol. Ia sud

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 110

    Joey tersenyum sinis mendengar kata-kata perempuan itu. Belum sempat membalas, tiba-tiba ada suara perempuan lain yang baru turun dari pintu belakang mobil sisi kanan. "Maaf kak, atas kecerobohan teman saya." Ucap perempuan itu dengan sopan. Perempuan itu tak hanya cantik, panjang rambut nya sebahu, dia baru saja turun dari mobil yang sama. Lalu dari sisi kiri mobil ada 2 temannya yang juga turun dari mobil nya. Joey beralih ke arah perempuan yang berlaku sopan barusan. Dia dan perempuan berambut sebahu itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan dirinya. Joey dan perempuan itu saling bertatapan. Dari sorot tatapan mata perempuan itu, Joey merasa ada kesamaan dengan diri nya. Karena tak ingin berlama-lama, Joey memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu. "Ayo Tomy, disini aku sama saja membuang-buang waktu." ajak Joey, lalu ia membalikkan tubuh nya dan melangkahkan kaki nya. "Baik Tuan Jo." balas Tomy yang juga berbalik dan mengik

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 109

    Baru saja Johnny meraih ponsel nya, si perempuan itu bersujud. "Ampun Tuan. Aku mengaku salah." Dita bersujud sambil menangis ketakutan. Joey menghela nafas nya, lalu membatalkan niatnya. Johnny hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala nya. Tak menyangka ancaman tuan nya sungguh ampuh. Dita pun mulai bercerita, yang dimana, suatu hari, ada seorang pria dewasa datang ke rumah. Menawarkan kerja sama dan memberi nya bayaran besar. Tentu saja dia mau, ditambah anak nya yang masih berusia 7 tahun tahun tengah sakit. Akhirnya nya dia terpaksa menerima tawaran orang itu. Dita yang merupakan Office Girl, ia menguping kalau data perusahaan tersimpan di ruangan David saat ia mengantar minuman. Malam nya ia melakukan aksi nya. Namun, hingga saat ini, ia belum mendapat bayaran nya dari orang itu. Dita juga menceritakan curi-curi orang itu. "Maaf tuan, jangan laporkan saya. Putri saya sakit, ia menderita leukimia. Saya ingin mendonorkan sumsum saya, namun saya tidak memiliki banyak biaya. Jadi, s

  • Pembalasan Dendam Sang Psikopat   Bab 108.

    "Jangan membunuh lagi." jawab Anatasya. Joey mengangguk-anggukan kepala nya. "Aku tidak membunuh nya, bukankah aku sudah cerita? Kalau tidak percaya, kamu bisa bertanya kepada Roni, dan Tomy." Joey hanya menyuruh anak buah nya untuk membunuh kedua anak buah Andre. Setidak nya ia hanya menyiksa Andre, itulah pemikiran Joey. Meskipun begitu, tetap saja ada pembunuhan. Anatasya hanya tersenyum dan percaya. Meskipun ia sudah tau kalau suami nya sangat pandai bersandiwara, tetapi ia mencoba percaya. Dan ia yakin, suatu saat Joey perlahan bisa menghilangkan sisi gila nya. Hanya membutuhkan proses dan waktu. — Beberapa hari kemudian. Joey yang baru saja pulang dari kuliah nya, kini tengah dalam perjalanan nya ke kantornya. Setelah sampai, ia segera berjalan cepat-cepat ke ruangan nya. Karena sebelum nya, saat jam istirahat kuliah nya, Roni memberitahu hal yang penting. Setelah masuk di dalam ruangan nya, ia melihat Johnny, Tomy, Dika, David, dan Ragil sedang duduk di sofa menunggu ny

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status