Jam Kampus telah selesai.
Rifky dan gengnya telah keluar dari kelasnya. Rangga sudah muncul di hadapan Rifky dan lainnya. Rifky tak mempedulikan itu, hanya saja anak buah gengnya saja yang mempertanyakan Rangga.
beberapa saat menghilang, Rangga hanya menjawab ada urusan. Rangga berasalan seperti itu, karena tak ingin membuatnya malu. Jika ia cerita pasti teman-teman gengnya menertawainya secara Rangga bisa kalah dikerjai oleh Joey yang terkenal culun di kampusnya.
Hendrik hanya diam, tapi ia punya rencana, setelah pulang, ia akan menetap di kampus bersama Rangga.
Dan mencari keberadaan Joey. Masalah Joey tidak kelihatan semenjak pagi, "Apa, kamu yakin si culun itu tadi ada di kampus?" tanya Hendrik.
"Aku sangat yakin," jawab Rangga serius.
Anehnya Joey tak kelihatan setelah menyiksa Rangga tadi di toilet. Rifky dan teman-teman gengnya pulang duluan. Hendrik dan Rangga tidak ikut dengan alasan ingin bertemu seorang gadis.
Hari telah sudah sore, dan jam sudah menunjukkan jam setengah 4. Kampus masih ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi mengikuti jam sore. Hendrik dan Rangga sudah berjalan, mencari, dan berkeliling di kampusnya. Joey masih tak ditemukan, mereka memilih untuk duduk di kantin yang sudah mulai sepi.
Keadaan kantin yang sudah sepi tak ada yang berjualan, karena memang waktu mereka berjualan hanya sampai jam 3 sore. Hendrik yang mendadak ingin ke toilet untuk buang hajat.
"Mau kutemani?" tanya Rangga.
"Brengsek! Tidak perlu, nanti dikira kita homo," sahut Hendrik bercanda.
"Aku cuma khawatir kalau si culun itu tiba-tiba ada di toilet," kata Rangga.
Mengingat dirinya di serang tiba-tiba oleh Joey sebelumnya.
"Tenang, mana mungkin, aku pasti bisa menghajarnya," jawab Hendrik sedikit angkuh, ya karena ia mantan pesilat.
Rangga memutar bola matanya, Hendrik pun meninggalkan Rangga sendirian. Tinggalah Rangga sendirian di kantin seorang. Sambil menunggu Hendrik, ia memainkan ponselnya.
"Halo..."
Deg. Rangga diam membeku. Perlahan pandangannya beralih dari ponselnya ke sumber suara yang menyapanya. Ia yakin, suara itu tak asing di indra pendengarannya. Rangga terpaku seketika melihat Joey sudah duduk di depannya sambil tersenyum polos di hadapannya.
"K-kau..."
“JLEB!”
“Argh! Bre...”
Belum selesai berucap, tangan Rangga, Joey menusuk punggung tangan Rangga menggunakan garpu. Rangga yang akan berteriak, mulutnya langsung dibekap oleh Joey.
"Sstttt..." sambil meletakan jari telunjuknya di mulutnya sendiri.
"Jangan berisik, nanti ada yang lihat, aku sedang petak umpet," bisik Joey polos.
"Lain kali jangan letakan tanganmu di meja. Karena itu sangat mudah untuk diserang." ucap Joey dengan wajah polos yang dibuat-buatnya seakan-akan ia memberi saran yang baik.
Rangga hanya terdiam, benar-benar terkejut, ternyata Joey sungguh menakutkan. Joey melepaskan tangannya yang membekap mulut Rangga. Mata Rangga melihat kedua tangan Joey mengenakan sarung tangan.
"Ahh... tadinya aku ingin sekali menggoreng jarimu. Tapi sayangnya persediaan minyak goreng di kantin ini telah dibawa pulang semua sama pemiliknya." ucap Joey sambil memijit pelipisnya, seakan-akan ia frustrasi.
Joey bangkit dari duduknya, "Aku pulang dulu. Kamu hati-hati di jalan." Joey pun pergi meninggalkan Rangga begitu saja tanpa dosa sama sekali.
Rangga hanya bisa meringis kesakitan, perlahan ia mencabut garpu yang masih tertancap di punggung tangannya.
"Argh!" Rangga berteriak setelah melepasnya, ia menahan darahnya agar tidak keluar banyak.
pun datang, "Kamu kenapa?" tanya Hendrik terkejut tak main melihat Rangga.
"Kenapa kamu lama sekali!" Rangga membentak kesal.
"Mengapa kamu membentakku, kamu kira buang air besar itu cepat?" jawab Hendrik yang juga kesal.
"Ada apa dengan tanganmu?" tanya Hendrik.
"Joey," sahut Rangga sambil menahan rasa sakitnya, "Dia yang melakukan ini," lanjutnya.
Hendrik melihat tangan Rangga yang terluka, "Ayo kita ke klinik terdekat."
Rangga menganggukkan kepalanya, dengan pikirannya campur aduk mereka pergi ke klinik. Sungguh hari ini, ia di buat kejutan oleh Joey. Sedangkan Hendrik, sambil menyetir mobilnya, pikiran entah ke mana.
Mau percaya mau tidak percaya, tetap saja kelakuan Rangga membuatnya penasaran. Apa karena Rangga yang sudah kehilangan kewarasannya sehingga menyiksa dirinya sendiri. Sedangkan Hendrik sendiri tak melihat Joey semenjak terakhir ia membullynya.
---
Joey tengah naik sebuah minibus, karena sudah waktunya ia pulang. Keadaan dalam bis cukup ramai, ia sendiri berdiri berdesakan. Lalu ia melihat sebuah tangan dari pria di depannya, seorang pria yang ternyata pencopet.
Dia akan mengambil dompet dari dalam tas milik seorang gadis yang terlihat seperti anak SMA. Joey tersenyum menyeringai, lalu tangannya juga ikut bergerak. Saat tangan pencopet itu berhasil mengambil dompet milik gadis itu, dengan ahli dan cepat tangan Joey sudah lebih dulu mengambil dompet si pencopet.
Joey telah sampai di kos-kosnya, ia juga telah selesai mandi. Kini ia tengah duduk di kasur sambil menghitung uang dari dompet si pencopet.
"Hahaha... uangnya banyak juga."
---
Disisi Lain, seorang pria tengah frustasi. Bagaimana tidak? Ternyata dompet yang terlihat bagus yang ia copet tak ada uangnya sama sekali. Hanya berisikan kertas-kertas contekan dan kartu pelajar.
parahnya, dompet pribadinya sendiri pun malah hilang entah ke mana. Padahal dompetnya berisi semua uangnya yang telah ia kumpulkan selama ia menjadi pencopet.
---
Keesokan Harinya.
Jam Kuliah belum dimulai, Rifky dan gengnya berkumpul di parkiran. Saat melihat tangan Rangga yang diperban, tentu saja membuat mereka terkejut.
"Tanganmu kenapa?" tanya Sandi.
"Aku jatuh kemarin." jawab Rangga. "Jatuh? Jatuh dimana?" sahut Richard mengejek. "Hmm, aku jatuh dari tangga kemarin." Rangga mengelak. Rifky hanya tersenyum mengejek, "Kamu jatuh dari tangga? Rangga jatuh tangga?" Hendrik yang di samping Rangga hanya bisa diam, meski ia juga bingung kenapa tangan Rangga bisa seperti itu. Walau sudah bertanya, pasti Rangga menjawabnya "Joey". Benarkah Joey? Laki-laki culun yang selalu ia bully. Tapi seharian kemarin ia tak melihat Joey. Namun yang membuat Hendrik curiga adalah kejiwaannya Rangga, entah ia waras atau tidak. Rangga sendiri meminta dirinya untuk merahasiakan apa yang dialaminya. Karena Rangga akan merasa malu karena kalah dari Joey. Namun Hendrik masih tak percaya jika tidak melihat dengan kedua matanya sendiri. ---- Sudah waktunya jam kuliah siang dimulai, semua mahasiswa dan mahasiswi masuk ke kelas sesuai jam kelas mereka masing-masing. Joey yang sudah berada di kelas dan duduk santai sendirian paling pojok belakang ruangan. K
Semua mahasiswa dan mahasiswi saling berbisik tentang perlakuan Joey yang langka, sungguh tak bisa dipercaya. Angelica yang dari tadi memperhatikan sikap Joey yang sangat berani, tidak seperti biasanya. Setahunya, meskipun culun, Joey selalu baik kepada siapa pun. Inilah yang Angelica suka. Tapi sekarang, sosok Joey yang sangat berbeda. Di mana Joey yang ia kenal sebagai laki-laki culun itu. "Semuanya harap diam!" suara lantang dari bapak dosen, semua mahasiswa dan mahasiswi di ruangan kembali diam. Setelah semuanya diam, bapak dosen kembali melalukan aktivitas mengajar. --- Malam Harinya. Terlihat seorang laki-laki tengah duduk sendirian di ruang tengah sambil menonton TV, ia tinggal sendiri di kontrakannya. Saat fokus menonton TV, tiba-tiba mulutnya dibekap sebuah kain. Tentu saja laki-laki itu panik, beberapa saat kemudian, kesadarannya memudar dan akhirnya pingsan. “SYUR!” Siraman air mengguyur dirinya. Tentu saja laki-laki berumur 2
Bapak dosennya tak menjawab. Sedikit gerak di wajahnya, ia akan merasakan sakit yang amat luar biasa. Mulut bapak dosen sekarang sudah terlepas dari lakban. Tapi, mulutnya menjadi melebar seperti senyuman, jelas ulah Joey. "Hahaha... mulut bapak mirip sekali dengan Joker, musuhnya batman. Dalam bahagia atau sedih, bapak akan selalu tersenyum," kata Joey. Bisa bayangkan sendiri, pipi kanan kirinya bapak dosen disayat. Seperti kata Joey barusan, seperti Joker. Darah segar tak berhenti mengalir dari luka bekas sayatan di pipi sang dosen. Bahkan setiap tetes anyir itu berceceran di lantai, dan berakhir membuat pakaian sang dosen bersimbah darah. Bapak dosennya hanya diam, dalam pikiran ingin sekali membalas perbuatan Joey. Joey yang melihat tatapan benci dari bapak dosennya, ia tertawa, "Hahaha... marah ya, wajah tampanmu jadi lebih jelek dari joker." Joey berhenti tertawa, ia menghela nafasnya. Lalu ia berdiri dari jongkoknya, "Aku jadi bosan. Apa kuakhiri sa
Terlihat Rangga terbangun, dan berusaha untuk duduk. Joey mengambil pulennya dari saku kemejanya. Rangga terkejut melihat Hendrik sudah tak sadarkan diri dan jidatnya terluka mengeluarkan darah. Dalam masih posisi duduknya, Rangga menoleh. Baru saja menoleh, ujung pulpen sudah ada tepat di depan matanya. Ternyata Joey sedang jongkok di depannya. Dan sudah siap menusukkan pulpennya ke matanya Rangga. Rangga menelan salivanya. Lagi-lagi ia harus berada posisi yang sama seperti sebelumnya, Joey hanya terkekeh. "Aku sarankan kalau ingin menghajar orang harus pakai rencana," ucap Joey memberi saran. Rangga masih saja diam, Joey menghela nafasnya, "Meskipun kamu mempunyai rencana, tetap saja itu takkan ada apa-apanya untukku." Ingin sekali menonjok wajah Joey, tapi sayang tangannya terluka akibat tusukan garpu sebelumnya. Dan tangannya yang satu juga terkilir saat ia jatuh tadi. "Sepertinya kamu harus masuk kelas." ucap Joey. “BUGH!” Joey memukul ker
"Benar, dia penakut." jawab temannya. Joey memilih mengeluarkan dua botol minuman dinginnya dari kantong plastiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Melihat perlakuan Joey yang sibuk dan begitu santai dengan tasnya, tentu saja membuat dua preman itu tertawa. Joey hanya memutar bola. Ia melangkah maju mendekati dua preman itu yang masih menahan Angelica. Sambil melepaskan kacamatanya dan memasukkan ke saku kemejanya. Joey memegang salah satu lengan tangan milik preman. "Bisa lepaskan dia?" "Kau ingin mati ?" sahut preman itu sambil menepis tangan Joey. "JLEB!" "Arrghh!" Secara bersamaan berteriak. Salah satu bola mata preman tertusuk sebuah benda tajam. Joey yang menusuk bola matanya dengan pulpen miliknya. Karena sakit matanya tertusuk, lalu terjatuh duduk di tanah. Melihat temannya ditusuk secara tiba tiba itu, preman yang satunya tenju saja panik. Tak hanya preman itu, tapi Angelica juga terkejut bukan main melihat aksi J
Angelica pergi berlari dalam keadaan shock setelah melihat Joey menusuk bola mata salah satu preman dengan pulpen. Hingga saat ini pikiran Angelica masih terbayang-bayang aksi penyelamatannya oleh Joey yang tak biasa. Angelica pun menepis pikirannya, ia lebih baik fokus dengan pelajarannya. — Berita pembunuhan misterius mulai menyebar. Dari berbagai media membahas dua laki-laki yang disangka preman telah mati di jalan gang kecil dekat mini market. Kematian dua laki-laki itu sangat mengenaskan. Dalam berita di TV, segala media sosial membahas pembunuhan itu. Kasus dalam selidikan, tak ada sisa-sisa jejak sang pelaku pembunuhan itu. Angelica yang mendengarnya pun terkejut tak main, di dalam jalan gang kecil dekat minimarket. Bukankah tadi malam ia ada disana. Dan itu tentu saja membuat pikiran Angelica tertuju kepada Joey. Sedangkan Joey sendiri, ia terlihat santai saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Hari demi hari. Semua orang melakukan aktivitas
Joey mengerut dahinya, "Kemana?" "Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya. Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan. Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah. "Berdiri kamu!" Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan. "Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya. Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya
"Sstttt, jangan keras-keras." kata Angelica. Sarah memutar bola mata karena sifat Nita yang memang seperti itu. Sarah sendiri terkejut mendengar cerita Angelica, tapi ia masih bisa menjaga sikap sesuai keadaan sekitar. "Angelica, yang benar kamu, Joey berani menusuk mata preman itu ?" tanya Sarah berbisik. Angelica mengangguk-angguk cepat kepalanya. "Beneran, aku gak bohong." "Jadi berita pembunuhan 2 minggu lalu di gang dekat minimarket, apa Joey yang membunuhnya?" tebak Nita. Angelica menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku gak tau pasti, soalnya waktu itu aku lari ketakutan melihat apa yang dilakukan Joey. "Yang jelas, yang kutahu, Joey hanya menusuk bola mata preman itu dengan pulpennya." Nita memegang dagunya. "Kayaknya mustahil kalo Joey bisa membunuh. Secara dia kan culun dan penakut." Sarah mengangguk-angguk kepalanya, ia setuju dengan perkataan Nita. Sedangkan Angelica, ia masih bingung, ingin menepis pikirannya. Tapi mana sanggup,