“Hahaha... kayanya otongmu kalau dipotong lalu digoreng sepertinya enak. Tapi otong gorengnya yang makan sama kamu saja, kan ini otongmu sendiri. Pasti enak, kamu pasti jadi master chef." Rangga masih tak percaya, apa yang dikatakan oleh Joey. Sungguh gila.
Joey melepas kedua tangannya, Rangga mengatur nafasnya. Mulutnya tak nyaman sekali, karena masih ada sisa butiran-butiran pasir di dalam rongga mulutnya. Joey menatap dingin ke arah Rangga, Rangga yang ditatap Joey sedikit gemetaran.
Ia tak menyangka seorang Joey bisa menyiksa untuk membalas dendam. Joey terkekeh, "Hahaha... baru saja ditatap seperti itu sudah gemetaran." Rangga terdiam, ia tak berani menjawab.
"Kejadian ini jangan sampai diketahui oleh siapa pun, termasuk teman-teman gengmu dan terutama Rifky. Kamu mengerti ?" kata Joey dengan santainya dan bertanya. Namun Rangga terdiam.
Joey menghela nafasnya, "Kalau kamu diam, berarti kau mengejekku. Tapi terserah kalau kamu cerita, silahkan. Pasti tidak ada yang percaya dengan ceritamu."
Joey tersenyum polos, "Tapi besoknya, aku akan mencarimu dan membuatmu menjadi gorengan."
mengambil dompet yang ada di saku celana Rangga, ia mengambil semua isi, semua uangnya ia ambil.
Rangga terbelalak, "Jangan ambil semuanya," ucapnya, meski agak tak nyaman karena masih ada sisa pasir di rongga mulutnya.
"Berisik! BUK!” Joey menyuruhnya diam bersamaan menginjak mulut Rangga dengan Alas sepatunya.
Rangga merasakan sakit tak main yang ia rasakan. Joey mengambil semua uang dari dompet Rangga. Lalu ia melempar dompet itu ke wajah pemiliknya.
"Aku melakukan apa yang dulu kamu lakukan," ucap Joey.
Karena di ingatan sang pemilik tubuh, dulu uang Joey selalu dirampas paksa. Dan Rangga 'lah yang melakukannya. Joey melepaskan ikat pinggang yang mengikat kedua tangan Rangga.
"Ini milikku, kalau mau kedua tanganmu diikat lagi, pakailah ikat pinggangmu sendiri," Rangga hanya diam tak berdaya.
apa yang ia alami saat ini, ditambah sosok Joey yang benar-benar sangat jauh dari biasanya. Setelah selesai, Joey melepaskan kedua sarung tangannya dan menyimpannya. Karena akan ia buang nanti di tempat yang aman. Karena ia tidak mau sembarang meninggalkan bekasnya.
Joey pergi keluar dari toilet dengan wajahnya yang bisanya. Dan ia kembali memakai kacamatanya kembali. Dengan penampilan culunnya tidak akan ada yang mencurigai dirinya. Karena Joey sebelumnya memang sudah terkenal culun dan tak berani melawan, dan terkenal penakut.
---
Kelas telah selesai.
Rifky dan gengnya keluar dan pergi ke kantin. Mereka berempat sudah duduk di kursi, tapi mereka merasa ada yang kurang.
"Oh iya, Rangga kemana?" tanya Richard, salah satu anggota gengnya Rifky.
"Bukankah tadi dia ke toilet? Tapi kenapa lama sekali?" Hendrik yang juga bertanya.
Rifky tak mempermasalahkan itu, yang terpenting ia tetap fokus sebagai ketua gengnya yang ditakuti.
"Kamu kenapa?" tanya Hendrik kepada Rangga.
Sebelumnya, Rifky dan gengnya sedang menikmati makanannya di kantin. Hendrik yang ingin membuang hajatnya, ia segera pergi ke toilet. Saat masuk, betapa terkejutnya melihat Rangga yang sudah berantakan dan basah duduk di lantai tak berdaya. Bahkan Hendrik melihat sisa pasir di pakaian Rangga.
Hendrik membantu Rangga berdiri, dan memapahnya, "Aku diserang." jawab Rangga yang sudah berdiri setelah dibantu Hendrik, dan berdiri dengan punggungnya menyentuh dinding.
Hendrik mengerut dahinya, "Diserang? Diserang siapa?"
"Kamu pasti takkan percaya, siapa yang membuatku begini." jawab Rangga.
"Jadi, siapa yang membuatmu begini?" tanya Hendrik tegas.
"Joey," jawab Rangga serius.
"Joey?" sahut Hendrik.
Rangga menganggukkan kepalanya.
"Anak culun itu?" Hendrik memastikan, ia masih tak percaya, tapi Rangga mengangguk kepalanya lagi.
"Tidak mungkin," Hendrik mengelak.
Padahal kemarin ia sudah memastikan kalau Joey sudah babak belur. Ditambah, Joey tak berani melawan saat dibully atau balas dendam. Rangga pun menceritakan semua yang ia alami beberapa saat tadi.
Sungguh tak mudah dipercaya oleh Hendrik. Mendengar cerita Rangga, Hendrik semakin tak percaya. Bagaimana tidak? Joey yang terkenal culun bisa melakukan balas dendam.
“Tidak, yang benar saja.” Itulah isi pikiran Hendrik setelah mendengar cerita Rangga.
"Sudah kukatakan, kamu pasti takkan percaya." ucap Rangga.
menatap Rangga dengan serius, tak ada kebohongan di dalam matanya.
"Jika memang begitu, apa tidak kita balas saja dia?" Rangga terdiam, ia teringat ancaman Joey sebelumnya.
Memang menakutkan ancamannya, tapi mana mungkin, "Tapi terserah kalau kamu cerita, silahkan. Pasti tidak ada yang percaya dengan ceritamu."
"Tapi setelahnya, aku akan mencarimu dan kubuat kau menjadi gorengan." Itulah ancaman yang diberikan oleh Joey padanya.
Rangga sedikit terkekeh mengingatnya, “Dijadikan gorengan? Yang benar saja, mana mungkin ada manusia yang berani menggoreng manusia. Kecuali kalau dia psychopath."
"Ayo kita lakukan. Tapi, apa perlu kita ajak Rifky dan yang lainnya?" tanya Rangga.
"Tidak perlu, cukup kita berdua, pasti bisa membuat si culun itu tidak bisa melawan," jawab Hendrik.
"Baiklah." sahut Rangga tersenyum.
Rangga percaya, kalau membereskan si culun itu dengan berdua saja, pasti bisa. Secara Hendrik mengusai silat bersabuk hitam.
Jam Kampus telah selesai. Rifky dan gengnya telah keluar dari kelasnya. Rangga sudah muncul di hadapan Rifky dan lainnya. Rifky tak mempedulikan itu, hanya saja anak buah gengnya saja yang mempertanyakan Rangga. beberapa saat menghilang, Rangga hanya menjawab ada urusan. Rangga berasalan seperti itu, karena tak ingin membuatnya malu. Jika ia cerita pasti teman-teman gengnya menertawainya secara Rangga bisa kalah dikerjai oleh Joey yang terkenal culun di kampusnya. Hendrik hanya diam, tapi ia punya rencana, setelah pulang, ia akan menetap di kampus bersama Rangga. Dan mencari keberadaan Joey. Masalah Joey tidak kelihatan semenjak pagi, "Apa, kamu yakin si culun itu tadi ada di kampus?" tanya Hendrik. "Aku sangat yakin," jawab Rangga serius. Anehnya Joey tak kelihatan setelah menyiksa Rangga tadi di toilet. Rifky dan teman-teman gengnya pulang duluan. Hendrik dan Rangga tidak ikut dengan alasan ingin bertemu seorang gadis. Hari telah sudah sore,
"Aku jatuh kemarin." jawab Rangga. "Jatuh? Jatuh dimana?" sahut Richard mengejek. "Hmm, aku jatuh dari tangga kemarin." Rangga mengelak. Rifky hanya tersenyum mengejek, "Kamu jatuh dari tangga? Rangga jatuh tangga?" Hendrik yang di samping Rangga hanya bisa diam, meski ia juga bingung kenapa tangan Rangga bisa seperti itu. Walau sudah bertanya, pasti Rangga menjawabnya "Joey". Benarkah Joey? Laki-laki culun yang selalu ia bully. Tapi seharian kemarin ia tak melihat Joey. Namun yang membuat Hendrik curiga adalah kejiwaannya Rangga, entah ia waras atau tidak. Rangga sendiri meminta dirinya untuk merahasiakan apa yang dialaminya. Karena Rangga akan merasa malu karena kalah dari Joey. Namun Hendrik masih tak percaya jika tidak melihat dengan kedua matanya sendiri. ---- Sudah waktunya jam kuliah siang dimulai, semua mahasiswa dan mahasiswi masuk ke kelas sesuai jam kelas mereka masing-masing. Joey yang sudah berada di kelas dan duduk santai sendirian paling pojok belakang ruangan. K
Semua mahasiswa dan mahasiswi saling berbisik tentang perlakuan Joey yang langka, sungguh tak bisa dipercaya. Angelica yang dari tadi memperhatikan sikap Joey yang sangat berani, tidak seperti biasanya. Setahunya, meskipun culun, Joey selalu baik kepada siapa pun. Inilah yang Angelica suka. Tapi sekarang, sosok Joey yang sangat berbeda. Di mana Joey yang ia kenal sebagai laki-laki culun itu. "Semuanya harap diam!" suara lantang dari bapak dosen, semua mahasiswa dan mahasiswi di ruangan kembali diam. Setelah semuanya diam, bapak dosen kembali melalukan aktivitas mengajar. --- Malam Harinya. Terlihat seorang laki-laki tengah duduk sendirian di ruang tengah sambil menonton TV, ia tinggal sendiri di kontrakannya. Saat fokus menonton TV, tiba-tiba mulutnya dibekap sebuah kain. Tentu saja laki-laki itu panik, beberapa saat kemudian, kesadarannya memudar dan akhirnya pingsan. “SYUR!” Siraman air mengguyur dirinya. Tentu saja laki-laki berumur 2
Bapak dosennya tak menjawab. Sedikit gerak di wajahnya, ia akan merasakan sakit yang amat luar biasa. Mulut bapak dosen sekarang sudah terlepas dari lakban. Tapi, mulutnya menjadi melebar seperti senyuman, jelas ulah Joey. "Hahaha... mulut bapak mirip sekali dengan Joker, musuhnya batman. Dalam bahagia atau sedih, bapak akan selalu tersenyum," kata Joey. Bisa bayangkan sendiri, pipi kanan kirinya bapak dosen disayat. Seperti kata Joey barusan, seperti Joker. Darah segar tak berhenti mengalir dari luka bekas sayatan di pipi sang dosen. Bahkan setiap tetes anyir itu berceceran di lantai, dan berakhir membuat pakaian sang dosen bersimbah darah. Bapak dosennya hanya diam, dalam pikiran ingin sekali membalas perbuatan Joey. Joey yang melihat tatapan benci dari bapak dosennya, ia tertawa, "Hahaha... marah ya, wajah tampanmu jadi lebih jelek dari joker." Joey berhenti tertawa, ia menghela nafasnya. Lalu ia berdiri dari jongkoknya, "Aku jadi bosan. Apa kuakhiri sa
Terlihat Rangga terbangun, dan berusaha untuk duduk. Joey mengambil pulennya dari saku kemejanya. Rangga terkejut melihat Hendrik sudah tak sadarkan diri dan jidatnya terluka mengeluarkan darah. Dalam masih posisi duduknya, Rangga menoleh. Baru saja menoleh, ujung pulpen sudah ada tepat di depan matanya. Ternyata Joey sedang jongkok di depannya. Dan sudah siap menusukkan pulpennya ke matanya Rangga. Rangga menelan salivanya. Lagi-lagi ia harus berada posisi yang sama seperti sebelumnya, Joey hanya terkekeh. "Aku sarankan kalau ingin menghajar orang harus pakai rencana," ucap Joey memberi saran. Rangga masih saja diam, Joey menghela nafasnya, "Meskipun kamu mempunyai rencana, tetap saja itu takkan ada apa-apanya untukku." Ingin sekali menonjok wajah Joey, tapi sayang tangannya terluka akibat tusukan garpu sebelumnya. Dan tangannya yang satu juga terkilir saat ia jatuh tadi. "Sepertinya kamu harus masuk kelas." ucap Joey. “BUGH!” Joey memukul ker
"Benar, dia penakut." jawab temannya. Joey memilih mengeluarkan dua botol minuman dinginnya dari kantong plastiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Melihat perlakuan Joey yang sibuk dan begitu santai dengan tasnya, tentu saja membuat dua preman itu tertawa. Joey hanya memutar bola. Ia melangkah maju mendekati dua preman itu yang masih menahan Angelica. Sambil melepaskan kacamatanya dan memasukkan ke saku kemejanya. Joey memegang salah satu lengan tangan milik preman. "Bisa lepaskan dia?" "Kau ingin mati ?" sahut preman itu sambil menepis tangan Joey. "JLEB!" "Arrghh!" Secara bersamaan berteriak. Salah satu bola mata preman tertusuk sebuah benda tajam. Joey yang menusuk bola matanya dengan pulpen miliknya. Karena sakit matanya tertusuk, lalu terjatuh duduk di tanah. Melihat temannya ditusuk secara tiba tiba itu, preman yang satunya tenju saja panik. Tak hanya preman itu, tapi Angelica juga terkejut bukan main melihat aksi J
Angelica pergi berlari dalam keadaan shock setelah melihat Joey menusuk bola mata salah satu preman dengan pulpen. Hingga saat ini pikiran Angelica masih terbayang-bayang aksi penyelamatannya oleh Joey yang tak biasa. Angelica pun menepis pikirannya, ia lebih baik fokus dengan pelajarannya. — Berita pembunuhan misterius mulai menyebar. Dari berbagai media membahas dua laki-laki yang disangka preman telah mati di jalan gang kecil dekat mini market. Kematian dua laki-laki itu sangat mengenaskan. Dalam berita di TV, segala media sosial membahas pembunuhan itu. Kasus dalam selidikan, tak ada sisa-sisa jejak sang pelaku pembunuhan itu. Angelica yang mendengarnya pun terkejut tak main, di dalam jalan gang kecil dekat minimarket. Bukankah tadi malam ia ada disana. Dan itu tentu saja membuat pikiran Angelica tertuju kepada Joey. Sedangkan Joey sendiri, ia terlihat santai saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Hari demi hari. Semua orang melakukan aktivitas
Joey mengerut dahinya, "Kemana?" "Pokoknya, kamu ikut aku. Atau kubunuh sekarang juga !!" ancamnya. Joey memasang wajah takutnya. Ia pun menuruti perkataan orang itu. Mereka berjalan berdampingan, Joey dirangkul orang itu. Orang itu membawa Joey ke tempat sepi yang letaknya di belakang gedung perhotelan. Tempatnya sepi, cukup ada 10 pohon di tempat itu. Mungkin bisa dikatakan tempat itu adalah kebun milik orang yang tak terawat, buktinya banyak sekali semak-semak yang tumbuh. Setelah membawa Joey ke tempat itu. Orang itu mendorong tubuh Joey hingga jatuh ke tanah. "Berdiri kamu!" Joey berdiri, ia menundukan kepalanya tanpa memandang orang itu. Orang itu melangkah mendekati Joey, kini mereka berdua saling berhadapan. "Jangan memandangku dengan tatapan culunmu, apa kamu lupa posisimu? Sekarang serahkan semua uangmu atau kubunuh." kata orang itu sambil menodongkan pisaunya. Joey menurutinya membuka tasnya. Saat sedang sibuk mencari-cari isi tasnya