Share

Bab 167

Penulis: Emilia Sebastian
Setelah mendengar jawaban komandan Pasukan Bendera Hitam, Abista dan Kahar juga tidak bisa menghentikan mereka. Kedua orang ini hanya bisa melihat sekelompok orang menggotong Kahar dan Ranjana pergi.

Tidak lama kemudian, sekelompok orang ini tiba di tempat yang dimaksud.

Awalnya, Ayu masih tidak menganggap serius hal ini. Namun, ketika mereka mulai mendekati sebuah tempat, ekspresinya mulai berubah. Terutama ketika melihat semua orang berkumpul di sekitar sumur kering yang terbengkalai di belakang gudang penyimpanan kayu. Sekujur tubuhnya langsung gemetar.

Begitu Syakia dan yang lainnya tiba, Adika, Damar, dan orang lain yang berdiri di samping sumur juga menoleh.

“Apa yang kalian temukan?” tanya Syakia sambil melangkah mendekati Adika.

Kemudian, Syakia melihat bungkusan kertas minyak yang diambil dari dalam sumur. Isinya tidak lain adalah setengah ekor bebek goreng yang tersisa itu.

“Aku sudah suruh orang memeriksanya. Racun yang terkandung dalam bebek goreng ini sama dengan racun yan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 474

    Ekspresi Ayu pun membeku. Hanya ini? Panji tidak malu untuk menggunakan barang tidak berharga ini sebagai simbol pertunangan mereka? Apakah Keluarga Darsuki sudah begitu miskin sampai tidak mampu membeli barang bagus lainnya?Ayu menatap tusuk konde giok itu dengan mata yang dipenuhi rasa jijik.“Panji!”Ranjana yang juga mendengar ucapan Panji langsung murka. Dia tiba-tiba bangkit dan berseru, “Kamu mau ... uhuk, uhuk .... Ka ... kamu mau mati?”Siapa sangka, karena berdiri terlalu cepat, Ranjana hampir sesak napas. Dia pun terbatuk hingga wajahnya yang pucat langsung memerah. Ranjana menutup mulutnya sambil terbatuk, tetapi juga tidak lupa memelototi Panji dan menunjuknya sambil mengumpat, “Uhuk, uhuk, uhuk .... Jangan harap bajingan sepertimu bisa menodai Ayu! Per ... pergi sana!”“Ranjana, sebaiknya kamu rawat dirimu dengan baik. Aku dan Ayu bisa ambil keputusan sendiri dalam urusan kami. Kamu nggak usah ikut campur,” jawab Panji dengan kesal sambil menepis jari Ranjana yang menun

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 473

    Tidak lama kemudian, Panji pun mengetuk pintu dan berjalan masuk.“Ayu, kenapa kamu ada di tempat tinggal Ranjana?”Begitu melihat Panji, seluruh kehangatan di wajah Ranjana langsung sirna. Dia masih belum melupakan perbuatan berengsek Panji. Setelah mengakhiri perjanjian nikahnya dengan Syakia, Panji masih berharap untuk menikahi Ayu. Setelahnya, dia bahkan berniat untuk menikahi Ayu dan Syakia sekaligus tanpa melihat apakah dirinya layak atau tidak.Apa Panji mengira Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan adalah taman bermain pribadinya? Dia masih berharap untuk menikmati kebahagiaan dari memiliki banyak wanita?Ranjana menjawab tanpa ekspresi, “Ayu itu adikku. Memangnya ada masalah kalau dia datang ke tempat tinggal kakaknya?”“Emm ... tentu saja nggak ada masalah.”Panji juga hanya sekadar berbasa-basi, kenapa suasana hati Ranjana hari ini sepertinya kurang bagus?Panji memang sudah mengintrospeksi diri, tetapi hal yang direnungkannya hanya sedikit. Dia tahu bahwa ucapannya terhadap

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 472

    “Kak Ranjana, semua bibit dan benih obat herbal yang kubeli sudah sampai. Para pekerja dan ladang obatnya juga sudah dipersiapkan. Apa lagi yang kita tunggu? Gimana kalau kita mulai tanam sekarang?”Di area tempat tinggal Ranjana, Ayu membolak-balik buku keuangan dengan kesal untuk sejenak, lalu langsung bertanya pada Ranjana karena kesabarannya sudah habis.“Wanita ja ... Kak Syakia sudah tanam obat-obat herbalnya sebulan lebih cepat dari kita. Kalau kita tunggu lagi, aku takut kita nggak bisa menyusulnya.”“Ayu sabar dulu.”Ranjana juga sedang membolak-balik sebuah buku. Namun, yang ada di tangannya bukanlah buku keuangan. Setelah melihat saksama isinya, itu adalah buku catatan mengenai budi daya obat herbal. Jika Syakia berada di sini, dia pasti akan menemukan bahwa tulisan di buku catatan itu sangat familier.“Cara budi daya obat herbal dalam catatan yang diberikan Ayah ini tertulis dengan sangat rinci. Selama kita bisa membudidayakan obat herbal sesuai cara yang tertulis, kita pas

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 471

    “Jangankan putri suci, bahkan Yang Mulia Kaisar juga harus menghormati seniornya. Kalau dia berani memukulku, lihat saja apa orang-orang akan mencemoohnya atau nggak!” ujar Ike.“Brak!”Joko langsung menggebrak meja.“Nggak usah pakai statusmu sebagai senior untuk menggertak orang lain! Meski Syakia nggak berani, kamu rasa orang lain di sisinya nggak berani? Kesampingkan dulu Pangeran Adika, bahkan Master Shanti juga berani menampar kakakmu! Kamu rasa dia nggak berani menamparmu?” Setelah mendengar ucapan itu, Ike langsung terdiam. Kemudian, dia baru bergumam, “Memangnya seorang biksuni bisa apa? Waktu itu, kakakku nggak balas tamparannya cuma karena dia nggak mau pukul perempuan. Kalau nggak, kakakku pasti sudah kasih dia pelajaran. Dia mau kasih aku pelajaran? Cih!”Joko mengulurkan tangan untuk menutup buku catur itu, lalu melemparnya ke meja dan berkata dengan ekspresi datar, “Berhubung pendirianmu begitu kuat, buat apa kamu dengar kata-kataku? Cari saja kakakmu sana.”Ike menoleh

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 470

    Panji masih ingin berlagak bodoh. Namun, dia malah berulang kali dipaksa untuk menerima kenyataan.“Syakia, kamu ....”“Plak!”Baru saja Panji berbicara, Syakia yang berdiri di depannya sudah langsung menamparnya lagi.“Memangnya kamu boleh asal menyebut namaku?” Syakia berkata dengan dingin, “Ulangi lagi.”Panji langsung menggertakkan giginya lagi. Saat merasakan rasa perih di pipinya, dia menggigit bibirnya dengan kuat, lalu baru mengganti panggilannya.“Putri Suci, ada sebuah pertanyaan yang mau kutanya. Bisa nggak kamu menjawabnya dengan jujur?”“Kamu boleh bertanya atau langsung pergi. Pilih saja sendiri.”Syakia hanya tersenyum tipis, tetapi ekspresinya sama sekali tidak terlihat bersahabat.Panji tidak bisa menahan diri. Dia mendongak untuk melirik Syakia, lalu bertanya secara pelan, “Kamu ... sangat membenciku?”Syakia merasa sangat bingung dan dibuat tidak bisa berkata-kata. Dia mengira Panji mengejarnya sampai begitu jauh dan menghentikannya karena ingin menanyakan sesuatu ya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 469

    Ekspresi Syakia yang duduk di dalam kereta kuda sudah sangat suram. Sementara itu, Eira yang duduk di luar juga tidak tahan lagi. Apa daya, kereta kuda dan kuda dilarang melaju dengan kencang dalam ibu kota. Jadi, mereka tidak dapat melepaskan diri dari pengejaran Panji.Syakia dan Eira bukan hanya tidak dapat melepaskan diri dari pengejaran Panji. Ketika sudah hampir keluar dari ibu kota, Panji juga menunggangi kudanya untuk menyalip mereka dan mengadang di depan kereta kuda untuk memaksa mereka berhenti.“Berhenti!”Kereta kuda pun berhenti dengan mendadak. Syakia yang duduk di dalam nyaris membentur sisi dinding kereta kuda.“Putri Suci, orang itu mengadang di depan kita. Gimana ini?” tanya Eira sambil menoleh ke arah Syakia.Syakia bangkit dan keluar dari kereta kuda dengan tampang suram. Berhubung Panji bersikeras ingin berbicara dengannya, dia akan berbicara sampai tuntas dengan Panji hari ini.Melihat Syakia yang turun dari kereta kuda, mata Panji langsung berbinar. Dia juga tur

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status