Empat jam kemudian, kereta kuda akhirnya tiba di ibu kota. Kebetulan, langit juga sudah gelap.Malam ini, tidak ada jam malam di ibu kota. Begitu rombongan Syakia memasuki ibu kota, mereka langsung disambut oleh pemandangan di mana setiap sudut rumah diterangi oleh cahaya.Sejak masuk ke kota, setiap jalan dipenuhi dengan lampion dan dekorasi warna-warni. Pohon-pohon juga dihiasi dengan cahaya gemerlapan sehingga suasananya terasa sangat meriah.Setelah tiba di jalan utama di mana festival lampion diadakan, terlihat aneka lampion warna-warni yang indah. Ada hiburan seperti menikmati lampion, menebak teka-teki lampion, pertunjukan barongsai, dan hiburan lainnya.Begitu melihat semua ini, Eira tidak berhenti berdecak kagum sepanjang jalan. Setelah hampir tiba di lokasi, kereta kuda pun dilarang melaju di jalan. Jadi, Syakia dan yang lain langsung turun dari kereta kuda dan berbaur dengan kerumunan.“Nih.”Pada saat ini, Adika tiba-tiba melemparkan sebuah kantong uang ke tangan Eira. “Ada
Adika sudah terbiasa melakukan perjalanan seperti ini. Sebaliknya, dia baru akan merasa tidak terbiasa apabila tidak bertemu dengan Syakia terlalu lama.Kali ini, Adika datang menjemput Syakia secara pribadi. Syakia tetap duduk di kereta kuda seperti biasa, sedangkan dirinya menunggangi kuda.Ketika datang, Adika melajukan kudanya sangat cepat. Sekarang, dia mengendalikan kudanya untuk melaju di samping kereta kuda dengan kecepatan yang tidak terlalu cepat maupun lambat. Ketika melirik ke samping, melalui tirai yang tersingkap oleh angin sepoi-sepoi sesekali, Adika bisa melihat Syakia dan Eira yang mengobrol dengan gembira di dalam kereta kuda.Adika melirik wajah Syakia, lalu tiba-tiba berkata, “Di dalam kereta kuda ada tungku penghangat tangan. Keluarkan saja tungku itu untuk hangatkan tanganmu. Jangan sampai masuk angin.”Setelah mendengar ucapan itu, Syakia mencarinya dan hampir langsung menemukan tungku penghangat tangan yang dimaksud Adika. Tungku itu bukan hanya ada satu, melai
Tahun ini, orang-orang di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan sudah ditakdirkan tidak bisa hidup dengan tenang. Namun, Syakia malah hidup dengan nyaman tahun ini.“Besok, kamu mau turun gunung untuk nikmati festival lampion?” tanya Adika dengan tiba-tiba pada hari ini.“Festival lampion?” Syakia tertegun sejenak. “Festival lampion apa?”“Besok itu malam Tahun Baru. Seperti tahun-tahun sebelumnya, akan diadakan festival lampion di ibu kota.”Setelah mendengar ucapan Adika, Syakia baru tersadar bahwa ternyata setengah tahun telah berlalu sejak dia meminta Kaisar mengizinkannya menjadi biksuni. Tak disangka, malam Tahun Baru sudah dekat.Setelah malam Tahun Baru, mereka akan menyambut tahun yang baru lagi.Syakia mengembuskan hawa hangat, lalu menggosok-gosok tangan kecilnya yang agak beku dan menjawab sambil tersenyum, “Boleh saja. Tapi, aku harus minta izin sama Guru dulu.”Tatapan Adika tertuju pada tangan kecil Syakia yang agak beku itu untuk sejenak.Setelah melakukan segala sesuatu
Ayu masih berpura-pura polos.Setelah mendengar ucapan Ayu, Ranjana menatap Ayu dan bertatapan dengannya untuk sesaat.Ayu pun tertegun dan entah kenapa merasa agak ragu karena ditatap oleh Ranjana. Untuk apa Ranjana menatapnya? Tunggu, apa Ranjana sudah menyadari sesuatu?Ayu tanpa sadar merasa tegang dan menelan ludah.Namun, Ranjana malah tersenyum penuh arti. “Ayu, sebenarnya kamu nggak perlu takut. Kakak tahu semuanya. Jadi, kamu nggak usah bersandiwara di hadapan Kakak. Tunjukkan saja sifat aslimu.”Ayu pun terdiam. Tunggu, apa yang Ranjana ketahui?Kali ini, senyum di wajah Ayu terlihat jauh lebih dipaksakan dari senyuman Ranjana sebelumnya. Untungnya, setelah menatap Ayu sejenak, Ranjana menggeleng lagi. “Ya sudahlah. Kalau kamu mau bersandiwara, terserah kamu. Kakak nggak keberatan.”Ayu benar-benar tidak ingin melanjutkan topik ini. Dia pun mengganti topik pembicaraan dan berkata, “Oh iya. Kak Ranjana, apa kamu masih menyimpan bunga yang kuberikan padamu sebelumnya?”Ranjana
Di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan.“Kak Ranjana, gimana perasaanmu hari ini?”Ayu datang lagi untuk menjenguk Ranjana. Dia duduk di sisi ranjang Ranjana dan bertanya dengan suara yang lembut dan ekspresi penuh khawatir.Di atas ranjang, wajah Ranjana terlihat pucat pasi dan keadaan mentalnya sangat buruk. Namun, begitu melihat kedatangan Ayu, dia tetap memaksakan seulas senyum.“Keadaanku hari ini sepertinya sudah sedikit lebih baik dari kemarin. Ini semua berkat obat Ayu. Kalau nggak, aku mungkin sudah mati.”“Kak Ranjana jangan ngomong begitu. Kakak itu orang baik dan pasti diberkahi. Kakak tentu saja nggak akan kenapa-napa. Sebaliknya, kalau obatku bisa lebih baik lagi, Kak Ranjana nggak mungkin berubah menjadi seperti sekarang. Ini semua salahku ....”Ayu menunduk dan segera menunjukkan ekspresi bersalah.Ranjana mana mungkin menyalahkan Ayu. “Nggak, ini bukan salahmu. Lagian, justru berkat obatmu itu, aku baru selamat. Sudah bagus aku masih bisa lanjut hidup.”Ranjana memaksa
Jika benar-benar ada orang yang datang menguji, orang itu pasti adalah bawahan Ayu. Jika tidak ada yang datang, kemungkinan besar itu adalah bantuan yang diminta Damar dari luar. Dinilai dari situasi semalam, itu juga hanyalah orang yang melindungi Ayu seorang.Syakia memicingkan matanya. Dia menyuruh Hala untuk lebih waspada, juga mengubur beberapa barang di sekitar Kuil Bulani. Namun, entah karena Syakia yang berpikir kejauhan atau bukan, setelah beberapa hari berlalu, masih belum ada pergerakan lain dari Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan. Apa itu benar-benar adalah bantuan yang diminta Damar dari luar?Hal ini masih belum diketahui kejelasannya. Hanya saja, setelah Hala pergi ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan untuk yang kedua kalinya, Ranjana lagi-lagi jatuh dalam keadaan kritis.Kali ini, setelah memeriksa keadaan Ranjana, semua tabib, termasuk tabib istana mengatakan bahwa mereka tidak berdaya. Bahkan ada orang yang menyuruh Damar untuk mulai mempersiapkan upacara pemakama