Share

5. Melawan Pelakor

"LINAR! AKU BILANG AYO PULANG!" bentak Dean menarik tangan istrinya, memaksa.

Linar mengaitkan kakinya pada kaki meja mencoba menahan tarikannya. Dean menoleh mencari tahu apa yang membuat tubuh Linar tertahan. 

Linar mendongak dengan berani "Kamu membentak aku di depan jalang simpananmu, Mas? Jadi, kamu baru aja membuatku malu dan membuat dia tersenyum meremehkanku, begitu?" ucap Linar jengah.

Linar menyela balasannya dengan memberikan kode untuk berhenti tanpa kata dan menjulurkan kepalaku ke arah Dera.

"Selamat, Dera! Kamu udah sukses menabung banyak dosa, karena udah berzinah, dan menghancurkan rumah tangga orang. Aku berdoa kamu akan mendapatkan karmanya atau pada keluargamu juga bisa aja sih terjadi!" ucap Linar terkekeh di ujung kalimat dengan air mata yang berlinang di pelupuk mata.

"Kamu sudah selesai? Ayo kita pulang!" kali ini Dean terdengar begitu jengah dan emosional. Mungkin tersinggung mendengar istri sah mendoakan jalangnya, begitu pula dengan Linar yang tersakiti bak kembali tertusuk hingga ke ulu hati. 

Sakit!

Dengan kesakitannya, Linar mendapat kekuatan yang sempat lari entah ke mana. Linar menghentakkan tangannya sembari menahan laju mereka.

"Sakit!" Linar mengadu jujur, melihat genggaman yang berubah jadi cengkraman menyakiti tangannya terasa seperti akan dipatahkan.

Dean hanya meregangkan sedikit, tapi tetap menari tangannya menuju pintu keluar, dan Linar merasa belum puas, bahkan tambah kesal karena diabaikan.

Dengan kesal Linar mencakar tangan Dean menancapkan kuku semampunya bermaksud menyakiti dan berhasil membuatnya berhenti dan menoleh dengan wajah yang memerah penuh amarah. 

"Lepas!" desis Linar.

Dean melihat ke arah tangan Linar yang ditariknya telah memerah maka ia merenggangkan cengkeramannya, dan di situlah Linar menampar pipi kirinya yang tengah menunduk membuat jangkauannya lebih mudah. Linar sudah mengerahkan sisa tenaga Linar karena memakai tangan kiri yang lebih lemah dari tangan kanannya.

Dean terperanjat menatap lawan bicaranya bertanya, bola matanya menampilkan tatapan tak percaya, tentu saja. Selama mereka saling kenal hingga menikah. Tak pernah ada dari keduanya serangan fisik yang menyakiti.

"Lepas, brengsek!" desis Linar melotot.

Dean melepaskan dengan sorot mata kalah, seolah jadi pecundang di medan perang. Atau ia masih terkejut atas makian yang dilontarkan oleh istrinya. 

Linar bergerak mundur, mencoba menormalkan tarikan nafas yang sempat memburu. Secara halus Linar mundur mendekati Dera karena tak rela pergi tanpa gertakan atau pembalasan, bukan? 

Dari tempat Linar berdiri, ia menatap dalam mereka yang bereaksi hampir sama, membuang wajah ke samping dengan raut wajah jengah dan emosi tertahan.

Linar menyeringai sinis, dan Linar berbalik, hanya butuh tiga langkah dan Linar menampar dengan tangan kanan yang lebih kuat menampar. 

Plak!

Tarikan bibir Linar diangkat lebih tinggi. Mengejek dan menakuti semampunya sambil melotot. "Apa jalang?" 

"Sialan!" 

Dengan sigap Linar mundur dengan langkah yang besar, sudah menebak reaksinya mengingat cara bicaranya yang merendahkan dan ia bersyukur mengingat adegan penting dalam film bisa Linar praktekkan. 

Wajah Dera merah padam karena kesal harus menggampar angin dengan amarah yang meluap dan terkejut menjadikan dia lebih sembrono.

"Heh! harusnya lo sadar diri kenapa kau diselingkuhi oleh suami lo, kenapa dia lebih memilih mendatangiku daripada lo istrinya sendiri, dan semua orang juga tahu kalau gue lebih terpandang, cantik, jadi lebih pantas jadi istri Dean Sandhoro. Lo paham sekarang?!" jeritnya berisik.

Deg! 

Sesekali Linar melirik ke arah Dean yang terlihat sibuk dengan emosinya, ia bertolak pinggang dan sesekali menunduk dan melihat ke atas marah, sedangkan Dera masih emosional dan Linar tetap siaga dari ingatannya di beberapa film drama perselingkuhan rumah tangga, seorang pelakor yang sedang terpojok seperti ini akan berbalik melawan tanpa tahu malu.

Linar mengangguk sekali, ia mengangkat satu alis memandang Dera meragukan.

"Dean sudah nggak butuh kamu, jadi harusnya kamu sadar diri dan mundur sebelum di usir, paham!"

"Diam lah, Dera!" 

"Dean!" sentak Dera merajuk. 

"Aku bilang. DIAM!" 

Deg … Deg ... Deg! 

Degup jantung Linar berdetak cepat, ia terkesiap karena nada tinggi Dean bergema ke seluruh ruangan. Namun ia menolak dikendalikan.

"Apa lagi?" tanya Linar rendah, tapi sukses dapat perhatian mereka berdua.

"Apa lagi menurut kamu yang membuat suamiku tega menduakan aku, sampai dia mengkhianati ikrar yang di ucapkan padaku di hadapan Tuhan dan keluarganya sendiri, sampai dia mau menghinakan dirinya sendiri. Hah?"

"JELASIN SAMA AKU!! KENAPA? DAN APA YANG KALIAN TERTAWAKAN TENTANGKU, HAH, APA?!" tambah Linar menjerit.

"LINAR!" penggal Dean berteriak. 

Bibir Linar bergetar menahan isak tangis, bulir demi bulir air mata berlinang di pipi. Kedua tangan Linar yang panas karena habis menampar tambah panas, dengan deru napas yang memburu, terlebih bentakan Dean yang menggelegar membuat orang-orang terkejut, dan Linar menyadari telah begitu emosional.

Dean berdiri tepat di depan Linar menghalangi sosok Dera yang terkejut pasif di belakangnya, ia meremas bahu istri sahnya tanpa menyakiti.

"Maaf!"

Deg ... Deg .. deg ... 

Linar membuka mulutnya jengah, napasnya  masih memburu. Hingga terasa tak kuat lagi, ia mendongak menahan air mata yang menggumpal di lensa matanya hingga menghalangi penglihatannya dan tak sudi menunjukkan air matanya pada mereka.

Linar menggeleng kalah. Ini pertama kalinya Linar mendengar Dean meminta maaf menyesal dengan gestur tubuh kalah.

"Ayo!" Dean menarik tangan Linar pelan ke arah nakas TV mengambil barang miliknya dan Linar memandang wajahnya yang datar, namun masih memerah, lalu menoleh pada Dera yang menatap mereka nyalang.

Wajah dan bola matanya pun sama memerah, menahan kuat isak tangis dan teriakan yang  diyakini akan ia lepaskan setelah mereka keluar.

Dari pancaran matanya ada kemarahan dan api cemburu. Linar menyeringai kecil saat Dera fokus menatap tangan Linar yang ditarik tegas namun tak menyakiti, kami pun meninggalkannya, keluar dari kamar hotel sendirian.

Sesaat mereka keluar dari pintu hotel, Linar menarik tangannya di genggamannya setengah tenaga yang tak digubris oleh Dean.

Bibirnya tersenyum masam, amarah itu masih membara. Linar menghentakkan tangannya kasar namun, Dean masih tak bergeming, mengabaikan rajukan Linar sepenuhnya.

"Hah!" dengus Linar menghela kasar.

Dean menoleh di balik bahunya, Linar menatapnya lurus "Lepas!" 

Dean menatap lawan bicaranya kesal tahu arti tekad pada mata Linar.

"Sakit, Mas! Aku bukan anak kecil yang bisa kamu tarik-tarik begini!" 

"Ok! Tapi tolong kamu ikut aku tanpa perlu merajuk, jangan sampai kita jadi pusat perhatian orang di sini!" 

"Oh ya, tentu. Bakalan sangat memalukan kalau sampai banyak orang yang akhirnya tahu kalau kamu berani berselingkuh, merendahkan martabat kamu sendiri dan keluarga besar kamu, image kamu pasti langsung anjlok, 'kan? Kalau fakta ini sampai viral?!" 

Sontak mata Dean menggelap, "Apa maksud kamu?" 

"Bukan apa-apa, aku butuh waktu sendiri. Jadi tolong lepasin tangan aku!" seru Linar merendah, karena ada orang lain yang sedang melintasi kami.

"Mau ke mana, kamu?"

"Ke mana aja asal jauh dari kamu!"

Cengkraman Dean menguat, spontan Linar mengaduh sakit, karena ia menarik tangan Linar menjauhi lift. Dia membuka sebuah pintu tangga darurat dan menghempaskan Linar ke dinding disertai suara berdebum pintu yang ditutup tepat di samping telinga.

"Aku nggak suka cara kamu menatap aku dengan penuh penentangan kayak gini, ya! Kamu itu istri aku. Aku tahu aku salah, tapi kita bisa selesaikan baik-baik! Bukannya kamu langsung menentang semua omongan aku. Paham!"

Linar mengangguk kecil menanggapinya, dan tersenyum masam, lalu mendongak menatapnya. "Ada alasannya, 'kan? Dan aku yakin kalau kamu ada di posisi aku sekarang, pasti kamu bakal melakukan hal yang sama. Menunjukkan ketegaran hati yang di buat-buat, asalkan aku bisa melampiaskan kekesalan aku sekaligus dapat jawaban dari perlakuan kamu kenapa ... kamu-" Linar menahan isak tangisnya atau suara sumbangnya akan semakin terdengar pilu. 

Linar menunduk sembari menghela napas, "Kenapa kamu sampai hati menduakan aku, Mas? Di saat kamu yang meminta aku untuk jadi istri yang baik, dan kamu tuntut aku untuk menuruti semuanya, saat itu juga kamu nyakitin aku, sekian hebatnya! Kenapa, Mas? Jawab!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status