Share

Pembalasan Ibu Tiri
Pembalasan Ibu Tiri
Author: Ombak Lautan

Sherly

"Sherly, Dion, papa mau bicara sebentar," James, berbicara ketika makan malam hampir usai.

Serly meletakan sendoknya, karena itu suapan terakhirnya. sebagai seorang remaja, Sherly mulai memperhatikan penampilannya, meskipun ditentang oleh sang ayah.

"Tumben ada apa, Pa?" Sherly menyahut dengan malas.

"Hmmm, papa mau menikahi Tante Rima. Kalian sudah mengenalnya, kan? Bagaimana menurut kalian!" James meminta pendapat anak-anaknya.

Sherly langsung menggebrak meja dan berdiri dari kursinya. Matanya menyipit dan bibirnya dia kerucutkan, tangannya mengepal erat. Sejak dulu, Gadis cantik berwajah oval itu, selalu menolak wanita yang dekat dengan ayahnya. Dia ingin, ibunya yang telah pergi tetap abadi di dalam hati ayahnya, dia dan adiknya. Meskipun Sherly tahu, ibunya telah bahagia bersama keluarga barunya.

"Papa menghianati mama!" teriak gadis bermata coklat itu.

Hati James berdenyut, ketika anaknya mengatakan jika dirinya berkhianat. Sherly adalah saksi dari perselingkuhan ibunya, dan karena dirinyalah James mengetahui jika istri yang dia cintai tidak setia. Bermain api, ketika dirinya sedang berada di luar kota.

"Nak, tolong dengarkan papa dulu. Kalian masih butuh penjagaan, sedangkan papa tidak bisa memberikan hal itu. Papa tidak bisa fokus mengurus kalian, jika sambil bekerja." James mencoba memberi pengertian pada putri sulungnya.

"Di rumah ada Bik Irah!" bantah Sherly, dengan suara makin meninggi.

James menghembuskan napas beratnya berkali-kali, menahan emosinya agar tidak meledak dan bisa menambah luka anaknya. Sedangkan, Dion yang masih berusia delapan tahun, hanya diam memperhatikan papa dan kakaknya bertengkar dan beradu argumen. Tidak ada yang mengalah dari dua orang yang mempertahankan keinginan mereka.

"Dion, kamu suka dengan Tante Rima?" James beralih ke putranya dan bertanya dengan serius.

Dion mengangguk dan mengatakan jika dia suka sekali dengan -Tante Rima-guru lesnya. Rima yang selalu mengajaknya bermain dan mengajarinya ketika dalam keadaan sulit dalam menjawab pekerjaan rumah dari sekolah. Dion benar-benar antusias dengan berita yang disampaikan ayahnya, tapi berubah ketika dia memandang ke arah kakaknya.

"Papa harap, kamu mau menerimanya seperti Dion!" James berlalu dari hadapan kedua anaknya, dan mendapatkan suara kebencian dari putrinya. "Bik, tolong di bereskan, ya!" James berteriak ketika hendak naik tangga menuju ke kamarnya.

Bukan tanpa alasan, James mau menikah lagi. Dia berpikir, jika Sherly membutuhkan sosok ibu. Gadis kecilnya mulai beranjak remaja, sehingga ada hal-hal yang tidak pantas ditanyakan padanya atau mungkin Sherly yang malu bertanya pada dirinya. Tanpa diduga, justru penolakan keras di tunjukan oleh sang putri.

James frustasi akhir-akhir ini, saat harus menghadapai kelabilan putrinya. Jika James, memulai pembicaraan serius. Sherly akan menghindarinya, tapi diajak bercanda pun anaknya itu enggan menanggapi.

Semenjak Fiona--istrinya-- pergi, James kesulitan mengatur anak-anaknya. Ada saja tingkah mereka yang membuat dirinya marah dan emosinya meningkat. Demi janjinya, James harus bersabar dan tidak akan marah pada buah hatinya yang paling berharga.

Ketika, amarah james memuncak. Ponselnya berdering, dan tertera nama cinta pertamanya. Seakan-akan tahu, jika James sedang membutuhkan seorang teman.

[Halo, Nak. Gimana kabar cucu-cucu ibu?]

Suara di seberang sana sangat dirindukan, James ingin sekali memeluk dan tidur di pangkuannya.

[Iya, Bu. Alhamdulillah, mereka sehat-sehat. Ibu gimana kabarnya, jangan lupa vitaminnya diminum!]

Di ujung telepon, wanita yang tetap cantik di usianya yang senja, tersenyum. Dia menutup mulutnya dengan tangan kiri. Wanita itu merasa terharu juga geli. Anak yang dulu dia marahi setiap hari, kini sudah dewasa dan selalu mengingatkannya.

[Kamu, juga ya, Nak. Oya, apa Sherly setuju jika kamu menikahi wanita lain?]

[Tidak, Bu. Dia menolak dengan tegas! Aku bingung harus bagaimana menghadapinya,]

James benar-benar telah kalah dengan keadaan. Dia hampir menyerah, tidak tau harus bersikap bagaimana dengan putrinya. Di ujung telepon, ibunya hanya menguatkan dengan kata-kata, tanpa bisa memeluk.

James mengakhiri panggilan dari ibunya, setelah Bik Irah mengatakan ada seseorang yang menunggu di ruang tamu. James hanya di beri pesan oleh ibunya, agar lebih bisa memperhatikan anak perempuannya.

"Hai, Rim!" sapa James.

"Hai, Pak James!"

James duduk di depan Rima yang sedang membaca buku. Wanita di depannya terlihat sangat sederhana, bahkan terkesan biasa saja. Berbanding terbalik dengan James yang selalu terlihat rapi di setiap keadaan. Rima adalah guru privat kedua anaknya, selama dia mengajar nilai anak-anaknya menjadi bagus. Selain itu, Rima adalah karyawan di perusahaan milik James. Pertemuan mereka tidak sengaja, Rima saat itu menelepon James perihal iklan yang di bacanya di sebuah koran nasional. James membutuhkan seorang guru untuk mengajari kedua anaknya yang nilainya anjlok semenjak ditinggal ibunya dan Rima membutuhkan uang untuk merawat ibunya.

"Rima, ada yang mau saya bicarakan," ucap James serius.

"Apa bapak ingin memberhentikan saya sebagai guru privat?" Rima menaruh buku yang di pegangnya dan menatap James lekat.

"Tidak, sebenarnya sa--saya mau ...." James ragu mengutarakan niatnya, karena dia tau jika, Rima masih ingin merawat ibunya yang sedang sakit dan tidak memikirkan untuk menikah secepatnya.

"Assalamu'alaikum, Tante," pekik Doin dan anak itu langsung duduk di samping Rima, merangkul tangan gurunya dengan manja.

Rima membalas dengan mengacak-acak rambut Dion dan mereka pun tertawa karena melihat Dion cemberut.

"Aku bukan anak kecil, Tante!" rajuknya. Sejak awal pertemuan, James meminta anak-anaknya untuk memanggil tante pada Rima. "Kata Papa, Tante Rima akan menjadi mama Dion. Rasanya, din udah gak sabar!" sambung Dion dengan sebuah pertanyaan yang membuat Rima terkejut.

Rima menatap James dengan tatapan penuh selidik, dan lelaki yang di tatapnya itu berlutut. Mata Rima membulat sempurna, mulutnya menganga tidak percaya.

"Pak James!" ucap Rima lirih.

James merogoh saku bajunya, dan mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah berbentuk hati. Lalu, membukanya dan memperlihatkan cincin yang sederhana nan elegan.

"Will you marry me?" tanya James.

Rima berdiri dan menatap tajam ke arah lelaki di depannya.

"Pak, bercanda anda sudah kelewatan!" Rima mengambil tasnya yang ada di meja, dan berlalu.

"Tante!" teriak Dion, lalu mendekati wanita muda berparas cantik di depannya. "Tante mau jadi mama Dion, ya? Dion akan menurut sama tante," tambah Dion dengan menatap mata Rima lekat.

Rima jongkok, dan menatap manik hitam legam milik murid kesayangannya. Dia pun mengatakan jika dirinya bukan wanita yang pantas untuk mereka dan tidak mungkin bisa menjadi ibu dari Dion. Anak lelaki itu diam namun, air matanya tidak dapat dicegah. Mengalir deras bak air terjun, yang sangat indah namun, menyakitkan bagi Rima.

James mendekat ke Rima dan ikutan jongkok di sebelah gadis manis pencuri hatinya.

"Dion sabar, ya. Papa akan meminta pada Tante Rima untuk menjadi mama kamu, banyak-banyak berdoa agar di kabulkan Tuhan dan Tante Rima tidak menolak." James berkata lembut pada anaknya, lalu melirik gadis di sebelahnya yang diam terpaku.

"Berani menikah dengan papaku, maka tamat riwayatmu!" Tiba-tiba, Sherly datang dan mengancam Rima dengan menunjukkan pisau di tangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status