Share

Penghalang

Author: Ombak Lautan
last update Last Updated: 2022-03-22 22:41:48

Semua mata menuju ke Sherly, Rima terduduk karena terkejut dengan apa yang di lakukan oleh anak didiknya. James mendekati Sherly dan meminta pisau yang dipegang oleh anak gadisnya itu.

"Aku sudah bilang! Jangan pernah menggantikan posisi mama dengan wanita lain!" teriak Sherly frustasi.

Rima berdiri, kemudian menetralkan keterkejutannya. Dengan lirih, dia meminta Dion untuk masuk ke dalam kamar dan berpesan untuk tidak mengintip apapun yang terjadi. Rima menatap manik coklat milik Sherly dengan lekat tanpa berkedip, seakan menghipnotis gadis di depannya.

Sherly menjatuhkan pisau yang ada di tangannya dan menunduk. Dia tidak berdaya dengan tatapan Rima yang tajam namun, terlihat meneduhkan. Dia pun menginginkan Rima sebagai ibunya, tapi rasa gengsi dan benci lebih besar dari apapun. Juga, karena masa lalu yang sebenarnya membuat dirinya trauma, hanya saja dia mampu menutupinya dengan kenakalan. Sherly menganggap semua wanita yang dekat dengan ayahnya akan meninggalkan dirinya dan Dion setelah bosan, sama seperti ibunya.

"Tidak akan ada yang menggantikan mama kamu, meskipun papa kamu menikah lagi. Papamu dan kamu butuh pendamping dan teman, jadi kamu harus berpikir ulang. Jangan karena masa lalu, kamu melukai semua orang, termasuk diri sendiri. Saya tidak akan menikah dengan papamu, tapi nasehat ini untuk kamu ingat baik-baik!" tegas Rima berkata.

Tanpa menunggu jawaban dari siapapun, Rima melangkah pergi dan kemudian berbalik menuju ke depan ayah dan anak yang sedang saling tatap.

"Papamu berjuang demi kamu, sudah sepatutnya kamu berbakti dengannya dan jangan sering-sering membantah ucapannya." Mata Rima memanas ketika mengatakan hal itu. "Hari ini terakhir saya mengajar, dan besok saya akan risegn dari kantor!" tambah Rima kepada James.

James mengatakan pada Sherly untuk pergi ke kamar dan merenungkan apa yang sudah terjadi, kemudian dia mengejar Rima yang sudah keluar dari pintu depan.

"Rima, tunggu!" panggil James. "Rima, saya tidak bercanda dan saya sangat serius ingin menikah dengan kamu," tambah James, ketika mampu mengimbangi langkah Rima.

Rima menatap lelaki tampan di depannya, meskipun sudah memiliki dua anak auranya masih mempesona. Rima tidak percaya, jika dirinya mampu memikat bos di perusahaan tempatnya bekerja. Begitu banyak wanita yang mecoba menarik perhatian James, tapi lelaki itu lebih tertarik pada wanita sederhana yang cuek padanya.

"Pak! Mbak Grace, Mbak Dian, Vero, dan Susan, menyukai bapak. Bahkan sering memperhatikan bapak ketika bekerja, sebaiknya bapak pilih salah satu dari mereka saja!" saran Rima.

"Saya maunya kamu!" jawab James tegas.

Rima memberikan peringatkan pada james, dengan mengulurkan tangannya dan melebarkan telapak tangannya, agar James menjauh darinya. Namun, semakin Rima menghalangi James, lelaki itu semakin nekat mendekati Rima.

"Berhenti, Pak!" ancam Rima.

"Kalau saya enggak mau berhenti, kamu mau menikah dengan saya?" tanya James menggoda.

Rima merasa James sudah keterlaluan, tangannya terulur ingin meraih pipi James. Bukan ingin membelai, melainkan memberikannya hadiah perpisahan berupa tamparan untuk menyadarkan lelaki jutawan di depannya.

"Pak, lepas!" Ketika James menyambut tangan Rima dalam gengaman tangannya.

Semakin memberontak, James semakin gemas pada wanita pilihannya. James menarik tangan Rima dan meraih pinggang rampingnya, sehingga mereka tidak memiliki jarak lagi. Pandangan mereka saling beradu, juga napas yang sama-sama memburu.

"Pak, tolong lepas," lirih Rima.

Rima hampir saja tidak dapat mengontrol dirinya, ketika hembusan napas beraroma mint terhirup oleh penciumannya. Bagaimanapun, James adalah lelaki idaman wanita yang melihatnya. Bohong, jika Rima tidak tertarik sama sekali dengan James, tapi dia cukup tahu diri karena strata mereka berbeda.

"Saya tidak akan melepas mutiara seperti kamu, kamu wanita yang baik, tidak neko-neko, mementingkan keluarga dari pada diri sendiri, yang paling utama tidak silau harta!" bisik James.

Bulu kuduk Rima meremang, ketika tidak sengaja bibir James menempel di leher jenjangnya. Rima mendorong tubuh kekar itu menjauh darinya dengan sisa tenaganya, agar rasa sesak bisa menghilang.

"Jangan ganggu saya, Pak! Permis!" Rima mengambil langkah seribu dan menjauh dari lelaki yang memuat jantungnya bisa berdebar.

"Nanti malam saya akan datang melamar ke rumah kamu bersama orang tua saya!" teriak James, ketika Rima sudah menjauh.

Mendengar ucapan bosnya, langkah kaki Rima hampir goyah. Naasnya, kakinya jadi tersandung dan dia tersungkur. Buru-buru dia bangun dan berlari, sebelun duda keren itu mengejarnya.

Sepanjang jalan, Rima melamun. Dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi baru saja.

"Aw!" pekiknya ketika dia mencubit pipinya sendiri. "Seperti sinetron," ocehnya.

Rima menggelengkan kepalanya, ketika mengingat novel yang dia baca. Cinderella yang patah, kisah tragis seorang gadis yang di persunting lelaki kaya. Bahagia sekejap mata, lalu terluka hingga akhir.

"Ya Allah, jauhkan dia dariku. Aku ingin membahagiakan ibu hingga akhir hayatnya dan tidak ingin dia terluka karena diriku, apapun itu." Doa Rima lirih.

***

Langkah Rima tidak lagi bersemangat, hingga dia kembali ke rumahnya. Bahkan ibunya terkejut ketika dia kembali, tidak biasanya anak perempuannya itu pulang lebih awal. Bahkan, terlihat kekhawatiran di wajah cantik Rima. Seorang ibu, mampu menangkap kegelisahan anaknya, meskipun tidak di ucapkan.

"Rim," sapa--Bu Halimah--ibunya.

Rima tidak menjawab, dia hanya meletakan kepalanya di pangkuan sang ibu yang sedang duduk di ruang tamu. Menonton televisi, mengusir kejenuhan.

"Ibu, Rima janji! Rima akan kerja lebih keras lagi, untuk membahagiakan ibu." Setetes air mata jatuh begitu saja.

"Kamu kenapa?" tanya Bu Halimah dengan mengusap kepala anaknya.

Rima menggeleng, lalu mengusap air matanya. Dia mengatakan jika dirinya hanya lelah dan butuh istirahat. Rima langsung masuk ke kamarnya, tanpa ingin mengatakan apa yang tadi terjadi. Di kamar inilah, Rima mampu mencurahkan semua dengan menangis tanpa henti. Mungkin, matanya saat isi sudah sembab. Satu jam dia meratapi nasibnya esok hari yang harus kehilangan dua pekerjaan sekaligus.

Ketukan di pintu membuat Rima menghentikan tangisnya, dan langsung membasuh wajahnya menggunakan air minum. Agar sedikit membuah wajahnya segar.

"Ada apa?" tanya Rima ketus pada abang sepupunya.

"Yuk, kita jalan-jalan," ajak Rahmadi.

"Lagi males!" ujar Rima, yang masih saja menunduk, enggan menatap abang sepupunya.

Rahmadi tahu ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Rima dan dia dapat melihat mata sembab sepupunya, meski Rima menunduk. Lelaki tinggi dan berwajah manis itu, tidak berani memaksa Rima. Karena dia tahu, jika Rima menangis pastilah beban atau masalahnya sedang sangat berat.

Ketika, Rima hendak mengusir Rahmadi, suara keributan terdengar dari arah luar rumah. Rima menatap Rahmadi curiga, dia tahu jika sepupunya tersebut sering berbuat usil.

"Dengan siapa ke sini?" tanya Rima selidik.

Rahmadi menggelengkan kepalanya dan mengatakan dia hanya sendirian menemui Rima. Akan tetapi, Rima tidak percaya begitu saja. Gadis berambut panjang itu lekas menuju ke depan rumahnya. Seketika matanya membulat sempurna, saat pintu teruka lebar.

"Ka-kamu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Ibu Tiri   Saham3

    Rima melukai sedikit peni*s Dito, membuat remaja itu meringis kesakitan. "Baru tergores! Belum terpotong!" ancam RIma dan Dito hanya mengangguk. Rima kembali pergi, dengan membawa serta belati yang melukai Dito, sedangkan Dito memaki wanita yang tengah menyanderanya dengan kata-kata kasar. Remaja itu tidak menyangka, jika Rima bisa berbuat sejauh ini. Bahkan dirinya menjadi ciut berhadapan dengan ibu tiri dari remaja yang dia lece*hkan. "Brengsek!" teriaknya. Rima hanya tersenyum mendengar makian dari Dito, kemudian dia berjalan dengan cepat untuk keluar dari persembunyian. Kemudian dia membuka CCTV yang terhubung dengan laptopnya, menghidupkannya kembali dengan posisi semula, meski sedikit dimodifikasi. "Bu, sudah benarkan saya keluar dari sana?" tanya Bik Irah yang masih memegang alat pel. "Sempurna, Bik. Sekarang bibik masak aja, untuk sarapan kita," pinta Rima. "Besok saja membersihkannya, sehari enggak dibersihkan, enggak masalah." Rima menjawab sebelum Bik Irah bertanya, da

  • Pembalasan Ibu Tiri   Saham2

    Pagi-pagi sekali, Rima keluar dari rumah. Menuju ke supermarket terdekat, mengambil beberapa cemilan, roti dan juga susu. Kemudian menuju kasir, untuk membayar semua yan sudah dibeli olehnya."Makasih, ya, Mbak!" ujarnya setelah sang kasir memasukkan semua belanjaan ke dalam kantong yang dibawa oleh Rima."Sudah semua, ya, bersama titipannya," balas sang kasir dengan lirih di ujung kata-katanya.Rima keluar dengan membawa kantong yang berisi penuh dengan semua aneka camilan, dan dia taahu, jika ada sepasang mata yang memperhatikannya dengan sangattajam, sembari berpura-pura memgang minuman."Kalian masih mengintaiku?" gumam Rima kesal.Ponsel Rima berbunyi, dan wanita itu langsung menerima panggilan dari ternyata dari Satria. Mantan kekasihnya itu menanyakan, apakah dirinya aman setelah menerima bingkisan darinya ataau tidak. Rima membaritahu Satria, jika dirinya aman dan sudah sampai di rumah.Semalam, Rima menanyakan tentang efek samping dari penggunaan obat itu pada Satria. Bagaima

  • Pembalasan Ibu Tiri   Saham

    "Bukan begitu, sayang. Aku_"Rima langsung memotong ucapan James dengan cepat."Sudahlah, Mas. Yang penting aku selalu jaga hati dan tubuhku hanya untuk kamu,"Rima langsung mengakhiri panggilan, dan meletakan ponselnya di atas meja. Mendengkus kesal, karena merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri."Bibik aja yang angkat!" ucap Rima malas. "Bilang saja, aku sedang tidak mau diganggu!" Rima menambahkan sedikit permintaan.Bik Irah mengangguk dan segera menerima panggilan dari James untuk kedua kalinya. Seperti dugaan Rima, Bik Irah bisa diandalkan. Rima meyakini, jika suaminya itu bertanya banyak hal pada Bik Irah. Terbukti jawaban dari wanita tua di sampingnya itu, yang kadang tersenyum dan terkadang terlihat khawatir."Siap, Pak!"Di akhir panggilannya, dan Bik Irah meletakkan ponsel Rima kembali di tempatnya semula."Apa aja yang ditanya Mas James, Bik?" Rima bertanya seperti menyelidik."Pak James hanya khawatir pada ibu, dan menanyakan apa ibu pernah pergi dalam waktu yang lam

  • Pembalasan Ibu Tiri   Hampir saja2

    Rima terlihat marah pada Satria, yang menyangkal tentang keterlibatan Sandi dalam kasus anak sambungnya. "Aku mendengar sendiri, jika dia menggauli Sherly dan mengatakan hal tidak senonoh padaku!" bantah Rima. "Tidak, yang aku tahu, dia tidak ikut dalam pencab*lan itu!" Satria masih kukuh pada ucapannya. "Dan kamu sudah tahu siapa saja yang melakukan hal bejad itu, kan?" tanya Satria kemudian. "Pergila, aku hanya meyakini apa yang memang terjadi dan kuketahui!" Rima pun tidak merubah keputusannya. "Jangan gegabah, nanti kamu salah sasaran!" ketus Satria. Lelaki itu, lalu berpamitan dan meninggalkan Rima yang masih yakin dengan apa yang akan direncanakannya. Sedangkan Satria menghela napas panjang, terlalu sulit untuk membuktikannya sekarang. Rima duduk di kursinya dan kembali menyesap teh lemon buatannya, Menatap jauh ke depan dengan pandangan kosong. "Bu, saya melihat diary milik non Sherly," bisik Bik Irah. Perhatian Rima teralihkan, meminta Bik Irah untuk mengambilnya. Wanit

  • Pembalasan Ibu Tiri   Hampir saja

    Ayah Dito langsung memperintahkan anak buahnya untuk mengeledah seisi rumah dan melihat CCTV yang terpasang di rumah Rima. Sedangkan Rima dan Bik Irah duduk dengan santai di meja makan, bahkan Rima menyedu teh lemon hangat dan menyesapnya perlahan. Setengah jam mereka mencari dan berputar-putar dengan sangat teliti, tapi tidak menemukan apa yang mereka cari, dengan kesal ayah Dito mendekati Rima. Mengacungkan senjata dan mengancam wanita yang pura-pura lemah itu. "Cepat, katakan di mana anakku?" tanyanya dengan menekan ujung pist*lnya di pelipis Rima. Satria yang melihat itu tentu saja sangat geram, tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini, karena baju yang sedang dia kenakan. "Saya sudah mengijinkan bapak untuk mencari anak bapak di sini, dan apakah saya mengijinkan bapak untuk mengancam saya?" tanya Rima yang makin membuat emosi lelaki di depannya memuncak. "Kamu tidak tau siapa saya?" tanyanya dengan membentak Rima, dan matanya melotot sempurna. Sehingga memperlihatkan am

  • Pembalasan Ibu Tiri   Target Selanjutnya

    Rima langsung mengakhiri panggilan dan menatap remaja yang mulai sadar akan keberadaannya yang menyedihkan."Tante, Lepasin aku!" teriak Dito dan hanya ditangapi dengan senyum hina dari Rima.Dito terus memaki, ingin rasanya Rima membalasnya. Akan tetapi disadarkan oleh Bik Irah yang menanyakan tentang makanan yang dia bawa tadi.Rima berjalan ke meja, lalu mendekati Dito yang masih terus menhardiknya. Tatapan Rima, sebenarnya membuat nyali Dito sedikti ciut, tapi dia tidak mau kalah dari wanita yang dia anggap tidak ada apanya."Kamu butuh asupan untuk terus menghardikku, jika tidak kamu akan kelapan dan tidak ada yang bisa menolongmu. Bahkan harta orang tuamu yang sangat banyak itu! Ingat, kamu belum membuatku merasakan kenikmatan yang kamu tawarkan," ujar Rima dengan nada penuh penekanan.Dito diam, setelah mendengar penuturan Rima, mungkin dia berpikir, benar apa yang dikatakan Rima. Dirinya tidak akan bisa keluar dengan selamat, jika dirinya tidak memiliki tenaga.Rima meminta Bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status