"Nara! Tunggu, Sayang! Kamu mau ke mana?!"
Teriakan Dimas seolah tak berarti bagi Nara, karena wanita itu sudah lebih dulu berlari mengejar kepergian Evan yang sudah berbuat kasar pada istrinya sendiri. Nara yang melihat kejadian itu di depan matanya, benar-benar merasa tak bisa diam begitu saja. Ia ingin memperingati pria tersebut, karena sifatnya yang selalu saja kasar pada perempuan tak kunjung berubah.Dulu dirinya, sekarang Bella. Esok, siapa lagi?Walau Bella telah berbuat jahat padanya, akan tetapi Nara tentu tak tega juga dengan wanita itu. Apalagi belum ada dua bulan ke belakang ini wanita itu baru saja keguguran. Sehingga ia tahu seperti apa rasa sakit hati dan fisiknya, ketika diperlakukan kasar oleh pria yang masih berstatus sebagai suaminya sendiri."Evan! Tunggu!" teriak Nara menghentikan langkah kaki pria itu.Dengan langsung menoleh ke belakang, kedua alis Evan pun mengerenyit. Ia cukup merasa terkejut, karena baru kali in"Nara? Hey? Bangun, Sayang! Tolong bangun!"Sayup-sayup suara terdengar, membuat Nara perlahan membuka kedua netranya. Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuh, Nara langsung melihat sekeliling. Dahinya mengernyit kala menyadari sekitarnya yang terbalik, hingga setelahnya mendapati seutas senyum tulus dari seseorang yang sama sekali tak disangkanya."Mas? Mas, aku ... Awhh!""Sabar, Sayang! Tolong berikan Melody dulu," ucap Dimas pelan, seraya mengulurkan kedua tangannya.Dengan situasi yang masih terhimpit, Nara pun berusaha menyerahkan Melody yang tengah menangis pada sang suami. Dirinya berusaha tenang, meski saat ini ia melihat Evan yang masih belum tersadar dengan beberapa bercak kemerahan di dahinya.Mobil yang ditumpangi Nara memang sempat terpelanting cukup jauh. Mobil itu rusak berat dalam kondisi yang terbalik, setelah Evan sempat dengan cepat memutar setir kendaraan di saat Bella berusaha menabraknya.Ah, iya. Mengingat Bella, bagaimana keadaan wanita itu sekarang? Nara t
Keesokan harinya berita tentang pembunuhan Haris pun kian tersebar meluas ke seluruh penjuru setiap kota. Beberapa stasiun televisi dan media cetak pun tak luput menyorotinya, terlebih sebuah nama yang ikut terseret dalam kasus pembunuhan pengusaha kaya raya itu adalah seorang mantan artis papan atas yang telah dinikahi oleh pemilik rumah produksi terkenal yang kini sedang berada di ambang kebangkrutan.Anara Aditya, nama itulah yang kini menjadi puncak pembicaraan seluruh orang. Kini wanita itu telah menjadi buronan polisi, terlebih setelah Bella mengungkapkan berbagai keterangan mengejutkan yang sangat menghebohkan publik.Ada yang yang percaya begitu saja dengan mudah, dan ada juga yang sama sekali tak menyangka. Sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh Dimas saat ini. Pria itu semakin memijat pelipisnya yang terasa sangat pusing, seraya terus berusaha melacak keberadaan sang istri dengan secepat mungkin."Bagaimana? Apa kau telah mendapatkan kabar tentang keberadaannya?" tanya D
Suara mobil polisi langsung berbunyi setelahnya. Di mana hal tersebut tentu membuat Nara dan Bu Inah menoleh panik. Rasanya percakapan mereka tak bisa diteruskan lagi, sehingga dengan cepat Evan segera memutar dan menyuruh ketiga perempuan berbeda generasi itu untuk masuk ke dalam mobilnya."Baiklah, kita jalan sekarang!"Tak ada lagi perdebatan, Bu Inah dan Nara pun akhirnya duduk terdiam bersisian. Saat ini yang terpenting memang hanyalah kabur sejauh mungkin. Nara tentu tak mungkin menyerah begitu saja, karena pasti Bella akan membuatnya terlihat bersalah di hadapan seluruh orang dengan seluruh upaya yang dilakukannya."Maaf karena telah membuat kalian berdua seperti ini," lirih Nara pelan, tepat setelah menidurkan Melody di dekapannya.Dengan mencoba menahan tangisnya, Nara mengeratkan pelukannya pada sang buah hati. Bibirnya bergetar, menahan semua rasa pening dan sakit. Sehingga membuat Bu Inah yang melihatnya pun tak tega, dan segera langsung memeluk dan menenangkannya."Tidak
Bella tersenyum sekilas sebelum akhirnya berlari dan berteriak seolah mencari pertolongan. Sementara Nara, wanita itu masih terdiam dengan ekspresi syok yang tak dapat ditahannya lagi. Seluruh tubuhnya benar-benar membeku, melihat Haris tergeletak tak berdaya di hadapannya dengan cairan kental kemerahan yang mengalir dengan deras dari belakang tengkuknya."Tidak! Apa yang harus aku lakukan?!"Nara berteriak dengan sekujur tubuh yang bergetar ketakutan. Sungguh, sebenarnya ia ingin segera pergi dari tempat ini. Namun di sisi lain, dirinya juga tak tega meninggalkan Haris begitu saja sebelum benar-benar memastikan pria itu telah ditangani oleh tangan yang tepat."Stop! Jangan sentuh dia! Sebaiknya kau sekarang segera pergi dari tempat ini, Nara!"Nara terperanjat, kala mendengar suara Evan yang tergesa-gesa dan mendapatkan tarikan dari pria itu. Entah sejak kapan mantan suaminya tersebut ada di tempat ini, dirinya tak tahu. Yang jelas saat ini Evan sama sekali tak memberikannya jeda wak
Dengan langkah tergesa-gesa, Nara langsung mengecek satu persatu semua nomor pintu kamar hotel yang telah dilewatinya. Ia sungguh tak sabar ingin segera bertemu dengan sang suami, apalagi tadi di telepon Bella sempat menangis sesenggukan tanpa menjelaskan sebab."Kamar 207! Tidak salah lagi ini pasti tempatnya!" Nara bergumam pelan, sambil melihat ke arah celah pintu yang tak tertutup rapat tersebut. Dirinya merasa sangat penasaran, tetapi ragu ingin masuk begitu saja atau tidak. Biar bagaimanapun Nara bukanlah wanita yang polos, ia tahu hal apa saja yang biasa dilakukan jika seorang wanita dan pria berada di dalam kamar hotel yang sama. Terlebih tadi, Bella sempat mengabarkan bahwa suaminya itu dalam keadaan yang mabuk berat."Tidak! Aku harus percaya dengan Mas Dimas!" gumam wanita itu berusaha membuyarkan pikiran buruknya.Dengan menarik napas terlebih dahulu, Nara pun akhirnya mengetuk pintu. Ia berusaha mempersiapkan mental sebelum mengetahui apa pun yang tengah terjadi di dalam
Sementara itu di sebuah hotel di pusat kota, terdapat seorang pria yang tengah tertidur dengan pulas di atas sebuah ranjang besar dengan pakaiannya yang terlihat sedikit acak-acakan. Seorang wanita yang baru saja membawanya ke tempat ini terlihat tersenyum penuh kemenangan, hingga akhirnya tatapannya pada pria itu teralihkan berkat panggilan masuk dari seseorang."Bagaimana?" tanya seseorang dari sambungan telepon."Semuanya berjalan sesuai rencana! Tapi, aku masih kesal denganmu! Kenapa sangat mendadak seperti ini sih? Karenamu aku jadi tidak mempunyai persiapan yang lebih, sehingga aku hanya memasukkan obat tidur saja dalam minumannya!"Wanita itu berdecak kesal, karena perintah mendadak yang ditujukan padanya. Andai saja lawan bicara teleponnya ini mengutarakan rencananya dari jauh-jauh hari, sudah pasti dirinya memasukkan obat lain yang akan membuat malamnya detik ini menjadi lebih panas dan menyenangkan."Hahaha! Itu semua salahmu yang tidak cekatan!" ejek sosok lelaki itu dari