Share

Bab 1

Sayangnya, suami Intan tak kunjung datang....

Beberapa hari berlalu, tetapi tak ada tanda keberadaan Franz.

Mertuanya yang bernama Sarah Aswaja bahkan sudah melaporkan kepada pihak polisi, katanya. Sayangnya, tak ada hasil berarti.

"Mamah, aku mau pergi ke kantor polisi," ucap Intan pada akhirnya. Dia tidak tahu sistem di Turki bagaimana.

Namun, Intan sudah tak sanggup lagi menahan kekhawatirannya.

Anehnya, sang mertua yang saat itu sedang duduk di sofa tampak terkejut.

Raut wajahnya mendadak berubah gelap. "Kantor polisi? Untuk apa Intan? Apa kamu tidak percaya dengan saya?" bentaknya.

"Bu-kan begitu," jawab Intan gagap.

"Sebaiknya, kamu tunggu saja di rumah. Saya yang akan mengurus semuanya! Semua akan baik-baik saja!" ujarnya seraya melotot.

Intan terdiam. Ia tidak bisa berbuat apapun. Namun, ia merasa heran.

"Mengapa mamah berbicara seperti itu? Seolah tahu di mana mas Franz?" batinnya.

Pikiran Intan ke mana-mana. Memang, akhir-akhir ini tingkah mertuanya begitu mencurigakan. Lagian, apa salahnya jika Intan menanyakan kembali kepada polisi? Mengapa ia sangat ketakutan?

Intan berusaha tenang. Dipijatnya kening yang teramat sangat sakit. Bahkan, ia tidak bisa lagi untuk berfikir jernih.

Intan merebahkan tubuhnya di atas kasur, hingga tanpa sadar tertidur.

****

Tok tok tok!

Seseorang dari luar kamar menggedor-gedor pintu di saat ia sudah tertidur.

Entah berapa jam ia tertidur.

Hanya saja, pintunya terus digedor keras. Jessica yang mendengarnya ikut terbangun.

"Mami! Apa yang terjadi?" Putrinya itu bertanya dengan suara kantuknya. Ia berkata sambil menguap.

"Tunggu, Sayang. Mami akan membukakan pintu." Intan berkata dengan tenang seolah baik-baik saja.

Jessica mengangguk.

Dengan cepat, Intan pun pergi keluar diikuti sang anak.

Namun, ia sungguh terkejut menemukan seseorang yang kini berdiri di depannya.

"Mas Franz? Kamu pulang?!" ucapnya.

Intan yang sangat merindukan Franz segera memeluknya.

Anehnya, tercium menyengat bau alkohol dari tubuh Franz. Tak sampai di sana, pria itu justru mendorongnya dengan kasar.

"Papi! Mengapa mendorong Mami?" teriak Jessica dengan marah. Gadis itu melihat Franz mendorongnya dengan kasar.

Ia meletakan kedua tangannya di pinggang mungilnya. Gadis kecil ini memang jenius. Ia sangat cepat merespon dan mempelajari apa yang dilihatnya.

Di sisi lain, wajah Franz memerah. Dia menyuruh Intan untuk menjauh darinya.

"Jangan halangi jalanku! Awasss!"

Belum sempat memproses yang terjadi, mertuanya kini ikut mengomel, "Intan! Bagaimana sih kamu? Kok buka pintu lama banget! Istri macam apa kamu?"

Intan terdiam.

Dia tidak menyangka suaminya pulang mabuk setelah hilang.

"Ada masalah apa sebenarnya?" Intan bertanya-tanya di dalam hati

Meski demikian, Intan tak ingin bertengkar. Saat ini, yang penting, sang suami sudah pulang, fikirnya.

"Mi...." Jessica menghampiri Intan dan memeluknya. Anak itu tampak takut.

Segera saja, Intan menenangkannya. "Tenang saja, Jessy. Papi mungkin lelah. Jangan khawatirkan Mami, Sayang! Lihat, Mami baik-baik saja kan?"ujar Intan seraya tersenyum.

Untungnya, gadis kecil itu mau mengerti.

Lalu, Intan mengajak Jessy untuk menuju kamarnya menghampiri Franz yang sudah berada di dalam.

Pria itu sudah tertidur di atas ranjang. Tapi, anehnya sang mertua malah melarang Intan untuk menemaninya.

"Tapi, Ma--"

"Kamu mulai berani sama saya!"

"Bukan begitu!"

"Dengar Intan! Anaku sedang tidur. Saya tidak mau jika kalian akan mengganggunya!" bentak Sarah Aswaja kejam. Tak lama, dia berjalan melewati Intan dengan angkuh.

Intan terdiam. Dia berusaha untuk memahami semuanya.

Ia tidak mau masalah yang sepele menjadi besar.

Jadi, pagi ini, Intan melakukan aktivitas seperti biasa.

Biasanya, setiap shubuh suaminya bangun menunaikan sholat.

Intan pun beriniatif untuk membangunkannya.

Dicubitnya pelan hidung sang suami seperti biasa.

"Mas, apakah kamu yakin tidak akan sholat shubuh?" tanyanya.

Hidung sang suami memang mancung karena asli orang Turki. Intan sangat menyukai hidungnya.

Anehnya, Franz justru menepis tangan Intan.

Wajahnya menampakan ekspresi emosi. Dia tidak terima dengan perlakuan Intan.

"Siapa yang mengajari kamu bertindak lancang padaku?" ucap lelaki itu dingin. Lalu, dia menarik rambut istrinya itu dengan kasar!

Betapa terkejutnya Intan mendapat respon yang tak terduga.

"Mas. Ampunnn. Sakit mas!" pintanya.

Untungnya, Franz melepas tangannya.

Meski demikian, hati Intan begitu ngilu.

Dengan perasaan bingung, ia menjauh.

Entah mengapa? Intan merasa harus berhati-hati kepada suaminya.

Hanya saja, ia tak menyangka jika suaminya itu akan bersikap kasar pada Jessica, putri mereka.

Sudah hal biasa jika Jessy meminta dibuatkan roti oleh Franz. Ia biasanya meminta memanggang juga. Bahkan kadang Franz sibuk memanggang roti di sela-sela sibuknya. Dia tidak pernah lupa kepada anak gadisnya itu. Sesibuk-sibuknya Franz, dia selalu hangat kepada keluarga kecilnya.

"Papi. Maukah membuatkan roti dan menyuapi Jessy? Jessy ingin sekali di buatkan oleh Papi," tanyanya pagi ini dengan wajah polosnya.

Franz yang saat itu sedang mengunyah roti segera menghabiskannya. Lalu dia meraih susu dan meneguknya.

"Makanlah bersama ibumu! Saya sibuk!" ucap Franz. Lalu dia menyibukan diri dengan ponselnya. Franz tampak acuh tak acuh.

Intan sendiri menatap suaminya dengan bingung, ada juga perasaan kecewa.

Dibelainya rambut Jessy yang tampak muram karena mendengar jawaban papinya.

Intan berusaha menenangkan diri. Sayangnya, ia sendiri pun tak tenang, bahkan ia masih memikirkan masalah itu, di saat tengah makan siang bersama sang putri.

Tiba-tiba Sarah Aswaja datang.

"Mengapa perasaanku jadi tidak enak?" batin Intan,"

Sarah Aswaja tampak serius. Ia berbicara setelah meneguk beberapa kali air minum.

"Intan, Jessy. Saya mau kasih tau kalian tentang Franz. Beberapa hari yang lalu, Franz mengalami kecelakaan dan dia amnesia. Saya harap kalian bisa merawat dan memaklumi dia,"

"Jadi, mamah selama ini tau di mana keberadaan Franz?"

Sarah tampak diam. Intan sendiri tidak tau apa yang Sarah pikirkan.

Kemudian, ia menjawab pertanyaan Intan.

"Iya, karena kamu tidak becus menjadi seorang istri, Intan!" balas Sarah seraya mengolesi roti dengan meses.

Wanita tua itu lalu memberikan roti buatannya untuk Jessy.

Namun, anak itu justru menepisnya, hingga jatuh di lantai.

Bola mata Sarah jelas terbelalak melihat roti buatannya berada di lantai. Wajahnya bahkan memerah. "Jessy! Kamu benar-benar ya, selalu membuat oma jengkel!" murkanya.

"Maaf, Jessy tidak sengaja oma!" sahut Jessy dingin. Sebenarnya ia sengaja melakukan itu untuk membalas perlakuan buruk pada ibunya.

"Ck! Oma bilang, kamu ambil dan makan sekarang juga!" ucap Sarah dengan mata mendelik.

Franz yang baru saja datang, hanya melihat sekilas. Dia sama sekali tidak membela anaknya.

"Mah, biar Intan saja yang memakannya!" ucap Intan dengan panik.

"Mami! Itu kan kotor! Harusnya mami buang!" teriak Jessica, tak terima.

Sarah Aswaja semakin melotot. "Tidak ada makanan yang boleh dibuang!"gertaknya.

"Intan. Kamu kalau mengajari Jessy itu yang benar dong! Masih kecil sudah diajari buang-buang makanan! Awas saja kalau sampai kejadian ini terulang lagi. Saya tidak akan segan-segan menghukum Jessy!" tegasnya.

"Saya tidak pernah mengajari Jessy membuang makanan, Mam. Jessy tadi hanya tidak sengaja!" bela Intan.

Jessy lalu turun dari tempat duduk. Ia menghampiri Franz dan ingin meminta perlindungannya. "Papi!"

Sayangnya, Franz justru tampak dingin.

"Jangan sentuh aku!" ucapnya dengan suara yang terdengar seram.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Megarita
ibu mertua yg nyebelin bgt deh...
goodnovel comment avatar
Cindi82
mertua aneh
goodnovel comment avatar
Weka
dasar mertua lucknut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status