Share

Bab 3

Setelah mengangkat telephone, Franz menyimpan ponselnya di saku kemejanya.

Dia melipat laptopnya, lalu memanggil Intan. "Intannn...," teriak Franz seraya merapikan kemejanya.

Deg!

Aroma parfumnya berbeda, tercium lebih wangi. Istri mana yang tidak curiga? Apalagi cara berpakaian juga sudah berubah dari sebelumnya. Semuanya berbeda!

Menahan gemetar, ia melangkahkan kaki dan ingin berterus terang kepada suaminya. "Mas, kamu mau kemana? Bukannya hari ini hari libur?"

"Hari libur itu untuk orang malas!" jawabnya dengan ketus, "Lama-lama kamu tambah bawel aja ya! Apa harus aku jelaskan sangat rinci? Sudah lihat pakaian rapi kaya gini harusnya kamu sudah tahu! Masih nanya juga! Aku ngga banyak waktu Intan! Sebaiknya kamu buka pintu gerbang. Aku mau berangkat meeting, aku sudah telat! Jangan buat moodku buruk!"

Intan terdiam dan mengangguk.

Diturutinya perintah pria itu. Namun setelah mobil Franz sudah keluar, Intan segera menuju pangkalan ojek yang terlihat dari rumah. Lalu, Ia mengikuti Franz.

Saat dilihat di ponsel, jam menunjukan pukul sepuluh pagi.

Biasanya hari libur jalanan rame. Bahkan macet. Apalagi di jam-jam sekarang.

Suaminya memakai mobil BMW berwarna putih. Intan tahu arah mana yang harus dilalui untuk menuju ke kantor.

Di mana mas Franz mau meeting. Ini jelas bukan jalan ke kantor? Mungkin mereka mau meeting di luar. Hal ini masih masuk akal di logika Intan, pasalnya hari ini hari libur.

Perjalanan ternyata sangat jauh. Hingga cuaca di kota itu terasa sangat panas. Kening Intan di basahi keringat. Ia yang kurang tidur dan bangun lebih awal membuatnya kelelahan. Pasalnya ia juga sudah bekerja di pagi hari.

"Mbak, bangun! Kita sudah sampai," ucap tukang ojek.

Intan membuka mata.

"Ya ampun, mbak. Untung saja tidak jatuh. Lain kali kalau suka tidur di jalan naik taxi saja, jika memang pergi jauh. Itu bahaya, lo mbak, Naik taxi juga bahaya kalau ketiduran, "ucap tukang ojek tidak melanjutkan pembicaraan lagi. Tapi Intan faham apa yang sedang dibicarakan. Ia memang membutuhkan teman atau dengan orang yang seharusnya dikenal.

"Iya Pak. ini darurat,"sahut Intan.

Sebenarnya Intan kenal dengan tukang ojek di kompleknya. Ia sudah biasa naik ojek ke pasar semenjak Franz berubah. Ada supir tapi ia harus mengantar Jessy ke sekolah. Dulu, Jessy selalu berangkat ke sekolah bersama Franz. Sementara supirnya mengantar Intan ke pasar. Memang, Franz seperti pinang di belah dua semenjak amnesia.

Intan menatap sekelilingnya.

"Pak, kenapa kita berhenti di depan rumah sakit jiwa? Di mana mobil BMW yang berwarna putih?"ucap Intan dengan panik. Di sekelilingnya adalah jalanan besar. Seberang rumah sakit merupakan komplek rumah-rumah. Lah untuk apa dia di rumah sakit jiwa?

"Mbak, mobil BMW yang berwarna putih memasuki rumah sakit jiwa. Sebaiknya mbak masuk saja. Kalau tidak hubungi saja orangnya, terus ketemuan di dalam mbak?" ucap tukang ojek memberi saran.

Mungkin itu masuk akal. Tapi, untuk orang yang sedang diam-diam mengikuti, itu hal yang sangat mustahil.

Ya jika ia memberi tahu, kalau di suruh pulang sama saja bohong.


Selain itu, Intan pasti bakal kena omel lagi. Bukan hanya suaminya yang akan memarahi. Mertuanya pasti ikut campur. Pasalnya mereka tinggal satu atap.

Intan memijat keningnya. 

"Aku tidak tahu hukuman apa yang diberikan mas Franz jika sampai ketahuan membuntutinya?"


Dengan waspada, Intan berpikir kembali sepanjang berjalan.

Apakah keluarga mas Franz ada yang mengalami gangguan jiwa?

Tapi, mengapa malah mas Franz, bukan mama mertuanya yang datang ke mari?

Jika klien, juga tak masuk akal.

Masa iya, sedang sakit jiwa masih bekerja?

Intan ingin berhenti berfikir, tapi tidak bisa. Seolah-olah otaknya harus menjawab teka-teki yang berada di hadapannya.

Tiba-tiba, dia teringat sesuatu.

Selama pulang, Franz sama sekali tidak minum obat. Apa karena itu dia jadi tak stabil?

"Ya ampun. Aku benar-benar ceroboh. Istri macam apa aku coba. Seharusnya aku cari tahu tentang sakit amnesia," ucap Intan menepuk jidatnya.

Dengan percaya diri, dia pun langsung mengambil ponsel dan menunjukan foto Franz di bagian pendaftaran.

Ia pikir tidak perlu mengambil antrian, lagian, ia tidak ingin mendaftar.

"Maaf, saya hanya mau nanya, apakah anda melihat orang ini di sini? Atau pasien yang bernama Franz?" tanya Intan dengan polos.

Bahkan ia tidak mengambil nomer antrian.

"Intan!"

Deg!

Wanita itu terdiam mendengar suara lelaki yang tidak asing. Ia mengalihkan pandangan ke arah kiri.

"Mas Franz?" ucap Intan dengan gemetar. 

"Ikut dengan aku sekarang juga!" Franz berkata seperti biasanya, ketus dan singkat. Tapi kali ini jauh lebih menakutkan.

Ada tatapan marah di matanya dan sedikit rasa ... terkejut?


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status