Share

Bab 3

Author: Widi.P
last update Last Updated: 2024-01-09 13:07:33

Setelah mengangkat telephone, Franz menyimpan ponselnya di saku kemejanya.

Dia melipat laptopnya, lalu memanggil Intan. "Intannn...," teriak Franz seraya merapikan kemejanya.

Deg!

Aroma parfumnya berbeda, tercium lebih wangi. Istri mana yang tidak curiga? Apalagi cara berpakaian juga sudah berubah dari sebelumnya. Semuanya berbeda!

Menahan gemetar, ia melangkahkan kaki dan ingin berterus terang kepada suaminya. "Mas, kamu mau kemana? Bukannya hari ini hari libur?"

"Hari libur itu untuk orang malas!" jawabnya dengan ketus, "Lama-lama kamu tambah bawel aja ya! Apa harus aku jelaskan sangat rinci? Sudah lihat pakaian rapi kaya gini harusnya kamu sudah tahu! Masih nanya juga! Aku ngga banyak waktu Intan! Sebaiknya kamu buka pintu gerbang. Aku mau berangkat meeting, aku sudah telat! Jangan buat moodku buruk!"

Intan terdiam dan mengangguk.

Diturutinya perintah pria itu. Namun setelah mobil Franz sudah keluar, Intan segera menuju pangkalan ojek yang terlihat dari rumah. Lalu, Ia mengikuti Franz.

Saat dilihat di ponsel, jam menunjukan pukul sepuluh pagi.

Biasanya hari libur jalanan rame. Bahkan macet. Apalagi di jam-jam sekarang.

Suaminya memakai mobil BMW berwarna putih. Intan tahu arah mana yang harus dilalui untuk menuju ke kantor.

Di mana mas Franz mau meeting. Ini jelas bukan jalan ke kantor? Mungkin mereka mau meeting di luar. Hal ini masih masuk akal di logika Intan, pasalnya hari ini hari libur.

Perjalanan ternyata sangat jauh. Hingga cuaca di kota itu terasa sangat panas. Kening Intan di basahi keringat. Ia yang kurang tidur dan bangun lebih awal membuatnya kelelahan. Pasalnya ia juga sudah bekerja di pagi hari.

"Mbak, bangun! Kita sudah sampai," ucap tukang ojek.

Intan membuka mata.

"Ya ampun, mbak. Untung saja tidak jatuh. Lain kali kalau suka tidur di jalan naik taxi saja, jika memang pergi jauh. Itu bahaya, lo mbak, Naik taxi juga bahaya kalau ketiduran, "ucap tukang ojek tidak melanjutkan pembicaraan lagi. Tapi Intan faham apa yang sedang dibicarakan. Ia memang membutuhkan teman atau dengan orang yang seharusnya dikenal.

"Iya Pak. ini darurat,"sahut Intan.

Sebenarnya Intan kenal dengan tukang ojek di kompleknya. Ia sudah biasa naik ojek ke pasar semenjak Franz berubah. Ada supir tapi ia harus mengantar Jessy ke sekolah. Dulu, Jessy selalu berangkat ke sekolah bersama Franz. Sementara supirnya mengantar Intan ke pasar. Memang, Franz seperti pinang di belah dua semenjak amnesia.

Intan menatap sekelilingnya.

"Pak, kenapa kita berhenti di depan rumah sakit jiwa? Di mana mobil BMW yang berwarna putih?"ucap Intan dengan panik. Di sekelilingnya adalah jalanan besar. Seberang rumah sakit merupakan komplek rumah-rumah. Lah untuk apa dia di rumah sakit jiwa?

"Mbak, mobil BMW yang berwarna putih memasuki rumah sakit jiwa. Sebaiknya mbak masuk saja. Kalau tidak hubungi saja orangnya, terus ketemuan di dalam mbak?" ucap tukang ojek memberi saran.

Mungkin itu masuk akal. Tapi, untuk orang yang sedang diam-diam mengikuti, itu hal yang sangat mustahil.

Ya jika ia memberi tahu, kalau di suruh pulang sama saja bohong.


Selain itu, Intan pasti bakal kena omel lagi. Bukan hanya suaminya yang akan memarahi. Mertuanya pasti ikut campur. Pasalnya mereka tinggal satu atap.

Intan memijat keningnya. 

"Aku tidak tahu hukuman apa yang diberikan mas Franz jika sampai ketahuan membuntutinya?"


Dengan waspada, Intan berpikir kembali sepanjang berjalan.

Apakah keluarga mas Franz ada yang mengalami gangguan jiwa?

Tapi, mengapa malah mas Franz, bukan mama mertuanya yang datang ke mari?

Jika klien, juga tak masuk akal.

Masa iya, sedang sakit jiwa masih bekerja?

Intan ingin berhenti berfikir, tapi tidak bisa. Seolah-olah otaknya harus menjawab teka-teki yang berada di hadapannya.

Tiba-tiba, dia teringat sesuatu.

Selama pulang, Franz sama sekali tidak minum obat. Apa karena itu dia jadi tak stabil?

"Ya ampun. Aku benar-benar ceroboh. Istri macam apa aku coba. Seharusnya aku cari tahu tentang sakit amnesia," ucap Intan menepuk jidatnya.

Dengan percaya diri, dia pun langsung mengambil ponsel dan menunjukan foto Franz di bagian pendaftaran.

Ia pikir tidak perlu mengambil antrian, lagian, ia tidak ingin mendaftar.

"Maaf, saya hanya mau nanya, apakah anda melihat orang ini di sini? Atau pasien yang bernama Franz?" tanya Intan dengan polos.

Bahkan ia tidak mengambil nomer antrian.

"Intan!"

Deg!

Wanita itu terdiam mendengar suara lelaki yang tidak asing. Ia mengalihkan pandangan ke arah kiri.

"Mas Franz?" ucap Intan dengan gemetar. 

"Ikut dengan aku sekarang juga!" Franz berkata seperti biasanya, ketus dan singkat. Tapi kali ini jauh lebih menakutkan.

Ada tatapan marah di matanya dan sedikit rasa ... terkejut?


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Istri Yang Teraniaya   Bab 124

    "Jika melewati sini tentu kita harus melewati segala rintangan, bukan?""Iya, itu benar,""Mungkin saja kita tidak bisa menghilang karena kita memang diharuskan untuk melewati segala rintangan ini,""Aku rasa juga begitu,"Di depan sana terdapat sebuah jalan. Namun cabangnya sangat banyak."Addab kita lewat mana ini?""Aku sendiri saja tidak tau harus lewat mana," tutur Addab yang tentu saja membuat mereka panik."Addab, katanya kamu tau jalan menuju ke masjid jin muslim?""Intan. Itu benar. Tapi sepertinya rintangan kali ini kita harus mampu memilih jalan. Jika salah aku tidak tau apa yang terjadi. Yang aku dengar begitu, mereka setiap rintangan berbeda,"Mereka semua menyengirkan alisnya. Ada wajah cemas, bingung, takut salah melangkah, dan aneka wajah lainnya.Mereka tampak berdiskusi."Seharusnya kita harus berjalan lurus, namun dalam jalan bercabang itu tidak ada jalan yang lurus. Ini benar-benar membingungkan,""Lah, kalau kayak gini kita ambil jalan yang mana?"Mereka semua mem

  • Pembalasan Istri Yang Teraniaya   Bab 123

    "Bukankah pesan Kyai Hasanuddin untuk ke masjid para jin?"Walaupun sang guru memerintahkan untuk menyerang, namun entah kenapa hati Intan masih ada perasaan ragu. Dirinya pun hampir saja lupa bahwa dia harus ke masjid para jin. Bukan tidak bermaksud menentang atau tidak menuruti kemauan guru, tapi ini adalah amanat beliau."Intan, kamu kenapa? Apa ada masalah?"Intan saat ini bersama dengan yang lainnya sedang berkumpul termasuk guru. Mereka sedang membicarakan langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan.Haris sendiri yang melihat Intan diam seperti sedang memikirkan sesuatu segera menananyakannya. Pasalnya dia rasa saat ini guru sedang membicarakan hal penting. Dia takut jika bosnya ternyata tidak mendengarkannya.Haris mendekat ke arah Intan."Bos?""Heem. Haris, ada apa?""Apa bos sedang memikirkan sesuatu? Apa bos setuju dengan rencana guru,""Iya Haris. Itu yang sedang saya fikirkan. Kamu ingat kan kita harus kemasjid para jin oesan Kyai Hasanuddin. Sebaiknya kita pergi ke san

  • Pembalasan Istri Yang Teraniaya   Bab 122

    Dengan kejadian ini, tentu saja Intan dan yang lainnya menjadi kapok.Arod dan Haris lukanya belum bener pulih. Dia masih lemah tak berdaya."Untuk bisa mengobati luka ini membutuhkan kembang nagaswara. Dan membutuhkan pemulihan beberapa hari,"tuturnya.Guru dan Addab masih tampak kesal. Peraturan yang dibuat demi kebaikan diri masing-masing namun tidak dihiraukan.Oleh sebab itu, mereka semua juga harus menanggung akibat ini."Maafkan aku Addab. Aku tau aku salah,""Karena ulah kalian, rencana kita menyerang mereka harus tertunda. Bagaimana jika keberadaan kita ketahuan oleh mereka? Apalagi jika kita belum memiliki ilmu untuk melindungi diri kita masing-masing? Bukan hanya itu Intan. Gurubdan orang-orang tidak bersalah bisa terkena dampaknya juga. Ini resikonya sangat besar bukan hanya untuk kesenangan pribadi saja!"Addab terus saja mengeluarkan uneg-uneg yang berada di dalam hatinya. Wajahnya semakin muram jika mengingatnya.Intanpun jua terus saja menyesalinya. Apalagi Arod dan Ha

  • Pembalasan Istri Yang Teraniaya   Bab 121

    "Terimalah pembalasanku...!"Intan saat itu benar-benar memanfaatkan waktu. Dia kabur. Dia berlari. Dia membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Intan dengan segera pulang untuk meminta bantuan.Jalanan yang gelap hanya diterangi rembulan. Intan berlari. Kini dia melupakan rasa lelahnya. Yang dia rasa saat ini begitu kuat ialah rasa takutnya.Sesekali hampir terjatuh. Dia dengan berpegangan pepohonan dengan nafas ngos ngosan terus mempertahankan tubuhnya."Semoga saja Haris bisa bertahan. Dan semoga Arod bisa melawan Franz!"Intan berjalan dan terus saja berjalan sesekali berlari dan berhenti berjalan karena rasa lelah yang terasa amat yang entah bisakah dia sampai di kediaman guru Addab.Mengingat perintah Addab Intan merasa tidak enak. Namun, saat ini kondisinya benar-benar genting."Maafkan aku harus merepotkan kalian!"batin Intan."Haris. Arod kalian harus bertahan!"Di tengah jalan menuju kediaman sang guru Intan bertemu dengan Addab dan Haical.Intan saat berlari seraya sesekali

  • Pembalasan Istri Yang Teraniaya   Bab 120

    Melihat hal itu Haris tetap kekeh."Aku tidak takut kepada siapapun!"tutur Haris."Haris!" batin Intan. Bola matanya tampak melebar,"Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan Haris.Saat Haris dan Franz mulai saling adu jotos, Intan berteriak."Stop! Stop!"Intan berkata seraya melangkah maju dan melerai keduanya. Namun apa yang terjadi?Mereka tidak bisa di lerai.Haris kemudia berteriak,"Intan, sebaiknya kamu pergi saja. Biarkan aku yang mengatasi lelaki ini!"Bagaimana Intan tidak takut. Franz yang berada di depannya ternyata separuh manusia. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Franz yang sudah ingin menguasai Intan tidak segan-segan terus memberi pukulan kepada Haris.Bug bug bug!Haris kalah serang! Dia saat ini malah tampak terjatuh."Haris...!"Kemudian Franz saling menepukan kedua tangannya di depan Intan."Sayang! Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu takut kepadaku?"Franz berjalan melangkah hingga Intan terus melangkah mundur."Franz! Jangan berani-beraninya kamu mendekati aku!""H

  • Pembalasan Istri Yang Teraniaya   Bab 119

    "Tunggu. Apa kau tidak lihat sajen ini? Sayanglah kalau tidak dihabiskan!"Di sana ada beberapa tempat sajen. Barusan mereka makan bersama disatu tempat. Namun Arod melihat sajen-sajen yang masih utuh ditempat lain merasa sangat disayangkan.Intan seraya mengelus perutnya ingin pergi dari sana dan meninggalkan Arod. namun saat memutar tubuhnya hingga 180 derajat ada seorang pria di sana."Fffranz...!"Intan berkata dengan susah payah bahkan terbata-bata. Matanya tampak membulat. Dalam hati Intan berkata,"Bagaimana mungkin Franz ada di sini? Apakah aku mimpi?"Intan berkata seperti itu seraya menyubit tangannya."Auuu...Ini bukan mimpi?"Arod di sana masih juga sibuk makan. Sementara itu Haris yang melihat Franz juga tidak jauh terkejut seperti Intan."Bagaimana mungkin pria ini ada di sini? Bos! Astaga. Bosku tidak memiliki pelindung. Kalung dia hilang,"Namun di sisi lain Franz sendiri yang melihat wanita yang dicarinya menghilang ternyata berada di sini kemudian berkata," Intan? Ken

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status