Share

4. Kemunculan Sylvestian

Sesaat kemudian, gerbang tersebut lenyap dari hadapan Xavelia. Pandangan monster neraka kian memanas, mereka tampak berencana untuk memangsa Xavelia segera. Tiada rasa takut di mata Xavelia, gadis kecil itu menyorot tajam monster yang sedang mengepungnya. Sembari berpikir keras, Xavelia tidak menurunkan kewaspadaan dari para monster tersebut. Tiba-tiba saja seekor monster berbentuk burung menyerang ke arah Xavelia, cakarnya meninggalkan luka goresan di lengan kirinya.

"Tidak bisa, aku harus kabur dari sini, aku tidak boleh sampai mati." Xavelia berupaya bergerak lalu melangkah menjauh secepat kilat dari kepungan monster.

Xavelia berlari dan terus menghindar dari kejaran monster, dia berhasil dengan cepat serangan yang nyaris membunuhnya. Hingga akhirnya Xavelia mencapai batas, dia pun berhenti di tempat yang ternyata pusat perkumpulan para monster. Seketika itu jalan yang berada di belakang Xavelia buntu, tak ada lagi jalan keluar bagi dia untuk lolos dari kematian. Tubuh Xavelia meluruh ke permukaan tanah berkerikil, kemarahan dan dendam mendalam yang selama ini terpupuk di hatinya meluap keluar.

"Aku tidak akan melupakannya, wajah-wajah yang mendorongku masuk ke dalam gerbang neraka dan menjadikanku tumbal demi menyelamatkan hidup mereka, aku pastikan mereka menerima balasan yang setimpal. Seluruh rasa sakit yang diberikan padaku hingga penderitaan yang mendera hatiku, akan aku ingat baik-baik dan aku bawa mati. Kalianlah yang seharusnya aku kirim ke alam kematian, terutama Romero, Kaisar bajingan yang mendorongku ke situasi seperti sekarang."

Segala sumpah serapah terucap dari mulut Xavelia, dia marah dan sangat marah, emosinya tak terbendungkan lagi. Xavelia menggigit bibirnya hingga meneteskan darah segar dari sudut lukanya.

"Hahaha." Terdengar suara tawa yang cenderung tertahan. "Hahaha, dasar manusia rendahan! Jika aku kembali nanti, aku bersumpah akan mencabik-cabik tubuh kalian dan menyiksa orang yang telah menjadikanku sebagai tumbal. Aku tidak main-main, aku pastikan keluar dari tempat ini hidup-hidup meski harus melawan monster menjijikkan ini."

Sesudah itu, muncul cahaya terang berwarna merah gelap di sekitar Xavelia yang sedang terduduk lemas. Seorang pria berambut putih dan bertubuh kekar, pakaiannya mewah berwarna perak disertai motif keemasa. Di telinga kirinya melekat sebuah anting perak yang menjuntai, penampilannya sungguh selayaknya seorang pria tampan rupawan. Netra birunya menatap ke arah Xavelia yang masih duduk tertunduk tepat di bawah kakinya.

"Mengapa Anda duduk di tanah yang kotor? Anda harus tegakkan kepala seperti yang biasa Anda lakukan. Jadi, mari saya bantu Anda untuk keluar dari sini, Yang Mulia."

Xavelia refleks memutar kepalanya, dia memandang bingung pria itu. Pasalnya, Xavelia merasa tidak asing dengan pria yang muncul di depan matanya kini.

"Siapa kau? Apa kau mengenal aku?" tanya Xavelia.

Lantas pria itu merekahkan senyumnya lalu menjawab, "Saya Sylvestian, salah satu orang yang paling mengenali Anda, Yang Mulia Putri Xavelia. Izinkan saya untuk membawa Anda keluar dari tempat ini."

***

Sudah dua minggu berlalu semenjak penumbalan itu terjadi, kini kondisi kekaisaran telah kembali normal. Hanya saja tinggal sejumlah kerusakan parah di beberapa tempat yang masih perlu diperbaiki. Romero tampak lega seusai Xavelia masuk ke gerbang neraka, dia seolah menyimpan ketakutan besar terhadap Xavelia. Entah ketakutan semacam apa itu, tak ada orang yang mengetahuinya. Tetapi, yang jelas Romero merupakan orang yang paling menginginkan kematian Xavelia.

Semuanya berjalan lancar, segala jenis kekhawatiran Romero lenyap bersama kepergian Xavelia. Tidak ada orang yang mengulik perihal penumbalan itu karena mereka menganggap Xavelia pantas mendapatkannya. Seorang putri dari mantan Permaisuri, seorang putri dari penjahat istana, mereka pikir Xavelia memang seharusnya tak pernah dilahirkan. Akan tetapi, ketenangan itu hanya bersifat sementara, hari ini Romero mendengar laporan mengejutkan dari seorang kesatria penjaga perbatasan Esperanza.

"Yang Mulia, saya melihat Tuan Putri Xavelia berjalan keluar dari gerbang neraka. Beliau digendong oleh seorang pria dewasa, saya tidak tahu dia siapa tapi mereka berdua keluar dalam kondisi pakaian bersimbah darah."

Bak disambar petir di siang bolong, Romero sontak menghentikan seluruh aktivitasnya. Setiap telinga yang mendengar laporan tersebut juga seperti sedang ditampar sebuah kenyataan baru. Mereka terkesiap pada waktu yang sama, ketakutan besar kembali menelan Romero.

"Kau jangan bercanda! Bagaimana bisa Tuan Putri Xavelia keluar hidup-hidup seusai para famulus melakukan ritual penumbalan?! Takkan ada manusia yang bisa lolos dari gerbang neraka itu. Lagi pula ini sudah lewat dua minggu, jadi mustahil Tuan Putri Xavelia bisa keluar lagi dari gerbang neraka," bentak Manuel marah tak terima.

"Tapi, saya tidak bohong, beliau memang keluar dari gerbang neraka. Anda boleh mengeceknya sendiri kalau Anda tak percaya," balas kesatria tersebut dengan suara dan tubuh bergetar.

"Kau—"

"Hentikan Manuel!" sergah Romero yang hendak melayangkan pukulan ke muka si kesatria. "Tidak ada gunanya kita berdebat sekarang, aku akan memeriksa langsung kebenarannya."

Romero melangkah cepat keluar dari ruang pribadinya, dia berharap kalau laporan itu tidaklah benar adanya. Namun, sekali lagi harapannya dipatahkan dengan kenyataan yang menampar dirinya. Kini Xavelia sungguh berada di depan pandangan matanya, gadis itu sedang dihadang oleh kesatria penjaga istana di depan gerbang utama.

"Kau, bagaimana kau bisa selamat dari gerbang neraka?" Suara Romero menghentikan kegaduhan kesatria lalu para kesatria memberi jalan kepada Romero untuk berhadapan dengan Xavelia secara langsung.

Xavelia melipat kedua tangan di dada seraya tersenyum miring. "Apa kau pikir penumbalan murahan yang dilakukan para famulus itu bisa membunuhku? Aku berhasil selamat dari sana dan aku kemari ingin bertemu dengan Ayah brengsek yang sengaja menumbalkan anaknya sendiri."

Sekilas Xavelia mengeluarkan aura berwarna hitam pekat, Romero tersentak bukan main sesaat aura hitam itu melintas di penglihatannya. Tetapi, Romero lekas menyingkirkan segala pikiran buruk yang datang beruntun menyerang otaknya.

"Kau itu baru enam tahun, tapi kenapa kau selalu mengeluarkan kata-kata umpatan kepadaku? Kau menyebutku Kaisar brengsek atau Kaisar bajingan. Dari mana kau belajar kata umpatan itu? Ya, aku tidak peduli, memangnya apa yang aku harapkan dari anak penjahat sepertimu?" ujar Romero.

"Kau itu takut padaku, bukan?" tanya Xavelia to the point.

Sepasang mata merah Romero membulat sempurna. "Apa? Takut padamu? Tidak ada gunanya aku takut pada gadis kecil sepertimu," elak Romero berbohong.

"Kalau begitu apa kau akan mengizinkanku tinggal di istana?"

"Hah? Kau berharap tinggal di istanaku? Jangan harap! Kau tidak akan aku biarkan tinggal di istana ini. Kau hanya akan mencoreng nama baikku."

Xavelia berdecak sebal, dia sudah tahu jawaban dari Romero tapi dia tetap saja dia ingin memastikannya.

"Baiklah, aku akan mengasingkan diri dari istana, tapi aku pastikan kau nanti memanggilku ke istana lebih dulu."

Romero mengepalkan kedua tangannya, ingin rasanya dia menyumpal mulut gadis kecil yang berbicara seenaknya padanya. Namun, fokus Romero teralihkan oleh Sylvestian yang berdiri di samping Xavelia.

"Siapa kau?" tanya Romero.

"Saya Sylvestian," jawab Sylvestian singkat.

"Sylvestian? Kenapa kau bisa bersama gadis ini?"

"Karena saya mulai sekarang adalah pelayan pribadi Tuan Putri Xavelia. Jadi, saya ingin memperingatkan sesuatu. Apabila di antara Anda semua ada yang menyakiti beliau atau bahkan menjadikan beliau sebagai tumbal lagi maka saya takkan segan-segan menghabisi kalian langsung dengan tangan saya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status