Share

3. Dimulainya Penumbalan

"Apakah itu masuk akal? Gadis kecil berusia enam tahun melakukan pembunuhan dengan cara membakar panti asuhan dan juga membakar istana dingin."

"Maksudmu insiden kebakaran yang disebabkan oleh anak penjahat itu? Aku awalnya menolak percaya, tapi kemarin aku melihat kesatria istana mengawal gadis itu ke penjara bawah tanah."

Desas-desus perihal kejahatan yang dilakukan Xavelia menyebar secara cepat melalui media penyebar informasi. Berita ini pun seketika ramai diperbincangkan, bahkan pihak kekaisaran lain juga ikut membicarakannya. Xavelia berakhir dikurung di penjara bawah tanah dengan hukuman yang masih belum ditentukan.

"Anak ini membuat reputasiku tercoreng, kenapa dia tidak mati saja bersama Ibunya?"

Romero tampak tertekan menghadapi berbagai kecaman dari masyarakat untuk menyingkirkan Xavelia dari Esperanza. Namun, Romero tak bisa melakukannya, berbagai upaya pembunuhan dia lakukan tapi tidak ada satu pun yang berhasil.

"Percuma saja, Yang Mulia, tidakkah Anda ingat? Tuan Putri Xavelia pernah disuguhi racun paling mematikan oleh pelayan yang kita bayar, tapi ajaibnya beliau tidak mati meski telah meminum racun itu berulang kali," ujar Manuel — asisten pribadi Romero.

"Itulah yang jadi masalahnya, Xavelia tidak mudah untuk dibunuh. Bahkan aku pernah membayar seseorang untuk membunuhnya, tapi luka yang diakibatkan senjata tajam pulih begitu mudahnya. Xavelia seolah-olah terlahir dengan nyawa yang tak terbatas, dia tidak mengenal mati," tutur Romero.

Xavelia punya hidup yang dipenuhi ancaman pembunuhan, nyawanya kerap kali terancam akibat ulah Ayah kandungnya sendiri. Romero seakan takut dengan keberadaan Xavelia, dia mewaspadai putrinya sendiri layaknya bom yang akan meledak pada waktu yang tidak ditentukan.

"Yang Mulia, gawat!" Seorang kesatria tiba-tiba menyelonong masuk ke dalam ruangan Romero. Dia tampak membawa kabar penting untuk dilaporkan kepada Romero.

"Ada apa? Apa yang membuatmu tergesa-gesa?" tanya Romero disertai ekspresi dingin.

Kesatria itu tersentak, dia nyaris melakukan kesalahan besar. "Itu ... di sebelah selatan wilayah perbatasan kekaisaran telah muncul gerbang neraka. Seluruh monster neraka bermunculan dan mengacau di pemukiman rakyat. Jumlah monster neraka kali ini melebihi jumlah biasanya. Kemungkinan terbesar akan terjadi ledakan monster yang membenamkan kekaisaran di lautan darah," jelas kesatria tersebut.

Romero dan Manuel sontak kaget mendengar penjelasan si kesatria, mereka pun bergegas keluar dari istana dan menuju ke selatan wilayah perbatasan Esperanza. Betapa terkejutnya mereka menyaksikan situasi terkini, suara jeritan rakyat bergema dan saling bersahutan. Mereka memohon pertolongan dari kesatria sekitar, tapi jumlah monster neraka yang berkeluaran dari sebuah gerbang hitam besar juga tidaklah sedikit.

"Yang Mulia, monster neraka kali ini terlihat berbeda, mereka tampak seperti tak bernyawa, bahkan arah serangan mereka tak beraturan," ucap Manuel terpaku.

"Tidak salah lagi, mereka adalah undead, jangkauan serangan mereka berbeda dengan monster neraka yang biasa kita lawan." Perkataan Romero membuat Manuel kian terperangah.

"Undead? Berarti monster neraka yang telah mati baru memasuki fase revolusi menjadi undead. Saya kira itu hanya ada di buku saja, ternyata mayat monster neraka benar-benar bisa berevolusi menjadi undead."

Kemudian Romero turun memasuki medan pertempuran, dia dan Manuel menghajar seluruh undead yang mencoba menyerang rakyat. Mereka tiada henti menghabisi para undead yang semakin beringas hingga berganti hari pun gerbang neraka masih belum tertutup. Seminggu berlalu, kondisi kian parah, akhirnya Romero menanyakan masalah ini kepada pihak kuil.

"Salam kepada Yang Mulia Kaisar Esperanza, semoga Dewa Efrainnes, sang pencipta dunia selalu melindungi Anda." Seorang pria paruh baya berpakaian putih keemasan datang menghadap Romero di ruang singgasana.

"Penatua famulus, lama tidak berjumpa, saya membutuhkan bantuan Anda terkait gerbang neraka yang tak kunjung tertutup. Apakah Anda tahu penyebabnya?" tanya Romero to the point.

Romero menaruh harapan besar terhadap penatua famulus. Sebagaimana yang diketahui, famulus merupakan pelayan dewa yang berdiam diri di kuil suci. Sedangkan orang yang menghadap Romero kini adalah seorang penatua famulus yaitu pelayan dewa yang paling lama mendedikasikan dirinya kepada kuil suci.

"Saya tahu cara mengatasinya, tapi saya tidak tahu penyebabnya. Ini adalah fenomena ledakan monster neraka lalu saya baru saja mendapat wahyu dan wahyu itu berisi perintah penumbalan," papar Geomar — penatua famulus.

Spontan sepasang netra merah Romero membulat sempurna, tiba-tiba sebuah harapan muncul untuk menjawab segala kesulitannya selama beberapa hari ini.

"Penumbalan? Apa yang harus ditumbalkan?" tanya Romero.

Senyum seringai terbit di bibir Geomar. "Menumbalkan salah satu keturunan berdarah kekaisaran, Anda harus menumbalkan salah seorang anak Anda, Yang Mulia."

Romero langsung mengerti maksud dari Geomar, sebuah nama anaknya pun terlintas di kepalanya.

"Hahaha, bagus! Ini sangat bagus, aku akan mempersiapkannya segera."

Keesokan harinya, Xavelia dikeluarkan dari penjara bawah tanah, dia diseret oleh kesatria menuju ke wilayah perbatasan. Kala itu ramai orang berada di sana untuk menyaksikan proses penumbalan. Ya, Romero memutuskan untuk menumbalkan Xavelia, dia menggunakan hal ini untuk melenyapkan Xavelia dari dunia ini. Di sekeliling mereka telah dipasang dinding aura untuk mencegah masuknya para monster ke wilayah Esperanza.

"Halo, putriku. Bagaimana kabarmu? Ini pertama kalinya bagimu bertemu langsung dengan Ayahmu, bukan?"

Romero mencoba memberikan tekanan besar kepada Xavelia, tapi di luar dugaan gadis itu bahkan tidak terpengaruh oleh tekanan tersebut.

"Apakah kau Ayahku? Kau si brengsek yang membuat Ibuku menderita? Jadi, apa lagi yang ingin kau lakukan padaku?" Xavelia menatap Romero dengan tatapan penuh intimidasi.

"Hari ini kau akan menjadi pahlawan kebanggaan bagi Esperanza. Ya, kau harus menjadi tumbal untuk menutup gerbang neraka ini." Romero menunjuk ke arah gerbang besar yang menganga. "Jadi, menurutlah dan tunjukkan rasa baktimu kepadaku."

Para famulus membekap mulut Xavelia, gadis kecil itu meronta tapi tenaganya kalah besar dari pria yang mengunci pergerakannya. Pada akhirnya, Xavelia pun pingsan, tubuhnya digotong ke dekat gerbang neraka. Romero mengamati dari jauh, dia menantikan kematian Xavelia. Selepasnya, tubuh kecil Xavelia dilempar masuk ke dalam gerbang. Entah karena alasan apa, seluruh undead yang berada di luar gerbang pun kembali memasuki gerbang. Perlahan gerbang neraka tertutup dan gadis kecil itu terjebak di rencana penumbalan ini.

Beberapa menit berselang, Xavelia membuka matanya, dia mendapati dirinya di atas tanah berbatu dengan langit merah bercampur hitam.

"Mereka benar-benar ingin membunuhku, aku tidak boleh mati di sini." Xavelia lekas bangkit dari posisinya, para undead dan monster biasa mengerumuninya, tapi Xavelia berhasil lolos dari mereka.

"Bukakan pintunya! Aku tidak mau menjadi tumbal! Biarkan aku keluar dari sini!" Xavelia menggedor-gedor gerbang, tapi semuanya terasa percuma sebab teriakannya takkan sampai ke telinga orang yang berada di luar sana. Xavelia benar-benar dijebak, dia menjadi korban kebencian sang Ayah yang mendalam padanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status