Di rumah Keluarga Karim, Anwar sedang menikmati makan malamnya. Saat menyadari kedatangan seseorang, dia tetap menikmati makan malamnya dan ekspresinya terlihat makin tegas.Sejak perdebatan terakhir di rumah sakit, Anwar tidak pernah makan bersama Jason lagi. Oleh karena itu, dia yakin Jason datang untuk berdamai dengannya. Bagaimanapun juga, dia sudah memimpin Keluarga Karim selama puluhan tahun, sedangkan Jason baru beberapa tahun saja. Dia pun mengangkat kepala dan melirik kepala pelayan.Melihat itu, kepala pelayan itu segera menyiapkan satu set alat makan untuk Jason sebagai tanda ini adalah kesempatan dari Anwar.Jason dan Anwar pun duduk di ujung yang berlawanan di meja makan yang begitu luas.Anwar bertanya dengan nada santai, "Rachel baik-baik saja, 'kan?"Jason menjawab dengan dingin, "Baik-baik saja.""Aku sudah menyuruh orang mencari ahli gizi. Hari pernikahan kalian sudah dekat, harus segera merawat kesehatannya," kata Anwar.Anwar terdengar sangat peduli dan mementingkan
"Dia adalah wanitaku," kata Jason."Apa yang kamu katakan?" tanya Anwar sambil menatap Jason dengan tidak percaya dan suaranya juga bergetar."Dia adalah wanitaku," kata Jason lagi dengan tegas."Tutup mulutmu! Kamu sudah gila! Kenapa kamu melakukan ini?" kata Anwar lagi.Mendengar perkataan itu, Jason langsung memberi isyarat pada Norman untuk meletakkan tablet di meja dan memutar rekaman Anwar yang memukul Janice dengan alasan yang dibuat-buat.Wajah Anwar langsung menjadi pucat. "Kamu membuat keributan yang begitu besar hanya karena satu tamparan ini?""Ya," jawab Jason."Dulu kamu meninggalkannya demi keuntungan sendiri, apa kamu nggak merasa tindakanmu sekarang ini sangat konyol?" tanya Anwar sambil mendengus.Jason menatap pola emas yang rapi di cangkir porselen putih, lalu langsung berkata, "Dulu? Kenapa kamu bisa berpikir aku meninggalkannya demi keuntungan sendiri dan bukan demi dia? Aku ingin dia tetap hidup, tapi tetap memilikinya sepenuhnya juga. Aku nggak peduli seberapa k
Rachel kembali ke tempat tinggalnya dalam keadaan linglung.Begitu Rachel duduk, Elaine segera menyerahkan segelas air hangat ke tangan Rachel. "Rachel, kamu masih ingin terus bersabar? Pak Jason bahkan mengorbankan hubungan dengan ayahnya demi dia, bagaimana dengan kelak?"Mendengar perkataan itu, tangan Rachel yang memegang gelas pun mulai bergetar. Dia menundukkan kepala dan berkata, "Kalau Janice sudah pergi ke luar negeri, semuanya akan baik-baik saja."Elaine langsung merasa kesal. "Kamu pikir semuanya akan berakhir kalau Janice sudah pergi ke luar negeri? Apa kamu lupa bisnis Keluarga Karim tersebar di berbagai negara? Perjalanan dinas bisa berlangsung dari sepuluh hari sampai setengah bulan. Kalau kamu nggak ada, siapa yang bisa menjamin apa yang akan terjadi?""Sudah cukup! Bibi, jangan bicara lagi," kata Rachel sambil meletakkan gelasnya dengan keras dan ekspresinya terlihat makin muram.Melihat situasi itu, Elaine mengernyitkan alis. Dia merasa agak kesal, tetapi dia tetap b
Anwar berdiri dengan tegap dan ekspresinya terlihat serius. "Bu Elaine, kalau kamu sudah berbicara seperti ini, kamu pasti punya rencana, 'kan?""Ya," jawab Elaine sambil tersenyum sinis.....Tiga hari kemudian.Saat pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan ulang, Janice melihat lima ikan emas di kantor Arya yang berenang dengan lincah.Melihat ikan-ikan itu, Arya menghela napas dan berkata, "Mau bawa satu buat masak dengan sambal?"Janice mencibir, "Kalau mau makan, kenapa nggak kamu dulu yang makan?""Aku nggak mau ribut dengan dia," jawab Arya dengan santai sambil menundukkan kepala dan memeriksa laporan medis.Janice tahu Arya adalah orang yang lembut hati. Saat menunggu Arya selesai memeriksa pasien, dia sempat mengobrol sebentar dengan perawat di luar dan baru tahu Arya pernah dikejar pasien yang terlalu percaya takhayul. Saat itu, Zion yang membantu Arya dan bahkan hampir ditikam.Landon juga pernah mengungkit Zion bukan hanya murid yang disponsori ayahnya, tetapi seorang yatim p
Setelah meninggalkan rumah sakit, Janice langsung naik taksi menuju cabang perusahaan Grup Luthan. Dia melihat jam tangannya karena Landon ada rapat yang berlangsung sekitar dua jam pada sore harinya. Dia datang tepat waktu, tetapi dia sengaja menunggu lima menit baru mengirim pesan pada Landon.[ Rapatnya sudah selesai? ]Hanya dalam beberapa saat, Landon langsung membalas.[ Hampir selesai. Ada apa? ]Janice membalas sambil tersenyum.[ Datang menjemput pacar pulang kerja. ]Setelah mengirim pesan itu, Janice mengirim fotonya dengan latar gedung perusahaan pada Landon.Melihat foto itu, Landon langsung membalas.[ Aku segera ke sana. ]Janice tersenyum saat melihat balasan pesan itu, lalu mengangkat kepalanya dan menikmati langit senja yang indah.Beberapa saat kemudian, Landon sudah keluar dari gedung. Dia langsung meraih tangan Janice untuk mengecek suhunya dan berkata, "Kenapa nggak tunggu di dalam?"Janice baru saja ingin menjawab, tetapi dia secara refleks menarik kembali tangan
Setelah itu, Janice melihat jam tangannya. "Sudah hampir waktunya, ayo kita naik ke lantai atas.""Ya," jawab Landon.Setelah itu, keduanya berbalik dan menuju eskalator. Namun, baru berjalan beberapa langkah, mereka sudah mendengar suara yang familier dari arah belakang."Kak Landon.""Pak Landon."Saat itu, Janice tidak menyangka bisa bertemu dengan Rachel dan Fiona di tempat ini.Rachel terlihat jauh lebih sehat daripada sebelumnya dan tetap ramah terhadap Janice.Namun, Janice yang merasa agak canggung hanya bisa tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Tepat pada saat itu, dia malah melihat tatapan Fiona yang meremehkan. Dia malas meladeni Fiona, sehingga dia pun menatap Landon yang berdiri di sampingnya.Landon mengernyitkan alis dan berkata, "Kamu baru agak sembuh, kenapa sudah keluar lagi?""Ini demi urusan acara pernikahan. Pengelola acaranya bilang dekorasi bunganya harus ditentukan sekarang, tapi Pak Jason mana mungkin mengerti hal seperti ini. Jadi, aku send
Saat Janice masih sedang menatap tiket film, pemeran utama wanitanya tiba-tiba berteriak. Tangannya langsung bergetar karena terkejut, ponselnya akhirnya terjatuh ke lantai dan layarnya langsung mati. Sialnya, ponselnya malah terjatuh tepat di samping kaki orang di sebelahnya.Janice meminta maaf dengan pelan. "Maaf, bisakah kamu geser kakimu sedikit? Ponselku jatuh, sebentar saja."Orang itu tidak menjawab, tetapi kakinya yang panjang bergeser sebentar.Janice segera jongkok karena tidak berani berlama-lama dan meraba lantai untuk mencari ponselnya. Namun, keadaan di dalam bioskop sangat gelap, tangannya akhirnya tidak sengaja menyentuh kaki orang itu. Dia tidak berani mengangkat kepala karena merasa canggung.Namun, orang itu tiba-tiba menggerakkan kakinya dan mencondongkan tubuh ke arah Janice, lalu bertanya, "Perlu aku bantu mencarinya?"Begitu mendengar suara itu, Janice langsung mengangkat kepalanya. Wajah orang terlihat samar karena keadaan di dalam bioskop gelap, tetapi sepasan
"Siapa yang ingin minum bekas kamu?" kata Janice, lalu sengaja mengeluarkan teh susu lainnya yang masih belum dibuka dan menggoyangkannya di depan Jason dengan maksud menantang.Tepat pada saat itu, layar menjadi terang sejenak, sehingga Janice melihat Jason sedang tersenyum. Dia langsung bertanya-tanya mengapa Jason tersenyum.Saat Janice meminum teh susu miliknya, pasangan di sampingnya berbisik."Film dan teh susu untuk pasangan, hari ini kamu senang, 'kan?""Senang, tapi film ini sangat menjijikkan. Bajingan mana yang sudah merekomendasi film ini untuk pasangan?"Saat mendengar teh susu pasangan, Janice secara refleks melihat gelas di tangannya dan tangan Jason. Pantas saja Jason tersenyum, ternyata ini adalah minuman untuk pasangan. Saat membeli kupon minuman di daring, dia hanya tahu minuman ini adalah menu terbaru dan tidak memperhatikan desain gelasnya. Dia segera meletakkan teh susunya.Jason tidak menonton film, melainkan menatap gelas dari teh susu itu. Dia mendekati Janice
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can
Setelah bertemu dengan pemilik penginapan, Janice mengatakan bahwa dia ingin menginap dulu di penginapan tersebut.Pemiliknya tampak ketakutan karena insiden bunuh diri wanita sebelumnya. Melihat Janice datang sendirian, tatapannya pada Janice terlihat aneh. Bukan karena nafsu, melainkan karena takut Janice mati di penginapannya tanpa ada yang tahu.Pemilik penginapan pun berbaik hati mengajak Janice tinggal di properti lain miliknya yang tidak dekat dengan pantai.Saat memberikan kunci, dia bahkan menasihati, "Kamu masih muda dan cantik, harus bisa move on. Di dunia ini masih banyak pria."Janice sudah berkali-kali menjelaskan bahwa dia tidak ada niat bunuh diri, tetapi si pemilik tetap tak percaya.Keesokan harinya, setelah Janice menandatangani kontrak sewa, dia baru percaya bahwa Janice memang serius menyewa tempat itu. Dia bahkan bersikap sopan dan mengajak Janice sarapan bersama.Setelah sarapan, Janice mulai menjelajah layaknya seorang turis. Saat waktu di luar negeri sudah sama
Pada suatu liburan musim panas, Ivy tiba-tiba dipecat tanpa alasan yang jelas. Kebetulan saat itu Janice jatuh sakit parah. Pengobatannya menghabiskan banyak uang.Ivy menangis sepanjang malam. Sebelum fajar menyingsing, dia sudah menggandeng Janice berdiri di pinggir jalan tol menunggu kendaraan.Dia bahkan bersumpah tak akan membiarkan siapa pun menemukan mereka. Namun, setelah kabur seminggu, lokasi mereka terdeteksi karena tempat penginapan.Zachary pun menjemput mereka pulang. Kalau diingat sekarang, Janice ingin tertawa.Saat sedang tenggelam dalam kenangan, sebuah bus besar berhenti di depannya. Katanya ada pemeriksaan sebelum masuk tol, tetapi orang-orang di sekitar sudah naik dan memasukkan barang ke dalam bagasi.Janice sendiri tak punya tujuan tertentu. Yang penting bisa membawanya keluar dari Kota Pakisa.Dia menarik masker dan ikut naik ke dalam bus. Setelah membayar, dia memilih tempat duduk kosong secara acak.Tak disangka, penumpang dalam bus itu cukup ramai meskipun ha
Rachel mencengkeram baju Jason seolah-olah menggenggam cahaya terakhir dalam hidupnya. Sampai akhirnya, Jason perlahan menunduk dan mendekatinya.Air mata berlinang di wajah Rachel, seberkas harapan terpancar dari tatapannya. Rachel yakin, Jason tidak akan meninggalkannya begitu saja.Namun, detik berikutnya, hatinya seakan-akan tenggelam ke dalam danau es.Jason menggenggam tangannya, melepaskannya satu per satu. Suaranya datar, dingin seperti es. "Aku akan menemanimu sampai akhir. Hanya itu. Itu adalah utangku padamu."Rachel menatap tangannya yang terlepas perlahan. Air matanya jatuh makin deras. Dia tak sanggup menerima. Benar-benar tak sanggup.Karena tahu hidupnya tidak akan lama lagi, dia makin terobsesi pada apa yang benar-benar dia inginkan. Sekarang, satu-satunya yang dia pedulikan hanyalah Jason.Mau itu egois, mau itu obsesi, dia hanya ingin Jason tetap bersamanya. Dengan tidak rela, Rachel kembali menarik Jason dan akhirnya mengucapkan alasan sebenarnya kenapa Jason bersed
Sebelum dia sempat berbicara, lengannya sudah lebih dulu dicengkeram erat oleh pria itu. Dengan suara benturan keras, sepanci sup hangat yang baru saja matang langsung tumpah.Tatapan Jason tajam, jemarinya menegang, matanya merah, auranya penuh kemarahan dan niat membunuh. "Kenapa kamu harus mencarinya?"Rachel mendongak dengan kesakitan, menatap pria yang mengerikan itu dengan air mata mengalir. "Jarang sekali aku melihatmu sepanik ini. Kamu marah? Kalau marah, lampiaskan saja padaku!"Melihat air matanya, Jason seperti melihat kutukan yang memaksanya melepaskan cengkeramannya. Namun, Rachel malah menangis semakin keras. Dia melangkah pelan, ingin mendekatinya.Jason justru mundur dua langkah, menghindari sentuhannya. Mata hitam legamnya redup, seperti tenggelam dalam kabut yang hening, memandang Rachel seperti menatap laut tanpa gelombang.Rachel terisak-isak. "Kamu bahkan nggak mau marah padaku? Kenapa kamu rela melakukan apa saja demi dia?""Kakakku bantu Janice cari apartemen, la