Share

4. Izin

Wati beranjak menuju ruang makan, mengambilkan sepiring nasi goreng dan lauk sosis dengan hati yang galau. 

Ingin rasanya ia pergi dari rumah ini, tetapi ia merasa tak berdaya. Ia takut apabila kabur dari rumah ini, maka ia akan terlunta-lunta di jalanan. 

Sebetulnya, Wati punya ijazah SMU. Tapi, ijazah itu ia titipkan kepada Bu Nara–ibu pengurus panti tempatnya dulu dibesarkan. 

Wati melakukan itu karena tidak berpikir bahwa lembaran itu akan berguna. Dia memang tidak berniat bekerja setelah menikah.

Saat itu, Wati menyangka hidupnya akan lebih mudah setelah menikah. Sungguh, naif bin bodoh!

Nyatanya, kehidupan Wati menjadi lebih rumit dan morat-marit. Apalagi, saat menikah Dedy belum punya pekerjaan tetap.

Apabila sudah begini, menyesal rasanya dulu Wati menikah cepat-cepat. 

Lulus SMU, kenapa dia langsung menerima lamaran Dedy yang berumur dua tahun lebih tua daripada dirinya? Hanya karena sudah berpacaran selama tiga tahun, Wati tak kuasa ketika Dedy terus mendesaknya untuk menikah.

“Ah, Mas Dedy… kamu sudah membuatku kecewa,” bisik Wati di dalam hati. 

Wati hendak mengantarkan sepiring nasi itu ke kamar Rara yang tertutup. Namun, Wati kembali mendengar suara-suara dari kamar madunya. Suara desah yang diiringi cekikan tertahan.

Selama beberapa detik, Wati tidak tahu hal yang harus dilakukannya. Apakah ia sebaiknya mengetuk pintu kamar untuk memberikan sarapan yang diminta Rara? Ataukah sebaiknya ia pergi saja?

“Sudah, Mas. Sudah,” Wati mendengar bisik-bisik suara Rara.

“Kamu harus menebus kesalahanmu semalam karena tidur meninggalkanku,” balas Dedy juga berbisik.

“Aku sedang enggak enak badan,” protes Rara lagi.

“Akan aku bikin enak,” balas Dedy.

Wati tak tahan lagi mendengar itu semua. Air mata kembali mengalir di pipi. Ia berbalik pergi, mengembalikan piring nasi ke meja makan.

Di dapur, Wati menangis sesenggukan. Mengapa hidupnya jadi begini? Tiba-tiba Wati ingin sekali bertemu dengan Bu Nara di panti asuhan tempat dulu ia dibesarkan.

****** 

Akhirnya Rara dan Dedy keluar dari dalam kamar mereka. 

Saat keluar kamar, Rara dan Dedy sudah selesai mandi dan keramas. Mereka bersama-sama menuju ruang makan sambil bergandengan tangan–mesra sekali.

Tampaknya, Rara sudah lupa akan perintahnya membawakan sarapan ke kamarnya. 

Terbukti, ia tak mencari Wati dan memarahinya. Atau jangan-jangan semua itu hanya akal bulus Rara untuk menunjukkan kepada Wati bahwa dialah istri yang diinginkan Dedy?

Wati sendiri sudah tidak ada di ruang makan maupun dapur saat Dedy dan Rara masuk ke ruang makan. 

Ia sibuk menjemur baju yang baru dicucinya di halaman belakang rumah.

Setelah selesai menjemur, Wati masuk kembali ke dalam rumah dan melihat Dedy dan Rara sedang sarapan di meja makan. 

Tatkala melihat Wati, Rara langsung berteriak, “Mbak, ambilkan minum buatku dan Mas Dedy!”

Tanpa banyak bicara, Wati mengambil dua buah gelas lalu mengisinya dengan air dari dispenser. Saat memberikan dua gelas itu ke meja makan, Rara sedang bercanda mesra dengan Dedy.

“Mas, nakal, ah,” Rara mencubit lengan Dedy yang berada di sampingnya.

Rara sama sekali tak memedulikan kehadiran Wati yang baru masuk. Seolah-olah ia sengaja hendak memanas-manasi Wati.

“Kamu lebih nakal,” balas Dedy santai. Dedy pun tidak memandang sedikit pun ke arah Wati. Sikapnya sama sekali berbeda dengan saat tadi malam di kamar Wati.

Betulkah ia mencintai Wati seperti yang dikatakannya?

Dedy dan Rara sama sekali tidak menyadari, ekspresi Wati hanya terlihat biasa saja. Seakan-akan, ia tak terpengaruh oleh pameran kemesraan di hadapannya. 

“Ini minumnya.” Usai meletakkan dua gelas di meja, Wati pergi kembali tanpa kata. 

Ia lebih memilih menyapu teras di depan rumah, daripada harus mendengar obrolan Rara dan Dedy di dalam rumah. 

Setidaknya, di teras ia bisa menghirup udara segar untuk melegakan sempitnya perasaan.

Teras sudah hampir selesai disapu oleh Wati,saat Dedy dan Rara keluar rumah bersama-sama. 

Penampilan mereka sudah rapi, siap berangkat ke toko bersama-sama. Romantis. Sikap mereka berdua membuat Wati merasa bahwa dirinyalah tokoh jahat di dalam kisah ini.

“Ya ampun, aku ketinggalan dompet. Tunggu sebentar, Mas,” cetus Rara seraya berjalan masuk kembali ke dalam rumah.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Wati untuk mendekati Dedy yang sudah siap duduk di sepeda motor Ninja yang dibelikan Rara untuknya.

“Mas, aku kangen Bu Nara,” kata Wati blak-blakan.

“Lalu?” sahut Dedy seraya mengerutkan dahi.

“Aku ingin mengunjungi beliau, Mas. Mas juga sudah lama tidak bertemu Bu Nara, kan?” kata Wati pelan.

Bu Nara adalah ibu panti yang disayangi Wati. Dedy tahu itu. 

Cukup lama pria itu terdiam, sebelum langkah kaki Rara terdengar mendekat.

“Aku masih sibuk. Kapan-kapan saja kita ke sana.” 

“Ta–tapi, Mas…”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei anjing, kelewatan banget gobloknya tokoh cerita kau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status