Semakin mendekati akhir kontrak harusnya Lala senang, harusnya Lala lega.
Sebentar lagi dirinya akan terbebas dari Kungkungan aturan Glenn. Tidak lagi harus mengurusi bayi besar beserta kerepotannya. Tidak lagi mendengar teriakannya dan segala kemarahannya.
Tapi kenapa Lala semakin ke sini Lala malah semakin nyaman dengan laki-laki pemilik dada bidang itu? Pemilik lesung pipit dan pemilik mata hazel yang begitu Lala sukai.
“Astaga, sadar La!” ucap Lala mengeplak kepalanya sendiri, kemudian dirinya memberi tanda silang merah di kalender untuk satu hari yang akan dilewatinya ini. Setiap pagi itu yang dia lakukan, dulu berharap silang itu segera berjumlah dua ratus. Tapi sekarang entahlah Lala sendiri bingung.
Lala keluar kamar demi ingin menyelesaikan pekerjaannya, gunungan baju yang harus dia setrika tidak membuatnya malas, justru dirinya semangat. Suatu saat nanti dirinya pasti merindukan semua ini. Ini masih terlalu pagi, tapi Lala memang harus rajin
“Bersiaplah La, hari ini ikut aku! kita berangkat ke Singapura menemui, Papa” ucap Glenn meninggalkan ruangan itu. Bagi Glenn segala urusan yang menyangkut hubungannya dengan Sabila adalah prioritas. Setelah itu baru hidupnya bisa tenang. Apa pun perjuangan demi Sabila akan ia lakukan. “Glenn, tunggu dulu. Aku nggak mau ikut!” ucap Lala keberatan. “Jangan membuatku tambah pusing. Sudah seharusnya pembantu menuruti perintah majikannya. Ini juga termasuk kategori tugas pembantu!” Glenn bergegas bersiap diri, mandi dan berganti pakaian tidak lupa memesan tiket penerbangan ke Singapura pagi ini secara on line. Setelah di rasa cukup dirinya mencari Lala. “Cill!!! Apa kau sudah siap?” Teriaknya sambil berjalan ke kamar Lala. “Astaga! Kenapa belum siap?” tanya Glenn marah melihat Lala. Gadis itu begitu tenang, malah mengetik di depan laptopnya, bahkan tidak terganggu sedikit pun dengan kedatangan Glenn. Tubuh gadis itu masih terbungkus midi dre
Mereka sudah sampai di kediaman Herlambang. Fixs, kehidupan keluarga Glenn di Singapura bukan orang sembarangan. Hunian tersebut menggambarkan bungalow modern bergaya resort. Terletak di Caldecott hill, area kelas atas di dekat kawasan perbelanjaan Orchard Road yang terkenal. Glenn dan Lala di sambut Wina kepala asisten rumah tangga di rumah mewah tersebut. Wina adalah pengasuh Glenn ketika kecil, yang terpaksa ikut hijrah ke Singapura demi mengabdi pada orang tuanya. “Bibi Wina!!” Teriak Glenn pada wanita paruh baya itu, dirinya bahkan teramat rindu pada sosoknya. Jujur saja Glenn berkunjung ke Singapura bisa dalam hitungan jari. Glenn sadar diri jika orang yang dia sebut Papa itu kurang menyukainya. Wina sampai meneteskan air mata terharu demi pertemuan itu, bahkan dirinya tidak menyangka Glenn akan datang. Wina memeluk tuan mudanya begitu erat. “Mas Glenn! Astaga sekarang ganteng banget, ayoo silahkan masuk, Bibi kangen,” ucapnya ramah sembari meng
Glenn menerima setiap balasan dari makhluk cantik di atasnya, menyambut dan menyelaraskan dengan gerakannya sendiri, bagaimana pun Lala belum ahli melakukan itu semua. Kemudian Glenn membalik posisi, hingga dirinya berada di atas. Kedua tangganya bertumpu di sisi kanan kiri tubuh itu, agar tidak menimpanya. Glenn menatap wajah di bawahnya, “Berjanjilah! Kamu tidak akan menceritakan ini semua pada pasanganmu nanti dan aku pun demikian tidak akan bercerita apa pun pada Sabila. Cukup kita berdua yang rasa, dan aku berharap kelak kamu mendapat suami yang baik, asal jangan Alan!” “Kenapa begitu?” tanya Lala terkejut demi mendengar ucapan terakhir Glenn. Glenn, beralih merebahkan tubuh besarnya ke sisi sebelah kiri Lala, memandang langit-langit kamar itu, kemudian berucap, “Aku nggak rela,” ucapnya serak. Lala mengernyitkan kening, kemudian memiringkan tubuhnya, demi bisa melihat ekspresi wajah Glenn. Terusik dengan tatapan Lala Glenn memiringkan tu
“Mama sudah tidak tahu lagi, Glenn! Bagaimana cara membantumu berbicara pada, Papamu. Sebaiknya besok pagi kamu temui dia. Aku nggak yakin, mood dia baik malam ini. Bahkan mama punya pekerjaan baru buat menjelaskan ini semua!”“Jangan khawatir, Mah! Tidak akan ada apa-apa. Ini semua hanya salah paham,”“Sekarang jujurlah pada mama sebagai seorang laki-laki, sebelum pertunangan itu terjadi. Kamu memilih Sabila atau Lala?”“Mama ini aneh! Tentu saja aku memilih Sabila, dia calon tunanganku!”“Oke! Jauhi Lala, dan pecat dia!”“Ma, tapi Ma ....” ucap Glenn bingung.“Kenapa bingung? Kamu tidak bisa memainkan hati dua wanita sekaligus! Jika kamu ragu dengan keputusanmu, mama beri waktu sampai besok pagi! Pikirkan baik-baik malam ini!” ucap Sintia tegas dan meninggalkan Glenn, di kamarnya.Glenn membanting tubuhnya di kasur. Sulit ini akan menjadi sulit bagi
Pagi yang di tunggu sudah tiba, ini lebih menegangkan dari ujian semester, lebih menakutkan dari kemarahan Harjito padanya, lebih seram dari makhluk hitam mengerikan yang pernah ditemui di kamarnya.Semalam Lala hanya pura-pura tidur saja, bahkan Lala tahu saat Glenn memberinya selimut kemudian mengecup dahinya. Setelah Glenn keluar nyaris Lala tidak bisa tidur sama sekali.Tetapi untuk apa takut? Bukankah Lala putri Harjito Pribadi? Tidak sepantasnya menjadi seorang penakut. Bahkan, Lala masih mengingat pesannya dengan baik. Ayahnya itu tidak pernah mendidiknya menjadi seorang pengecut, mudah menyerah dan lari dari masalah.Lala memutuskan bangun. Bertepatan dengan pintu yang terbuka. “Maaf Non, aku mau ambil piring kotor,” ucap Wina tersenyum sopan. Kemudian masuk di kamar itu dan mengambil piring bekas makannya semalam.Lala membalas senyum itu, “Jangan panggil aku Non, Bi! Panggil Lala saja. Aku sama kaya Bibi kok, pembantu bag
“Maaf, Pah. Jangan salah paham. Aku masuk kamar Lala hanya ingin memastikan dia sudah makan atau belum. Meskipun statusnya pembantu tapi karena yang mengajak saya ke sini , maka saya bertanggung jawab.” Glenn mencoba membela diri.Herlambang tertawa mencemooh, demi apa pun dia tidak percaya ucapan Glenn. “Lazimkah seorang majikan menyusul pembantunya dan menutup rapat pintu itu kemudian menguncinya. Satu hal lagi, majikan itu berada di kamar itu lebih dari satu jam! Lucu sekali jika semua itu hanya rasa khawatir jika pembantunya kelaparan,”“Pah, mungkin saja Glenn benar. Setahu mama Glenn jarang berbohong.” Sintia berucap agar bisa membantu Glenn keluar dari jerat tuduhan Herlambang.Herlambang menggeleng tegas. “Kamu laki-laki! Meskipun sejak kecil kita tidak dekat, bagaimana pun kamu keluar dari rahim orang yang aku sayangi. Sehingga kau bisa menyebutku sebagai Papa. Sebagai Papa mu aku tidak suka jika kau plin-plan!
“La, maafkan aku!” ucap Glenn menatap lurus Lala. Kedua orang tuanya sudah berangkat ke kantor. Terlihat Lala membereskan travel bag di kamar Glenn. Sepertinya mereka berniat pulang saat ini juga.“Maaf untuk apa? Kita bicara di luar saja. Takut ada yang salah paham lagi,” gadis dengan rambut lurus tergerai sepundak itu menyeret travel bag dan membawanya menyusuri ruangan hingga duduk di ruang tamu. Ruangan di mana pertama kali dia datang.Glenn duduk di sofa sebelah kiri Lala dengan posisi tubuh sedikit miring demi bisa melihat ekspresi wajah Lala. Sementara Lala tampak tenang, duduk dengan posisi kaki menyilang dan tangan di atas pangkuannya.“Mau ngomong apa Glenn? Aku akan dengarkan. Dan aku ingatkan sekali lagi, mulai hari ini aku bukan lagi pembantumu, jadi jangan memerintahku. Perjanjian kita batal, dan 200 hari itu mau tidak mau selesai hari ini.” ucap Lala dengan tatapan lurus ke depan.Glenn seperti bingung da
Tidak ada orang bodoh, yang mau mengorbankan hubungan yang sudah tiga tahun dijalani demi hubungan enam bulan yang tidak jelas statusnya apa.Ya. Sebenarnya status mereka itu apa?Apakah Glenn pernah mengutarakan secara eksplisit perasaannya pada Lala? Atau secara gamblang mengakui jika dirinya sudah jatuh hati padanya? Nyatanya Glenn sendiri juga tidak paham dengan segala kemauannya.Yang dia tahu. Dirinya tidak rela Lala dimiliki laki-laki lain, tetapi bagaimana menjelaskannya pada Lala tentang perasaannya itu?Arghhhh .... Glenn mengerang melampiaskan rasa resah yang kian membuncah. Glenn sudah berada di kamarnya. Selama beberapa jam pria itu mengurung diri. Tidak banyak yang dia lakukan selain mendesah frustasi, berjalan mondar-mandir kesana-kemari sudah seperti seekor anak yang akan ditinggal induknya pergi.Bagaimana dirinya tidak gundah, sepulang dari Singapura Lala begitu irit bicara. Tampaknya, Glenn harus berbuat sesuatu sebelum terlambat