Sudah genap sebulan Jelita menjadi asisten rumah tangga William. Jelita mulai bertanya-tanya apakah William sudah mendapatkan calon majikan baru buatnya. Tapi Jelita tak berani membuka percakapan untuk membahasnya karena William terlihat sangat sibuk. William berangkat ke kantor pagi-pagi dan pulang setelah larut malam. Bahkan sampai begadang di depan laptop, sambil berkutat dengan tumpukan kertas di meja kerjanya. Jelita tak berani mengusiknya kalau sudah begitu. Jelita akhirnya pilih sabar menunggu, William pasti akan memberitahunya sendiri cepat atau lambat.
Dan pagi ini, Jelita melihat William sudah berpenampilan rapi untuk berangkat kerja. Pria itu baru saja memasuki ruang makan, menuju meja di mana Jelita sedang menyajikan sarapan berupa roti panggang, alpukat, dan telur rebus.
"Avocado toast?" William menoleh kepada Jelita sambil menarik sebuah kursi untuk didudukinya.
Jelita menuangkan air minum ke gelas William seraya berkata, "Proses pembuatannya tanpa penggorengan sehingga rendah lemak. Menu ini menyehatkan karena kandungan gizinya lengkap. Roti sebagai sumber karbohidrat, alpukat sumber serat, dan telur sebagai sumber protein."
"Padahal aku kangen menu yang agak berat, nasi goreng atau nasi uduk misalnya." William menyahut sambil mulai mengunyah avocado toast yang tersaji di piringnya.
"Oh, ma-maaf. Akan saya buatkan besok." Wajah Jelita berubah sendu. Padahal dia pikir William bakal menyukai sajiannya ini, sebab setahunya William suka dengan sesuatu yang serba sehat.
William bisa mendengar ada nada sesal yang agak murung dalam suara Jelita barusan. "Tapi sepertinya aku memang harus diet, pilihan menumu pagi ini sudah tepat kok." William buru-buru mengatakannya untuk menghargai upaya Jelita yang sudah memilihkan menu sehat buatnya. Dan pria itupun tersenyum melihat Jelita tersenyum.
"Ayo, kita sarapan bareng. Duduklah," ajak William sambil menunjuk kursi di depannya dengan isyarat kedikan dagunya agar Jelita mengambil tempat di sana.
Jelita menurut. Baginya itu seperti titah yang segan untuk dibantah. Padahal sebenarnya dia belum ingin makan sepagi ini.
"Oya. Bik Yuni belum bisa balik, anaknya butuh waktu pulih lebih lama dari yang semula dia kira. Jadi dia minta perpanjangan cuti 2 bulan lagi. Tapi kamu sudah bisa kan handle semua pekerjaan di rumah ini?"
'Yes!' Jelita bersorak senang dalam hati. "Bisa dong, Bang," sahutnya cepat. Dia tak sanggup menyembunyikan senyum leganya.
"Kenapa? Senang nggak jadi dieliminasi?" William menatap Jelita dengan senyum meledek.
Jelita jadi salah tingkah. "Omong-omong ..., sudah ada belum ... teman Abang yang butuh pembantu?" Iapun memanfaatkan kesempatan itu untuk membahasnya sekalian mumpung momennya pas.
"Ck. Aku kan masih butuh kamu 2 bulan lagi di sini."
"Maaf, Bang. Tapi kan 2 bulan itu cepat. Kalau Bik Yuni balik tapi saya belum dapat majikan baru, gimana dong?"
"Ya tinggal pulang aja lagi ke kampung, kamu kan bisa kerja sama mamiku. Meskipun pekerja di rumahnya sudah banyak, tapi kan kamu jago masak. Apalagi mami bilang kalau dia cocok dengan masakanmu. Pasti dia menerimamu. Aku akan membujuknya juga nanti."
Seketika itu juga bahu Jelita melunglai. "Tapi, Bang. Saya nggak mau balik ke kampung," suaranya tiba-tiba terdengar memelas. Bahkan mata gadis itu berkaca-kaca.
William menghela napas sejenak, mengusir rasa tidak enak di hatinya melihat kesedihan yang menantul-mantul dalam bola mata gadis itu.
"Lita, ... orang-orang di luar sana itu punya beragam karakter yang belum tentu aman buatmu. Banyak serigala berbulu domba di kota ini."
"M-maksudnya?" Jelita berkedip-kedip bingung.
"Kurasa kamu sering dengar kasus pelecehan terhadap pembantu yang dilakukan oleh majikan mereka sendiri, bahkan ada yang sampai dibuat hamil. Selain itu banyak kasus lainnya." William akhirnya menerangkan dengan gamblang agar gadis itu mengerti dan memahami apa yang menjadi pertimbangannya untuk memulangkan Jelita ke kampung saat Bik Yuni kembali nanti. Dia bersimpati pada Jelita dan ingin Jelita bekerja aman di rumah ibunya saja.
"Kupikir-pikir, ... pulang lagi ke kampung dan bekerja dengan mamiku akan lebih baik dan aman buatmu daripada mencari majikan baru di Jakarta. Meskipun kamu bekerja dengan teman atau orang yang kukenal tapi tak menjamin apa mereka dan keluarganya bakal bersikap baik padamu nanti."
William rasa apa yang dikatakannya tadi sudah sangat jelas dan setelah itu Jelita bisa menerimanya. Tetapi yang terjadi, air mata Jelita justru mengalir.
"Hei, ... kok malah nangis?"
"Tapi saya ... nggak mau pulang lagi ke kampung, Bang ..., meskipun diterima bekerja di rumah Nyonya Cindy. Saya benci tinggal di sana." Jelita terisak-isak. "Saya ... pernah ... hampir diperkosa bapak saya sendiri." Kemudian gadis itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Hatinya diremas trauma saat teringat lagi peristiwa di malam jahanam itu, di mana bapaknya sendiri dengan tega menggagahinya.
William membeku. Dia kaget karena Nyonya Cindy tak pernah cerita soal ini. Kemudian dia beranjak mendekati Jelita dan menepuk-nepuk lembut pundaknya yang terguncang-guncang tangis.
"Padahal ... saya ... sudah memohon-mohon padanya agar berhenti. Tapi—"
"Ssst ..., cukup." William merengkuh gadis itu dan menenangkannya. "Tak perlu dilanjutkan. Jangan kamu ingat-ingat lagi. Itu hanya akan menambah sakit hatimu saja," bisiknya seraya menahan getar kemarahan. 'Brengsek! Orangtua macam apa sih mereka? Ibu suka menyiksa dan bapak mau memerkosa. Kasihan banget kamu, Lita ...,' pikirnya prihatin.
William mengetatkan pelukannya dan Jelita pun terbenam hangat di sana. Jelita memejamkan mata kala rasa nyaman dan aman merambati segenap perasaannya lewat pelukan William yang terasa kokoh namun lembut, terasa peduli dan melindunginya.
"Saat saya lapor polisi, ... keluarga saya malah marah-marah. Katanya laporan saya itu jadi aib keluarga. Mereka bilang bapak saya bunuh diri akibat laporan itu. Katanya sayalah penyebab kematian bapak saya sendiri. Mereka semua membenci saya. Karena itulah ... saya bertekad pergi dari sana. Kebetulan Nyonya Cindy menawari saya kerja di sini." Jelita berkata masih dengan terisak.
William menepuk-nepuk lembut pundak Jelita. "Dalam kesempurnaan Tuhan, tak ada yang namanya kebetulan, Lita. Itu cara Tuhan menolongmu. Kamu memang harus menjauh dari lingkungan yang bisa merusak mental dan jiwamu," katanya, sambil diam-diam bersyukur dalam hati karena pada saat itu mami pandai membujuknya, hingga akhirnya dia mau menerima Jelita ikut serta ke Jakarta dengannya pada saat itu juga.
Setelah tangisnya reda dan perasaannya membaik, Jelita ingin melepaskan diri dari pelukan William, tetapi pria itu menahan dan kembali mengetatkan pelukannya. Lalu samar-samar, entah hanya perasaannya atau bukan, Jelita merasakan kecupan hangat mendarat di keningnya. Bersama dengan itu dia mendengar William bertutur dengan teramat lembut, "Jangan cemas, kamu sekarang aman di rumahku. Tak usah lagi pulang ke kampung, atau kemana-mana, kamu boleh tetap di sini."
"Me-meskipun ... Bik Yuni sudah kembali?"
"Iya."
“Ta-tapi, Abang bilang cuma butuh satu pembantu?”
“Bawel, ... bukan urusanmu.” William menjitak Jelita dengan pelan alih-alih mengomelinya.
***
Selamat membaca. Boleh tinggalkan masukanmu di kolom komentar ya :)
Adam Ashford menikahi Laura dengan identitas barunya sebagai Keanu Royce. Hanya Laura dan Sam yang tahu bahwa Keanu Royce adalah Adam Ashford. Mereka menyimpan rahasia itu seumur hidup mereka. Demi melindungi rahasia itu, Laura memutuskan keluar dari lingkaran pertemanannya dengan para sosialita. Semakin sedikit teman yang mengenalnya, akan semakin aman bagi mereka. Laura tak mau terhubung dengan media sosial. Ia ingin hidupnya terlindungi dari mata publik dan jagat internet yang selalu penuh dengan gosip. Dia ingin melindungi sosok suaminya yang baru dari orang-orang yang mungkin memiliki niat jahat. Tak ada yang boleh tahu bahwa Adam masih hidup dalam sosok Keanu Royce. Karena itulah dia hanya mendaftarkan pernikahan resminya dengan Keanu Royce, tanpa perayaan pesta. Lagipula setiap malam bersama Adam adalah pesta baginya, suaminya itu menyentuhnya dengan penuh cinta dan mempersembahkan kepuasan yang tak tertandingi. Mereka berdua hidup bahagia dalam kedamaian dan kebahagiaan mer
Laura lega setelah bicara dengan Nicholas. Anak itu akhirnya melupakan permintaan hadiah ulang tahunnya berupa ‘daddy’. Sebagai gantinya, Laura mengajaknya pergi jalan-jalan ke taman safari. Nick senang sekali menikmati pemandangan satwa liar dari dalam mobil. Ditambah Keanu yang menjelaskannya tentang banyak hal tentang satwa-satwa itu. Nicholas semakin terpukau akan pengetahuan Keanu yang luas tentang dunia hewan.Sementara Laura yang berada di kursi belakang tersenyum melihat antusiasme Nicholas dan kesabaran Keanu dalam memaparkan wawasan tentang dunia satwa kepada Nicholas. Dalam hati Laura mengakui bahwa Keanu memiliki jiwa kebapakan yang sangat dibutuhkan putranya. Bukan hanya Nicholas, Laura juga merasa membutuhkan Keanu. Sejak kedatangan pria itu dalam hidupnya, hari-harinya mulai terasa berbeda. Ada satu ruang kosong di hatinya yang pelan-pelan mulai diisi oleh Keanu. Namun di sisi lain, Laura masih belum siap untuk melengserkan Adam Ashford yang selama ini bertahta dalam h
Ulang tahun Nicholas yang kelima menjadi sebuah perayaan yang berkesan. Meskipun pesta tersebut hanya dihadiri oleh teman-teman sekolah Nicholas, Laura telah merancang segalanya dengan sempurna. Rumahnya yang mewah dan luas menyediakan latar belakang yang indah untuk perayaan ini, tetapi Laura dan Nicholas tetap menjalankannya dengan kerendahan hati.Tamunya tiba dengan senyum penuh kekaguman saat mereka memasuki rumah besar Laura. Mereka melihat sentuhan berkelas dalam setiap sudut rumah Laura yang luas dan mewah. Dan Laura telah mendekor sebuah ruangan dengan dekorasi sederhana namun elegan. Souvenir yang disiapkan Laura untuk para tamu adalah barang-barang bermerk terkenal dan mahal, membuat semua orang terkesan, bahkan kado mereka untuk Nicholas saja tak semewah dan semahal ini. Tetapi mereka tahu, bahwa bagi Nicholas dan juga Laura, kehadiran mereka terasa lebih penting daripada kado apapun yang mereka bawa.Nicholas begitu bahagia, matanya berbinar-binar ketika ia menerima kado
Sambil bergandengan tangan, Laura dan Adam memasuki night club eksklusif dengan sinar lampu berkilauan yang memantulkan warna-warni ke seluruh lantai dansa. Musik berdentum keras menggema di seluruh ruangan, dan orang-orang berdandan glamor berdansa di lantai. Laura merasakan sensasi kebebasan yang luar biasa begitu ia melangkahkan kakinya ke dalam klub ini. Dia merasa begitu hidup, begitu bahagia, dan dia tak sabar untuk menari bebas seperti semasa mudanya dulu.Adam berdiri di sampingnya dengan sikap waspada yang tidak tergoyahkan. Dia berjanji untuk menjaga Laura malam ini, dan dia tak akan melupakan tugasnya. Laura tersenyum pada Adam dan menariknya ke tengah lantai dansa yang penuh dengan kerumunan.Segera setelah mereka tiba di lantai dansa, Laura mulai bergerak dengan bebas dan bersemangat. Laura mengekspresikan dirinya melalui gerakan tubuhnya yang meliuk indah mengikuti irama musik. Sementara itu, Adam berdiri di depannya dengan mata tajam yang memantau setiap gerakan di sek
“Laura, kenalkan ini sepupuku, namanya Nathan,” kata mamanya Carlos ketika Laura muncul di ruang tamu, menemui Mama Carlos yang sudah janjian dengannya untuk datang menjemput. Laura bersalaman dengan Nathan yang mengulurkan tangan padanya sambil tersenyum ramah. “Laura.” “Nathan.” Mama Carlos tersenyum memandangi keduanya secara bergantian. Dia berharap Laura akan tertarik dengan sepupunya yang tampan dan juga seorang artis terkenal asal Jakarta ini. “Sopirku sedang tidak enak badan dan Nathan dengan baik hati mau mengantar kita malam ini. Kebetulan dia baru menyelesaikan jadwal syuting filmnya di Bali dan dia tadi sedang mampir ke rumahku. Ayo, kau sudah siap, kan? Wah. Kau cantik sekali, Laura! Kau seperti masih gadis saja, tak ada yang menyangka kalau kau sudah menjadi seorang ibu,” puji Mama Carlos sambil melirik Nathan yang sedang memandang Laura dengan sorot kagum. Adam menyaksikan hal itu dari ruang tamu, rahangnya menggertak keras menahan marah dan cemburu. Rasanya dia in
Laura tercekat dan menggigit bibirnya.. Mendengar kata-kata Keanu, dia merasa buruk sekali sebagai ibu yang tak bisa menggali lebih dalam sisi psikologis putranya sendiri. Air mata Laura menggenang, merasa bersalah kepada Nick karena lebih mengkhawatirkan luka fisik Gabriel daripada luka batin yang dialami Nick hari ini.Melihat Laura menangis, Adam mengepalkan tangannya, menahan dirinya untuk tidak memeluk Laura detik itu juga. Dia tahu, bukan hal mudah bagi Laura untuk menjadi orang tua tunggal bagi anak lelaki yang aktif dan reaktif seperti Nicholas. “Bu Laura, tenanglah. Mungkin saat ini Anda merasa bersalah, tapi jangan larut dengan rasa bersalah itu. Anda hanya perlu bicara dan mengobrol dengan Nick setelah dia bangun nanti.”Laura mengangguk-angguk. “Terima kasih, Keanu. Kau telah membuka sebuah pemahaman penting yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku.”Adam mengangguk dan tersenyum. Dan melihat senyum Adam yang lembut dan terasa menenangkan hatinya, perasaan Laura seke
Jantung Laura berdebar kencang saat Keanu meraihnya, menghindarkannya dari tabrakan dengan si pelayan. Sensasi tangan besar dan kuat Keanu yang mendekapnya membuat Laura merasa aman terlindungi. Namun, saat Keanu berbicara dan suaranya berubah menjadi rendah dan tajam, Laura merinding. Dia seperti dalam pelukan Adam Ashford yang telah tiada.Sementara itu, pelayan yang tadi menabrak Laura berdiri ketakutan oleh aura dingin yang dipancarkan Keanu alias Adam. Dia segera membersihkan sisa-sisa gelas yang pecah dengan gemetar, tidak berani melihat langsung ke arah mereka berdua.Laura bisa merasakan kemarahan Adam yang terasa berbahaya. Dia mencoba menenangkan keadaan. "Bukan hanya dia yang salah, aku juga salah,” katanya.“Anda tidak salah,” tegas Adam. “Dia berjalan tanpa melihat ke depan dan mengambil jalur yang tak seharusnya.”“Ma-maaf. Tadi saya terburu-buru.” Si pelayan mengakui kesalahannya, dia sedang tidak fokus bekerja hari ini karena pikirannya sedang kacau memikirkan masalah
Para pelayan di rumah Laura dibuat geger melihat ketampanan bodyguard pribadi Laura yang baru. Mereka bukan hanya mengagumi ketampanannya, tetapi juga merasa heran oleh kemiripan pria itu dengan mendiang sosok suami nyonya mereka yang fotonya terpajang besar di ruang meditasinya. Bahkan Nicholas sempat bengong dan berkali-kali memanggil Keanu dengan tanda tanya yang menggantung di ujung kalimatnya, “Daddy …?”“He’s not your daddy, baby …,” tegas Laura seraya tersenyum kepada putranya yang salah paham melihat sosok bodyguardnya yang begitu mirip dengan Adam Ashford yang dia ketahui sebagai ayahnya.“Halo, Nick. I’m your friend, my name is Keanu.” Adam membungkuk dan mengajak Nicholas melakukan tos dengannya.Nicholas mengerutkan keningnya dengan bingung. Dia menerima ajakan tos Adam dengan ragu-ragu. Tapi dia menyukai keramahan teman barunya ini yang begitu mirip dengan daddy-nya yang sering menjenguknya di malam hari. Bahkan suara Keanu terdengar sama dengan suara daddy yang sering me
Senyum Sam terpancar penuh makna ketika ia menatap Adam. Ia ikut merasa lega akhirnya Adam mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya, menjalani kehidupan barunya sebagai pria biasa dengan identitas Keanu Royce. Sam memahami bahwa keputusan Adam untuk menjalani "kematian" sebagai Adam Ashford adalah tindakan yang berani demi keselamatan Laura dan Nicholas. Dengan kematian sosok Adam Ashford dalam dunia mafia, kedua orang yang dicintainya itu tidak lagi menjadi buruan musuh-musuh sesama mafia. Sam tahu bahwa Adam telah mengorbankan identitasnya sebagai sosok Adam Ashford yang berkuasa dan kaya raya demi melindungi mereka, dan itulah salah satu tindakan paling mulia yang bisa dilakukan seseorang yang memiliki ketulusan cinta. Sam mengingat lagi bagaimana “transformasi” Adam Ashford menjadi Keanu Royce itu terjadi. Hari itu, setelah John Wick membantai seluruh pasukan Michael dan pasukan Damon Redwood, Laura keluar dari persembunyiannya dan memeluk tubuh Adam Ashford yang bersimbah d