Share

Bab 5

Author: Leona Valeska
last update Last Updated: 2025-07-31 15:12:03

Pagi harinya, Ariana baru saja menyelesaikan mandinya dan kini sudah keluar dari kamar. Rambutnya masih basah dan meneteskan air di pundaknya yang tertutup oleh blouse putih sederhana.

Langkahnya terhenti ketika melihat Jason berdiri di hadapannya tengah bersandar santai di dinding koridor dengan tangan disilangkan di depan dada. Mata pria itu menatapnya dengan tajam, seperti menilai setiap inci penampilannya.

“Tuan? Ada yang bisa dibantu?” tanyanya dengan nada gugup dan jemarinya meremas ujung blousenya tanpa sadar.

“Temani aku ke sekolah. Ini hari pertama Ethan masuk TK. Dia akan senang jika kau ikut.”

Ariana mengerutkan kening. Hatinya langsung diliputi rasa ragu. “Saya? Tapi … saya hanya pembantu, Tuan.”

Jason mendorong tubuhnya dari dinding dan melangkah pelan mendekati Ariana. Jarak di antara mereka hanya sekitar satu meter saat pria itu berhenti. Sorot matanya menusuk langsung ke mata Ariana.

“Kau pikir pekerjaan pembantu hanya membersihkan rumah saja? Ethan yang memintamu untuk menemaninya, jangan membantah!”

Nada suara Jason terdengar seperti perintah yang tak boleh dibantah.

Ariana merasa jantungnya berdetak lebih cepat, bukan hanya karena intimidasi dalam suaranya, tapi juga karena kehadirannya yang terlalu dekat. Harum aftershave-nya menusuk hidung Ariana, membuatnya makin gugup.

Ariana tidak berani menjawab lagi. Dia akhirnya mengangguk perlahan dan menunduk dengan patuh. “Baik, Tuan.”

Jason berbalik dan berjalan lebih dulu ke arah tangga. Ariana mengikuti di belakangnya dengan langkah ragu.

Dalam hati, ia terus bertanya—kenapa Jason bersikeras ia ikut? Dan kenapa Jason tidak meminta pengasuh atau bahkan adik perempuannya sendiri?

Sesampainya di garasi, Jason sudah masuk ke dalam mobil sedan hitamnya dan menyalakan mesin.

Tanpa banyak bicara, dia membuka pintu penumpang depan dari dalam, sebuah isyarat bagi Ariana untuk duduk di sana, bukan di belakang. Perintah halus itu membuat perut Ariana terasa mual karena gugup.

Di perjalanan, tak banyak percakapan baik Jason maupun Ariana. Jason menyetir sendiri dengan tangan kiri memegang kemudi dan tangan kanan bertumpu santai di jendela.

Ariana duduk di samping, kedua tangannya terlipat di pangkuan. Sesekali matanya mencuri pandang ke arah pria itu—rahang kokohnya, hidung mancung, dan mata yang tetap fokus pada jalan.

Pria itu tak hanya tampan, tapi juga memancarkan aura yang membuat siapa pun merasa kecil di hadapannya.

Suasana di dalam mobil hanya diisi oleh suara musik klasik yang pelan dari speaker dashboard.

Ariana menelan ludahnya sendiri. Ingin rasanya dia berkata sesuatu untuk mengusir ketegangan, namun bibirnya tak mampu terbuka.

Mereka tiba di sekolah dengan cukup cepat. TK Elite Harmony Kids—bangunan mewah dengan taman luas dan gerbang otomatis.

Nama sekolah itu tertera elegan di papan batu marmer. Ini bukan sekolah biasa, ini sekolah yang bahkan penjaganya memakai seragam formal dan berbicara dengan diksi tinggi.

Ariana sedikit canggung saat turun dari mobil, merasa seolah tempat ini terlalu mewah untuknya.

Sepatu kets putih miliknya terasa terlalu lusuh dibanding hak tinggi para ibu-ibu sosialita yang mengantar anak-anak mereka.

Gaun mereka berkilauan, rambut mereka tertata rapi, dan make-up mereka sempurna bahkan di pagi hari.

Namun semua kekakuan itu seketika mencair saat Ethan, dengan seragam putih-biru kecilnya dan ransel bergambar dinosaurus turun dari belakang kabin mobil dan menghampiri Ariana.  

“Kau ikut juga ke dalam,” serunya dengan riang.

Ariana langsung membungkuk dan memeluknya balik, senyumnya mengembang dengan tulus. “Tentu. Aku tak ingin melewatkan hari istimewamu.”

Jason hanya menatap mereka dari belakang kacamata hitamnya, matanya tak lepas dari interaksi keduanya.

Ada sorot berbeda di sana—bukan hanya kekaguman, tapi juga sesuatu yang lebih dalam. Namun, ia segera menyembunyikannya dengan melirik jam tangannya.

“Waktunya masuk. Ayo,” ucap Jason tegas.

Mereka bertiga berjalan berdampingan. Ethan menggandeng tangan Ariana dengan erat, sementara Jason berjalan di sisi satunya.

Beberapa orangtua melirik mereka dengan rasa penasaran. Beberapa wanita bahkan berbisik, menatap Ariana dari ujung kepala hingga kaki. Seolah tengah menilai siapa wanita itu.

Jason memegang bahu Ethan dengan perlindungan yang alami, gestur khas seorang ayah yang tak ingin anaknya disentuh dunia luar tanpa izin.

Di depan kelas, seorang guru perempuan—mengenakan blouse pastel dan celana bahan gelap—menyambut mereka dengan senyum tulus.

“Selamat pagi, Tuan Jason,” sapa sang guru ramah.

Jason mengangguk singkat sebagai balasan, lalu menggeser tubuhnya sedikit, memperlihatkan Ariana yang berdiri satu langkah di belakangnya.

“Oh ya, kenalkan. Ini Ariana. Calon istri saya. Dia yang akan menemani Ethan selama sekolah. Jadi, jangan biarkan ada siapa pun yang pura-pura menjemput anak saya, kecuali Ariana.”

Ariana membeku di tempat. Nafasnya seolah terhenti, jantungnya berdebar begitu kencang hingga ia yakin guru di depannya bisa mendengarnya. 'Calon istri'? Apa barusan dia tidak salah dengar?

Sementara itu, mata sang guru melebar sejenak. Reaksi yang sangat manusiawi mendengar pernyataan yang begitu tak terduga.

Namun, profesionalismenya sebagai pendidik muncul dalam sekejap. Ia langsung mengulas senyum sopan dan menjulurkan tangan ke arah Ariana.

“Salam kenal, Nona Ariana. Jarang sekali saya melihat Tuan Jason membawa seseorang yang dekat dengannya. Senang sekali akhirnya kita bisa bertemu.”

Ariana hanya mampu menjabat tangan guru itu dengan kaku. Jemarinya dingin dan keringat dingin mulai membasahi punggungnya. Senyum yang muncul di wajahnya adalah topeng—terbentuk karena keterpaksaan, bukan kebahagiaan.

Jason, di sisi lain, berdiri dengan tenang seolah pernyataannya barusan bukan sesuatu yang mengguncang dunia Ariana.

Wajahnya tanpa ekspresi, tapi matanya tajam, mengamati sekeliling dengan waspada. Sikapnya itu menunjukkan betapa seriusnya dia menjaga keamanan anaknya.

Guru itu lalu membungkuk ke arah Ethan dan merapikan dasi kecilnya dan berkata, “Yuk, Ethan. Waktunya masuk kelas. Teman-temanmu sudah menunggu.”

Ethan mengangguk semangat lalu menoleh ke Ariana. “Kau janji akan tunggu aku, ya?” katanya dengan nada polosnya.

Ariana mengangguk dan memaksakan senyum lebih lebar. “Iya, sayang. Kak Ariana di sini saja, tunggu kamu sampai selesai.”

Bocah itu melambaikan tangannya lalu masuk ke dalam ruang kelas dengan langkah ceria, meninggalkan Ariana dan Jason berdiri di koridor yang kini mulai lengang.

Begitu pintu kelas tertutup, Ariana menoleh perlahan ke arah Jason. Matanya masih dipenuhi keterkejutan, bahkan ketidakpercayaan.

“Tuan … barusan itu—"

“Formalitas,” potong Jason cepat dan dingin. Matanya tetap lurus ke depan, tak menoleh sedikit pun ke arah Ariana.

“Aku malas menjelaskan hubungan kita sebenarnya. Lebih mudah mengatakan kau calon istriku. Dan juga demi keselamatan Ethan yang masih diincar oleh Kirana—mantan istriku. Dia ingin mengambilnya dariku.”

Ariana menahan napas. Kata-kata itu seperti air dingin yang disiramkan ke seluruh tubuhnya. Ia ingin marah, ingin bertanya kenapa ia dijadikan tameng, tapi logika dan empatinya berkata lain.

Ini tentang Ethan—anak kecil yang polos dan hanya ingin hidup tenang. Bukan tentang perasaannya yang belakangan ini terlalu liar karena kedekatan dengan sang majikan.

Dalam hati, Ariana mencoba menenangkan diri. Jangan berharap lebih, Ariana. Itu semua demi kebaikan Ethan, bukan karena perasaan.

“Hari ini kau pergi belanja dengan asistenku. Semua yang harus kau pakai untuk menyenangkanku, sudah di-list oleh Jemmy.” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 87

    Siang itu, matahari bersinar hangat, tidak terlalu terik karena bayangan pepohonan rindang yang berjajar rapi di halaman rumah Adrian mampu meredam panasnya.Halaman rumah megah itu seolah taman pribadi dengan rumput hijau yang terawat, bunga-bunga berwarna cerah, dan sebuah kolam kecil yang airnya jernih memantulkan cahaya.Udara terasa sejuk, membawa aroma segar bunga mawar yang baru saja mekar.Ariana berdiri di tengah halaman, tengah meluapkan semua ucapan Berta yang penuh denga ancaman padanya.Dia masih membutuhkan pekerjaan ini. Tapi, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Ariana semakin merasa bersalah telah mengungkapkan isi hatinya pada Jason.Tatapannya menatap pada sosok kecil yang berlari-lari sambil tertawa lepas.“Ethan, hati-hati! Jangan terlalu jauh,” serunya sambil ikut berlari mengejar bocah itu.Ethan menoleh sambil terkikik, pipinya memerah karena kegirangan. “Ariana, tangkap aku kalau bisa!”Ariana tersenyum dan roknya sedikit tersibak ketika dia berlari cepat, m

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 86

    Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Pagi itu, udara di rumah besar milik Jason masih terasa dingin. Mentari baru saja merambat naik dan menembus tirai besar ruang makan.Ariana berjalan pelan membawa nampan sarapan untuk Ethan.Wajahnya tetap tenang, meski hatinya berdebar setiap kali melewati lorong-lorong rumah yang kini terasa penuh dengan bisikan dan tatapan menusuk.Ia bisa merasakan jelas bagaimana tatapan para pelayan mengikuti langkahnya.Tatapan sinis, penuh cibiran, seakan tubuhnya sudah telanjur diberi label hina.Ariana menarik napas panjang, lalu menunduk, berusaha mengabaikan semua itu.Ia sudah tahu, sejak peristiwa semalam ketika Jason membela dirinya habis-habisan, gosip tentang statusnya pasti akan semakin menyebar.Tidak lagi sekadar pengasuh Ethan. Semua orang kini tahu, dia juga dianggap sebagai “pembantu pemuas nafsu” majikan mereka.Ariana menelan ludahnya lalu menghela napasnya dengan panjang. ‘Inilah risiko yang harus kuhadapi,’ pikirnya getir. ‘Selama aku

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 85

    Hari ketujuh sejak kejadian penculikan itu akhirnya tiba. Dokter datang pagi-pagi ke kamar Ethan untuk memeriksa kondisinya dengan saksama.Ariana berdiri di samping ranjang sambil menggenggam tangan kecil itu dengan cemas.Jason juga ada di sana, punggungnya bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada, wajahnya tetap dingin dan sulit terbaca.“Syukurlah, kondisi fisiknya stabil. Trauma memang masih ada, tapi secara medis Ethan sudah bisa pulang hari ini. Asal dijaga ketat, dan jangan dibiarkan sendirian terlalu lama,” ujar dokter dengan nada hati-hati.Ariana mengangguk patuh. “Terima kasih, Dok.”Ethan menoleh dengan senyum kecil yang masih tampak lemah. “Ariana, kita bisa pulang, ya?”Ariana membelai rambutnya lembut. “Iya, Sayang. Kita pulang.”Jason hanya memberi anggukan singkat pada dokter sebelum keluar sebentar untuk mengurus administrasi.Ariana memperhatikan punggung tegap pria itu menghilang di balik pintu.Hatanya terasa sesak. Sudah tiga hari penuh ia tidak benar

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 84

    Malam turun perlahan menutup kota dengan cahaya lampu jalan yang berpendar di balik kaca mobil.Jason duduk di kursi belakang sedan hitamnya, bahunya tampak tegap tapi wajahnya muram. Jemmy, yang duduk di depan, melirik lewat kaca spion.“Tuan, kita langsung ke rumah?” tanya Jemmy dengan hati-hati.Jason tidak segera menjawab. Tatapannya menerawang keluar jendela, mengikuti jejeran gedung tinggi yang berkilau namun terasa dingin.Bayangan wajah Ariana muncul begitu saja, sorot matanya tadi ketika dia berdiri kaku di pintu kamar rawat Ethan. Wajah itu begitu rapuh sekaligus penuh keberanian.Jason menghela napas berat. “Ke kantor dulu,” jawabnya singkat.Jemmy tidak berkomentar, hanya mengangguk dan mengarahkan mobil menuju gedung perusahaannya.Selama perjalanan, hanya keheningan yang merayap di sana. Jason tampak menatap kosong ke depan, sementara Jemmy sibuk melirik raut wajah Jason kemudian menghela napasnya.Beberapa menit kemudian, mereka tiba di kantor. Jemmy mengikuti Jason dar

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 83

    Koridor rumah sakit sore itu terasa lebih sibuk dari biasanya. Perawat berlalu-lalang, suara roda troli obat berderit di lantai, dan bau antiseptik menyengat menusuk hidung.Di depan pintu kamar Ethan, dua bodyguard Jason berdiri tegak dengan jas hitam, wajah mereka keras tanpa ekspresi.Tiba-tiba langkah tergesa terdengar mendekat—hak sepatu beradu lantai dengan irama cepat.Violeta.Wanita elegan dengan gaun mahal dan perhiasan berkilauan itu melangkah dengan wajah merah padam. Matanya berkilat, bibirnya terkatup rapat penuh amarah.“Apa kalian pikir bisa menghalangiku?!” bentaknya pada para bodyguard. “Aku nenek anak itu! Singkirkan tubuh kalian dari depan pintu ini!”Salah satu bodyguard menggeleng dengan sopan. “Maaf, Nyonya Violeta. Perintah langsung dari Tuan Jason, Anda tidak boleh masuk.”“Apa?!” Violeta hampir berteriak. “Dia anakku! Itu cucuku! Apa Jason sudah kehilangan akal sehatnya sampai melarang ibunya sendiri?!”Ia mencoba menerobos, tapi kedua bodyguard dengan sigap

  • Pembantu Pemuas Nafsu Sang Majikan   Bab 82

    “DIO, PENCULIK ANAK PENGUSAHA TERKENAL JASON LUBIS, JADI BURONAN POLISI!”Tidak hanya di media cetak, berita itu juga memenuhi layar televisi, portal daring, hingga trending di media sosial.Foto Dio terpampang jelas dengan label “DPO – Daftar Pencarian Orang”.Polisi membuka sayembara bagi siapa pun yang bisa memberikan informasi keberadaannya.Di ruang kerjanya, Jason duduk santai di kursi kulit hitam tengah menatap layar televisi besar yang menayangkan siaran langsung.Liputan itu memperlihatkan barisan polisi sedang memasang poster wajah Dio di beberapa titik kota.Sudut bibir Jason terangkat membentuk seringai puas. Tangannya mengetuk-ngetuk meja pelan, seolah sedang memainkan irama kemenangannya sendiri.“Lihatlah,” gumamnya dingin nyaris seperti desisan. “Salahmu karena berani mengganggu hidupku.”Ia lalu bersandar dan matanya berkilat penuh kemenangan. Baginya, menjadikan Dio buronan adalah langkah pertama menuju kehancuran total musuh lamanya itu.Baru saja dia hendak mematik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status