Share

Bab 1: Masalah dalam satu hari.

"Dunia tidak akan peduli dengan hati yang rapuh." 

-IRIS AGLAEA-

#

Lantai 50 adalah lantai tertinggi di gedung Soteria milik keluarga Ares Eosforus — keluarga terkaya nomor dua di Benua Eropa dan dunia. Di tempat itu pula salah satu putranya yang bernama Alexiares Erebus bekerja sebagai Chief Executive Officer. Di usianya yang masih muda yaitu dua puluh dua tahun. Bahkan ia mengalahkan usia Evan Spiegel—CEO Snapchat yang lebih tua setahun darinya.

Ia memang terlahir dari keluarga kaya, namun ia berhasil meningkatkan posisinya di atas Jeff Bezos — pendiri A****n. Berkatnya saham perusahaan e-commerce yang didirikan sang ayah naik. Ia mengembangkan perusahaan yang di ambang kebangkrutan itu hingga meningkat tajam dan menduduki posisi ke dua. Walaupun ia terlalu muda dan jauh dari kata ideal seorang CEO, ia berhasil mengumpulkane kekayaan sebesar US$ 193,2 Miliar. Namun, ia tetap berusaha dan giat bekerja hingga mendapatkan posisi puncak. Ia terkenal sebagai pengusaha yang dermawan dan baik hati, bahkan semua orang selalu memuja ketampanannya.

Namun semua itu belum cukup, sebelum mengalahkan musuh terbesarnya—Zeus Astraea. CEO terkaya nomor satu di dunia menurut majalah Forbes. 

Berbagai cara ia lakukan untuk membunuh Zeus dan akhirnya ia terpaksa meminta bantuan kepada pembunuh bayaran bernama Agon Elpis untuk membunuh orang terkaya di dunia.

Tapi sangat disayangkan, pembunuh bayaran milik keluarga Ares Eosforus ini tidak mampu membunuh targetnya, Agon pun harus mendapatkan hukuman sesuai perjanjian yang berlaku secara sah dimata hukum, karena sudah menandatangani kontrak.

Bila ia gagal menghabisi nyawa targetnya, maka ia harus mati dibakar hidup-hidup. Sebagai gantinya putri pertama Agon, harus menbunuh target yang sama dalam waktu satu bulan.

Iris Aglaea adalah putri dari Agon Elpis, dan dia sudah terlatih dalam berbagai cabang bela diri, ia pun tak kalah pandai melempar pisau ketarget, serta bermain pistol.

Usia Iris sendiri barulah menginjak 19 tahun, dan ia bekerja di toko bunga pinggiran kota. Ia gadis ramah, baik hati dan selalu bersikap adil. Ia pun tidak mau seperti ayahnya, tapi Alex selalu mengandalkan berbagai cara untuk membuat Iris menerima tawaran itu.

Seperti saat ini, kedua adik Iris bernama Nike Elpis dan Thalia Elpis tengah berada ditangan Alex.

"Come on Iris, terima saja tawaran ini. Aku tahu kalau kamu bisa melakukannya!" Alexiares duduk manis di sofa cokelat dan terus membujuk Iris.

"Sebelumnya aku sangat berterima kasih kepada keluarga Eosforus, yang telah membiayai sekolah, menampung keluarga kami dirumah milik Mr. Alex, tapi untuk kesekian kalinya aku menolak tawaranmu untuk menjadi pembunuh bayaran!" Iris menatap kesal kearah bola mata laki-laki tampan itu 

"So far, aku baik kepadamu. Tapi sepertinya cara itu tidak mampu membuat kamu luluh dan bekerja sama untuk menghancurkan musuhku!" Alex tersenyum miris. 

"Aku sangat menghargai kebaikan Mr. Alex. Tapi, aku bukanlah seorang pembunuh!" ucap Iris dengan lantang dan tegas. Wajahnya sudah merah padam menahan rasa kesal yang memuncak.

"Hahaha, kalau begitu kamu harus melihat kedua adik kesayanganmu mati terbakar disini?" Alex tertawa seperti psychopath gila.

"Apa maksudmu?" Iris berusaha berjalan kearah Alex, tapi dua orang pria kekar dengan sigap menarik kedua lengan Iris.

"Oh Iris yang malang, kamu harus memilih antara kedua adikmu yang mati atau membunuh musuhku," Alex tersenyum bangga melihat Iris murka dan tidak bisa berbuat apa-apa, karena dua bodyguardnya mencengkram erat kedua tangannya.

"Jangan bawa kedua adikku ke permainan gilamu!" Iris meronta ronta berusaha melepaskan cengkraman dua pria besar yang membawanya secara paksa.

Alex menatap Iris dengan sinis, lalu berucap dengan nada angkuh, "Adikmu aman bersamaku, asalkan kamu mau menuruti printahku!" 

"DASAR BRENGSEK! BAJINGAN! STUPID, CRAZY!" Iris meludah kearah Alex.

Alex pun terkejut dengan wajah merah menahan amarah yang siap meledak. Detik berikutnya ia berdiri dan mencengkram leher Iris. Sedangkan Iris menatap Alex dengan amarah, tanpa terselip rasa takut.

"Beraninya kamu meludahiku nona Iris!" Alex mencekik leher Iris, hingga Iris sulit bernafas.

"Iris, kamu tidak bisa menentang printahku!!" lanjut Alex dengan serius.

Satu menit kemudian, ia melepas cekikannya dan menyuruh bodyguard keluar dari ruangan itu. Seketika Iris terjatuh, ia begitu lemas. Tak ada tumpuan yang memegang kedua tangannya lagi. Iris pun berusaha mengatur nafas yang sesak dan terputus-putus.

"Ke-na-pa? kamu me-nya-kitiku" dengan terbata bata Iris berbicara kepada Alex.

"Itu bukan salahku! kamu yang memulainya Iris!! Kenapa kamu itu keras kepala?" Alex berjongkok dan menatap Iris dengan sedih.

"Aku-tidak-mau-menjadi-pembunuh." Iris meneteskan air matanya.

"Tapi itu tugasmu, selama ini kamu dilatih untuk menjadi pembunuh." Alex berusaha menyadarkan Iris.

"Aku-bukan-pembunuh." 

Iris berharap, Alex tidak akan memintanya membunuh makhluk Tuhan. Karena ia tidak akan bisa melakukan itu. Hati nuraninya masih berfungsi dengan baik.

"Mungkin selama ini kita berteman baik, dari kecil kita dilatih bersama, bersekolah ditempat yang sama, tapi itu bukan berarti kita sama! aku tetaplah tuanmu dan kamu harus mengikuti apa yang aku ucap!" Alex memberi penjelasan kepada Iris, bahwa mereka itu berbeda.

Iris berada dibelakang layar melihat Alex berjaya dengan gagahnya menjadi penguasa terkaya nomor dua di dunia, sedangkan ia harus melakukan tindakan kotor yang menjebloskannya ke neraka jahanam.

"Apa semua masalah harus diselesaikan dengan cara membunuh nyawa seseorang?" Iris bertanya kepada Alex. Berusaha membuka hati yang beku dan tak berbelas kasih.

"Jika tidak seperti itu, masalah akan terus berlanjut tanpa ada pemberhentian." Alex membantu Iris berdiri.

"Apa setelah ayahku mati, semua masalah akan hilang?" Alex terpaku dengan pertanyaan Iris.

"Jika Ayahmu hidup, ia akan terus melatihmu menjadi pembunuh berdarah dingin, yang bisa melawan printahku." ucap Alexiares.

"Aku mau kau bebaskan kedua adikku," Iris memohon kepada Alex. 

"Adikmu akan aman bersamaku, dan aku mau besok pagi kau datang ke kantorku untuk menjawab tawaran yang sudah aku katakan," Alex sama-sama keras kepala. Ia tidak mau mendapatkan bantahan dari bawahannya, sekotor apapun cara yang ia lakukan untuk mencapai puncak.

Iris pun berjalan menuju pintu keluar dengan tubuh yang lemah. Ia merasa, teman masa kecilnya semakin jauh melangkah dan tersesat.

"Aku mau kamu pikirkan baik-baik semua ini." ucap Alexiares.

#

Sore hari, Iris Aglaea mengantarkan bunga ke alamat yang diberikan bosnya, ia mengendari sepeda warna biru muda dengan keranjang hitam di depan.Tempat tujuan Iris cukup jauh dari toko yang membuatnya terburu-buru untuk mengantarkan pesanan pelanggan.

Saking terburu-buru, Iris tidak melihat ada mobil sport Lamborghini Gallardo hitam melaju cukup kencang kearahnya.

BRUK.

Suara tabrakan terdengar di perempatan jalan, yang membuat orang-orang berhenti berjalan demi melihat kecelakaan itu. Untungnya Tuhan masih melindungi nyawa Iris, ia selamat dari kecelakaan walaupun sedikit luka di pipi, lutut dan sikunya.

"Kamu terlalu terburu-buru hingga tak sadar ada di perempatan jalan," ucap pria berjas dan berkaca mata hitam dengan ekspresi datar.

"Uuwh, bukannya meminta maaf! malah menyalahkanku! kamu membawa mobil dengan kecepatan tinggi di tengah jalannan yang ramai!" Iris berdiri dengan susah payah.

"Aku bebas mengendarai mobil dengan kecepatan berapapun." 

Pria itu membuka kaca matanya, semua orang sedikit terkejut dan terpesona melihat pahatan wajah yang sempurna, lalu mereka merekam kejadian itu melalui ponsel pintar.

"Tapi, kamu membahayakan orang lain!" Iris menatap luka disikunya.

"Syukuri saja, Tuhan melindungimu, jika tidak aku bisa menabrak kepalamu yang bodoh!" Pria itu menendang sepeda Iris yang rusak.

"Kamu jahat! Ini adalah alat transportasiku satu-satunya!!" Iris tak percaya bila sepeda kesayanganya ditendang oleh pria arogan dan tidak tahu sopan santun.

"Aku tidak peduli," pria itu berniat masuk kedalam mobil sport. 

Iris menahannya, ia pun berbalik badan. Tanpa aba-aba Iris membogem pipi pria tinggi yanga arogan itu.

BUG!

Ia menatap Iris dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah satu bogeman itu, Iris menarik sepeda rusaknya dan memunguti bunga-bunga pesanan pelanggan dengan emosi yang di tahan.

Iris berjalan meninggalkan pria yang terkejut dengan perlakuan bar-bar yang memukul pria kaya di tengah jalan dengan puluhan penonton.

"BUBAR." pria itu membentak orang-orang yang menatapnya dan merekam kejadian tadi.

#

Iris datang ketoko dengan baju yang lusuh, pikirannya berkecamuk, bingung dan bimbang. Ia sangat takut, jika ia dipecat dari toko bunga tempatnya bekerja.

Benar dugaannya, pemilik toko merasa dirugikan dengan bunga yang rusak dan hancur tak berbentuk lagi.

"Iris kenapa bunga-bunga pesanan pelanggan belum sampai?"tanya pemilik toko dengan heran, pasalnya ia sudah menerima sepuluh panggilan dari pelanggan bunga yang menanyakan nasib pesanan mereka.

Iris menundukkan kepalanya dengan takut. Ia berbicara dengan suara pelan, "Maaf Bos, bunga-bunganya rusak."

"Kenapa bisa rusak?" pemilik toko itu merasa kesal dengan Iris. 

"Tadi, saya ditabrak mobil, sepeda dan bunga pun terlindas mobil itu," Iris berkata jujur.

"Apa pengendara itu mengganti rugi?" pertanyaan pemilik toko, hanya mampu dijawab dengan gelengan Iris. 

Seharusnya, ia tidak pergi dari tempat kejadian. Ia harus meminta ganti rugi, bukan memarahi pelakunya.

"Oh Tuhan, kamu membuatku rugi!" Iris mendapat bentakan dari bosnya.

"Maaf bos," Iris berharap ia tidak dipecat. 

"Maaf? Aku tidak butuh kata maaf! mulai hari ini kamu saya pecat!" ucapan pemilik toko bunga itu, mampu membuat Iris terdiam tak berkutik seperti patung.

"Saya mohon bos, jangan pecat saya" Iris memohon-mohon tapi ujungnya ia malah ditendang dari toko.

#

Malam tidak bertabur bintang, hanya terdapat bulan yang terang di langit luas dan sendirian. Nasib bulan itu sama persis dengan seorang gadis yang tengah mengobati luka ditubuhnya dengan plester dan obat merah.

Hari ini, ia sangat kesepian. Rumahnya tidak ada lagi canda tawa dari kedua adiknya Nike dan Thalia.

Nike—remaja SMA berusia enam belas tahun dan duduk dibangku kelas sebelas. Sedangkan Thalia, remaja cantik yang kini duduk dibangku SMP kelas delapan dan berusia tiga belas tahun.

'Aku harus menelepon Alex, untuk menanyakan kabar Nike dan Thalia' batin Iris. Ia meraih ponselnya untuk mencari kontak Alex.

"Hallo." Alex menjawab video call Iris.

"Alex, aku ingin bicara dengan adikku!" Iris langsung to the point.

"Tidak bisa, mereka sibuk," ucap Alex dengan acuh tak acuh.

"ALEX!" Iris membentak Alex melalui video call.

"Oke baiklah, tapi ada syaratnya," Alex membuat Iris semakin kesal.

"Apa syaratnya?" tanya Iris dengan raut wajah heran.

"Ucapkan dengan lantang kalau kamu menyukaiku." 

Alex benar-benar gila, semua wanita memujanya dan ia memiliki nama baik yang tidak pernah tercemar sedikit pun, tapi tingkahnya selalu membuah Iris geleng-geleng kepala.

"Ha?" Iris terkejut.

"Bagaimana, mau tidak video call dengan Nike dan Thalia?" Alex bertanya dengan nada menantang.

Iris merasa Alex terlalu konyol untuk menjadi pengusaha kaya, sikapnya bisa menjadi seperti remaja pada umumnya,"Okey, aku akan melakukannya."

"Bagus." Alex tersenyum senang.

"Mr. Alexiares yang terhormat, aku sangat menyukai anda," Iris berbicara dengan nada yang sedikit jijik.

"Terlalu formal sugar," Alex berkata dengan suara serak.

"Hufft, Alex aku menyukaimu!" Iris menghembuskan nafas kesal.

"Hahaha, kamu sangat sweet." Alex pun membalikan kamera depan menjadi kamera belakang, agar terlihat wajah dua remaja yang tertidur nyenyak di atas kasur.

"Mereka tertidur dengan tali yang terikat?" Iris tak percaya bila kedua adiknya diperlakukan seperti itu.

"Yap, lebih tepatnya aku memberikan obat tidur." Alex tersenyum santai.

"Alex! kamu itu bajingan! brengsek! bebaskan adikku!!" Iris benar-benar emosi.

"Tidak untuk sekarang Iris, lagi pula kamu masih saja keras kepala," Alex mematikan sambungan video call.

"Alex." Iris menggeram marah.

#

Iris tidak bisa tidur, ia bingung harus berbuat apa? Alex itu cukup berbahaya dan ia tidak bisa bertindak gegabah, ia takut kehilangan kedua adiknya.

'Jika kamu menjadi pembunuh bayaran, apa hidupku bisa tenang? Apa mungkin Nike dan Thalia selamat? Jika aku memilih ego ku sendiri, rasanya sangat tidak adil membiarkan aku hidup bebas tanpa ada mereka' batin Iris.

Semoga esok, Iris bisa memiliki jawaban yang tepat untuk semua permasalahan ini.

#

I'm bulletproof, nothing to lose

Fire away, fire away

Ricochet you take your aim

Fire away, fire away

#

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status