Suara mesin kereta dan bagaimana efek getaran pada gerbongnya tidak serta merta membuat Ricadh tenang. Pria pendek dengan rambut cokelat itu meneguk birnya dengan jari gemetar dan keringat membasahi pelipis. Raut wajahnya pias dengan jantung berdebar kencang dalam artian buruk.
Ini gawat. Padahal dirinya adalah pembunuh bayaran. Tapi dia tidak bisa menekan rasa takutnya sendiri tatkala aura dari Heavenly yang duduk membelakangi dirinya di depan bar counter menguar sampai terasa memenuhi udara di dalam gerbong kereta restorasi ini. Menghantarkan kekeringan pada kerongkongan Ricadh dengan bulu kuduk berdiri. "Gila." Komentar Ricadh pelan. Padahal Heavenly hanya duduk meminum bir sambil menunggu target bernama Raze mati karena racunnya, namun aura kuat dan hawa membunuhnya membuat jiwa Ricadh terguncang. Ricadh baru terjun ke dunia gelap ini setahun yang lalu, karena keluarganya kaya raya maka berhubungan dengan dunia bawah bukanlah sesuatu yang mustahil untuk kepentingan bisnis bagian ilegalnya. Dia sudah mendengar tentang pembunuh surgawi yang berdarah dingin, setelah lulus akademi Aster, mendapat lisensi dan masuk ke Eve, Ricadh baru bisa melihat sosok dan wajah Heavenly, pembunuh surgawi yang terkenal itu. Bibir Ricadh yang bau alkohol terus menggumamkan harapan—karena dia ragu jika Lord Blessed and Holy Night akan mengabulkan doa dari pembunuh sepertinya, meskipun kadang Ricadh bingung bahwa ternyata kebanyakan pembunuh bayaran yang dia temui adalah orang ortodoks— untuk misi pembunuhan yang tenang malam ini akan berhasil. Dia berharap Raze mati karena racun dalam lagernya. Dia bukan pemuja teknik membunuh dengan tenang, namun sebisa mungkin jika sedang menjalankan misi dengan Heavenly, dia ingin tidak ada kekerasan dan baku hantam. Ricadh duduk di barisan sebrang Raze duduk, tepat di sebelahnya. Pria itu jadi melirik pada Nerisa yang duduk di belakang Raze, sibuk memakan steak meskipun Ricadh yakin bahwa dalam hatinya Nerisa juga menggumamkan harapan pembunuhan tenang ini berhasil. Karena jika gagal dan keadaan memaksa Heavenly memakai kekerasan, nyawa Ricadh akan dalam bahaya. Dia masih ingin hidup. "Aku mohon, Lord Blessed and Holy Night. Dengarkan do'a ku sekali saja. Aku ingin selamat." Gumam Ricadh memejamkan netra, telunjuk kanannya menyentuh bahu kanan lalu turun ke dada, setelahnya telunjuk kiri menunjuk bahu kiri lalu turun ke dada. Simbol Lord Blessed and Holy Night. "Ohok-ohok." Ricadh, Nerisa dan Heavenly sontak melirik pada Raze yang terbatuk hebat sambil memegang gelasnya. "Berhasilkah?" Gumam Ricadh dan Nerisa bersamaan dalam hatinya yang gusar. Raze, pria itu menghentika batuknya dengan paksa, mengusap bibirnya dengan kasar sebelum menatap sengit pada lager di gelasnya. "Ini?" Gumam Raze pelan, menghidup aroma lagernya namun tidak ada yang aneh. Lagernya normal. Raze termenung sekejap sebelum menekan telunjuk ke telapak kanan. Sampai telunjuknya berbunyi 'krek', membuat titik cahaya kebiruan muncul di tengah telapak kanannya sebelum terpecah menjadi serbuk di dalam jiwanya, kumpulan serbuk cahaya itu menempel pada saraf tubuh, bergerak melewatinya sampai ke kedua bola mata lalu mengendap di sana. Raze mengerjap, membuka netra yang mengkilat biru sekilas—pertanda kemampuan seeknya sudah aktif— sebelum menatap pada isi gelas lagernya. Kening Raze berkerut dalam tatkala melihat serbuk super kecil yang berenang di lagernya. Sialan! Racun yang tidak berbau? Ada yang ingin meracuninya? Raze tidak dapat berpikiran jernih tatkala lager beracun itu sudah setengah gelas masuk ke dalam lambungnya. Keringat sebesar biji jagung berjatuhan, napasnya memburu seperti penderita Asma, dadanya mulai sakit sebelum Raze berdiri mendadak sampai menabrak meja. Mengalihkan atensi ketiganya karena di gerbong itu hanya ada mereka dan satu steward, penumpang lain lebih memilih beristirahat di tengah malam seperti ini. Heavenly yang masih di tempatnya jadi mengernyit, menekan surveillance di telinganya. "Bagaimana? Apa dia meminum satu gelas penuh? Apa barusan adalah reaksi racunnya bekerja atau hal lain?" "T-tuan Heavenly ... sepertinya Raze adalah seorang—," "ARGH!" "MINGGIR!" Ucapan Ricadh terpotong tatkala Raze menyenggol steward membuat Heavenly tidak ragu lagi untuk menoleh sepenuhnya dan bangun dari kursi. Tubuh Raze mulai menggigil sebelum tersentak, dia tersadar sesuatu sebelum menekan dadanya dengan telapak tangan kanan. Membuat titik stela 'S' di telapak kanan bersinar dalam jiwanya —tidak terlihat dari luar— titik stela itu pecah, sebagian pecahannya bergerak ke titik 'R' di bahu kanan, menyatu membentuk titik yang lebih besar, dan sebagiannya kembali pecah, bergerak turun ke arah titik 'G' yang ada di dadanya. Membentuk setengah rasi bintang Cassiopeia 'M' tidak sempurna di dalam jiwa Raze sebelum tiga titik stella yang terhubung itu terpecah menjadi bagian paling kecil dan tersebar ke dalam seluruh bagian jiwa. Setelah kemampuan 'blokir'nya aktif, Raze meringis sebelum kembali mencoba keluar dari sana. Nerisa jadi berdiri dari tempatnya, netranya membelalak tatkala menemukan sisa lager dalam gelasnya. "Dia tidak meminum semuanya." Gumam Nerisa pada surveillance erpeacenya membuat Heaven sontak berdecak kasar. Dengan mengorbankan bau, rasa dan wujudnya yang tidak terlihat, efek racunnya jadi ditekan dan baru bisa bekerja jika ditelan sebanyak satu sedotan kecil. "Ck, padahal sudah aku bilang, ingin menjalani malam dengan tenang." Tukas Heavenly, mengambil pistol dari holster ketiak yang tersembunyi di balik coatnya. "Dor." Tidak ada keraguan saat menarik pelatuk meskipun menimbulkan suara nyaring dan jeritan ketakutan dari steward wanita yang duduk meringkuk ketakutan di lantai. "Oh?" Gumam Heavenly, menaikan sebelah alisnya saat Raze mampu menghindari pelurunya dengan cara menunduk ke bawah dan berguling ke samping, dan bersembunyi di balik kursi. "Sial. Pembunuh bayaran, kah?" Umpat Raze, mencoba memfokusnya pikirannya, mengambil pistol dari holster ketiak di balik jaket. "Oi, Heavenly. Kau akan menarik perhatian orang lain, tahu!" Raze sontak terkejut sebelum menoleh ke belakang, mendapati Nerisa yang berdiri di balik punggungnya dengan ujung moncong pistol mengarah pada kepalanya. "Dor." Peluru mendorong keluar dengan kecepatan tinggi, menghunus tepat ke arah kening Raze sebelum sepersekian detik Raze menarik meja di sampingnya, menggunakan sebagai perisai membuat pelurunya melubangi kayu dan berakhir melubangi lantai kereta. Netra Nerisa melebar, tidak menyangka Raze bisa menghindari tembakan dari jarak sedekat itu barusan. Tapi ini tidak mungkin kecuali Raze tahu arah pelurunya menembak. Raze jadi menggenggam pistol dengan kedua tangan, menembak ke arah meja barusan yang menjadi partisi antara dirinya dan Nerisa membuat gadis itu sontak menunduk, bersembunyi di balik kursi sambil menghindar dan perlahan menjauh. Setelah menembak beberapa kali, Raze mendengar suara tembakan lagi, kali ini dari arah belakang tubuhnya membuat Raze berguling ke samping, mentok pada dinding gerbong, dia mendongkak menatap Ricadh pelakunya. Meskipun pembunuhan santai gagal, namun tidak ada raut panik dari wajah Heavenly, dia tetap santai, seolah perlawanan Raze sekarang tidak berarti apa-apa dan Raze tetap akan mati di tangannya. "Cih, jadi tiga orang yang ada di gerbong ini memang sudah berniat membunuhku dari awal, ha?" Teriak Raze naik pitam sebelum membalas tembakan ke arah Ricadh membuat pria itu bersembunyi di balik kursi. Raut santai Heavenly berubah, "tiga orang?" Netranya mengedar ke seluruh gerbong. Tidak ada. Seorang dengan jubah cokelat jelek dan dekil. Padahal tadi dia duduk di belakang Heavenly dan tidak ada tanda-tanda keluar gerbong ini. Ck. Setelah pertama kalinya dalam lima tahun, misinya gagal dalam satu kali percobaan. Firasat buruknya kembali."Hei, kau yang ada di sana! Tunggu!" Teriak Heinz, dia menerobos kerumunan massa membuat pria bernama Light itu menoleh sedikit.Saat mata mereka bertemu, Light nampak terkejut dan terkesiap sebelum melarikan diri dari sana dengan terburu-buru."Oy! Tunggu!" Tahan Heinz bingung tatkala mendapati punggungnya yang menjauh dan berbelok ke kiri.Heinz dengan segera mengejarnya, mengabaikan teriakan Staff. Dia masuk ke lorong bawah tangga sebelum keluar dari lubang pintu tanpa pintu, Heinz sempat kehilangan jejaknya sampai suara tapak kaki menggema dari lorong tangga yang mengarah ke atap Akademi.Dengan segera Heinz mengikutinya, napasnya memburu dengan lutut lemas tatkala sudah menginjak anak tangga tiga puluh, padahal saat di tubuh aslinya, Heinz bisa menaiki dua anak tangga dalam sekali langkah karena kaki jenjangnya."A-h, s-sial." Umpat Heinz sambil kehabisan, kepalanya sudah berputar dengan tubuh lemas.Tubuh sialan ini benar-benar!Meskipun hampir mati, tapi akhirnya Heinz akhirnya
Mulut Heinz terbuka, paru-parunya sibuk mengambil napas rakus dengan punda naik turun, siapa sangka pelatihan masuk ke Aster akan menjadi seberat ini tubuh barunya.Mungkin nilai Heinz bisa aman di ujian tulis, tapi untuk ujian fisik. Dia sudah angkat tangan. Untuk lari saja, Heinz tidak selesai sampai finish, apalagi latihan fisik yang lain.Kini dia tengah beristirahat sambil terengah sambil menunggu Pengumuman di lapangan depan yang terbentuk dari tanah. Heinz sontak berdiri saat semua calon siswa sibuk mengobrol dengan yang lainnya.Tidak diragukan lagi, melihat tes masuknya ... Heinz sudah asti gagal.Heinz perlu naik kereta berjam-jam sampai pegunungan ini!Tentu saja dia tidak akan menyerah masuk ke Akademi!Langkah Heinz dibawa ke sudut lapangan yang sepi sebelun menelepon seseorang. Jika cara jujur tidak bisa, dia akan masuk lewat jalur belakang!"Cepat angkat, tua bangka! Sebelum aku muntah darah lagi!" Tukas Heinz mengetuk keningnya dengan tidak sabar tatkala nada tunggu te
"Misi dengan pria bernama Raze, seseorang yang membuat pada aristokrat merasakan kegelisahan karena perbuatannya yang mengincar mereka dinyatakan gagal, dengan target yang masih hidup, anggota Eve yang mati, dan satu saksi yang masih hidup." Ujar pria beruban dengan potongan rambur slipback, duduk di kursi yang terletak di belakang cahaya lampu, membuat seluruh tubuhnya tidak terlihat, hanya ada gelap.Nerisa meneguk ludah mendengar nada dingin yang tajam itu sedangkan Heinz hanya membuang pandangan ke arah lain dengan wajah cuek meskipun tahu bahwa kemarin adalah kegagalan dan kesalahannya."Bagaimana kau akan mengurus saksi, Heavenly? Belum lagi tindakanmu yang membunuh Ricadh saat misi. Aku selalu mentolerir sifatmu yang membunuh rekan saat misi, jika misimu berhasil. Namun, kau berharap apa saat misimu gagal dengan menyedihkan seperti ini?" Tanya Ulrich dengan tajam dan dingin, dari caranya bicara, dia tidak peduli pada penampilan tubuh baru Heinz karena baginya, Heinz tetaplah He
Heinz.Hanya Heinz yang artinya rumah.Sejujurnya Nerisa cukup terkejut karena meskipun sudah saling mengenal selama lima tahun, ini pertama kalinya dia memberitahukan nama aslinya.Saat di Akademi Aster, Nerisa kesulitan memanggilnya yang tidak bernama, teman-teman seangkatannya kadang memberikan sebutan konyol atau sebatas 'Hei'. Dan sampai sekarang pun, Nerisa tidak tahu kenapa dia tidak menggunakan nama aslinya dari awal. Dia cukup yakin ada alasan kuat dibaliknya."Jadi, Heavenly—, maksudnya Heinz. Dokter Neil akan datang dan memeriksa kondisi tubuhmu. Kau tidak akan kesulitan bergerak jika tahu kondisi tubuh yang sekarang kau pakai dengan mendetail. Kita juga harus tahu apakah tubuh kurus kering itu bisa masuk ke Akademi Aster. Kau tahu sendiri kualifikasi masuk ke sana sangat berat, kan?" Tanya Nerisa, melirik jam yang melingkar di pergelangan kanannya.Heinz tidak membantahnya meskipun saat di tubuh aslinya, dia sama sekali tidak kesulitan saat masuk ke Akademi Aster. Mungkin
Heavenly sudah berlari secepat yang dia untuk bersembunyi tepat di balik pintu dan berhasil. Dia mengatur napasnya, tubuh baru yang kurus ini bahkan kesulitan di bawa berlari dalam jarak yang tidak sampai satu meter. Berbeda dengan tubuh Heavenly sebelumnya yang kuat berlari maraton tanpa kehabisan napas.Jelas perbedaan tubuh yang signifikan ini mengganggu benaknya. Heavenly mengatur napasnya agar lebih tenang dan senyap, menyembunyikan aura tubuh, dia memejamkan netra, memfokuskan pendengarannya agar lebih tajam dan akurat. Semoga saja kemampuan dasarnya masih berfungsi di tubuh barunya.Sekarang terdengar. Diam-diam Heavenly bersyukur pada Lord Blessed and Holy Night karena kemampuan dasarnya tidak hilang.Suara langkah pertama seseorang yang masuk ke dalam area kamarnya. Lalu langkah kedua dan kini langkah ketiga.Heanvely menarik pintu, menampakan diri sebelum menarik kedua tangan orang yang memasuki kamarnya dengan cepat, menindih tubuhnya sampai menghantam lantai dengan kedua t
'Ada apa ini sebenarnya?' Batin Nerisa berteriak frutasi tatkala mencondongkan tubuh ke lubang di gerbong, menatap Heavenly yang terjatuh dari rel kereta ke sungai besar di bawahnya.Nerisa berdecak, dan lagi siapa pemuda pirang yang ikut jatuh bersamanya? Apa dia termasuk orang-orang yang mengincar nyawa Heavenly?Gadis berambut sebahu itu menoleh, menahan darah agar tidak terus menerus merembes keluar dari peluru yang tertanam di lengannya. Dia segera menarik mayat Ricadh, membawa bersamanya ke arah lubang di gerbong. Nerisa tidak menghentikan aktivitasnya saat bersitatap dengan Raze yang juga tengah berusaha menyeret satu kakinya untuk melarikan diri.Sial.Sekarang Nerisa tidak punya tenaga dan peluru untuk menghabisinya. Nerisa tidak punya pilihan."Jangan menganggap melarikan diri berarti kau lepas dari para aristokrat yang menyewa pembunuh bayaran."Raze menoleh dengan bibir meringis dan mata memburam, mengernyit menatap Nerisa yang berdiri di depan lubang gerbong."Ini hanya p