Saat hari mulai merosot menuju dini hari, Khaira mencari keberadaan Dahlia, hanya gadis itu yang tak ada di kerumuman.Khaira perlahan mengelilingi pulau, ia sedikit terkejut melihat Dahlia duduk sendirian dengan botol minuman di tangannya.Khaira menghampiri, “Apa yang kau lakukan di sini?”Merasa ada sesuatu yang baru dari Dahlia.Gadis itu sangat cepat berubah, memberikan kesan baru yang lekat baginya.Dahlia melirik, “Hegh, kenapa ... ingin menertawakanku? Silahkan, aku tidak peduli.”Dirinya sangat pasrah dengan yang terjadi, sangat menyakitkan.Khaira melipat tangannya, “Kenyataan yang pahit kan? Dan parahnya, kau tidak tahu.”Menyalakan api balas dendam di hati Dahlia, dengan sendirinya itu akan menjadi ujaran kebencian yang memanaskan suasana. Dahlia yang sudah tersulut emosi sedari tadi terus menengguk minumannya. Alkohol itu, turun melesat melewati kerongkongannya. Rasanya sangat panas.Namun, pikiran Dahlia menyukainya.Seakan tenang dengan rasa yang sangat asing baginya.
Belle terdiam ia tak tahu harus bagaimana, air mata turun begitu saja melewati pipinya. Belle masih memandang Dahlia dengan senyuman.Ia berpikir Dahlia sedang mabuk dan emosinya tinggi.Semua yang diucapkannya hanyalah omong kosong belaka, Dahlia hanya sedang berhalusinasi.“Waktu itu, Elvan?” Belle masih dalam senyumannya meskipun sesuatu seakan menyakiti hatinya.Sangat dalam, dengan luka yang besar meskipun tak berbekas.Dahlia mendekatkan wajahnya ke wajah Belle, “Puas sekarang?”Dahlia diambang kesalahpahaman, pengaruh Khaira menghancurkannya dan rasa putus asa mengelilinginya.“Dahlia!”“Aku tidak mau mendengar apapun, kau sangat egois!” Dahlia menyela.Tutur katanya menyakiti Belle, padahal ia yang selalu menghiburnya.Sangat menyakitkan ketika sebuah umpatan keluar dari mulut seseorang yang selalu menenangkan.“Hanya karna cinta, kau seperti ini? Apa saat permainan tadi bukan mulutmu yang mengatakannya?” Belle masih ingat bagaimana ekspresi harunya saat Dahlia menjawab perta
Khaira meletakkan kembali foto itu, ia beralih mengambil vas bunga di dekat ranjang. Memegangnya erat, dan kemudian melemparnya ke arah kaca yang seketika hancur, serpihannya memenuhi meja rias.Suara pecahan yang menarik perhatian beberapa orang. Mereka berdiri di depan kamar Khaira, tak berani mengetuk untuk sekedar menanyakan apa yang terjadi.“Akh! Sialan!” teriak Khaira membuat semua bergegas menjauh, tak ingin menjadi pusat amarahnya.Khaira sedang berada dalam fase yang sangat rapuh.Hakikatnya, gadis yang dimabuk cinta.Para pelayan yang mendengar segera memanggil orang tua Khaira. Membuka paksa kamar itu, mereka mendapati Khaira tersungkur dengan pecahan kaca di tangannya.Darah mengalir dari tangannya, gaun putih indah itu tergores darah.Orang tuanya langsung menghampiri dan memeluk Khaira. “Ada apa, Nak? Kenapa melakukan ini? Kami selalu menuruti keinginanmu bukan?” tanya Ibunya.Tragis, putrinya terluka sedangkan ia tak tahu akibatnya.“Pelayan, ambil obat!” perintah A
Setelah sampai di rumah Belle langsung membersihkan diri dan menjawab semua pertanyaan Ayahnya. Tentang liburannya, yang membawa petaka hebat. “Mungkin aku harus mengunjunginya,” Belle bersiap untuk datang ke rumah Dahlia. Ia pikir dengan begitu, Dahlia akan mau mendengarkan penjelasannya.Sebelum sampai Belle mampir untuk membeli camilan, untuk Dahlia.Namun, ia melihat Dahlia sedang berada di restoran seberang jalan bersama seorang yang tak asing baginya, itu Elvan!“Kenapa Elvan tidak memberitahuku?” Belle berusaha menghilangkan pikiran buruk.Akan tetapi, mengingat bahwa Dahlia menyukai Elvan membuatnya semakin buruk.Belle berjalan ke seberang jalan, menenteng kantong camilan di tangannya.Saat akan berjalan masuk, ia bisa melihat dengan jelas, itu kekasihnya! Yang sedang disuapi oleh Dahlia.Belle berlari meninggalkan restoran, dengan air mata yang berlinang.Ia butuh kejelasan, apa ini? Bagaimana jika yang ada di pikirannya menjadi kenyataan? Belle berpikir sejenak, mungkin d
Seluruh gedung seakan hanya tersisa mereka berdua, lengkap dengan suara burung gagak yang samar terdengar.“Ayo temui Ayah, Ibu pasti sudah sangat merindukan Ayah kan?”Belle heran mengapa Ibunya membawa ke tempat seperti ini.Melainkan tidak pulang ke rumah atau sekedar menemui Eleird.Namun, belaian tangan Ibunya yang lembut membuatnya merasa nyaman, Belle menutup matanya. Berjalan ke depan hingga ia menabrak sesuatu, sedikit merasa sakit sembari menduga-duga apa yang baru saja ditabraknya hingga menimbulkan nyeri.Belle membuka mata perlahan, mulai menatap ke bawah, tepat pada jenazah wanita yang tadi dilihatnya.“Tidak, aku tidak mungkin ada di sini.”Bekas di lehernya, semakin jelas, penuh dengan darah.Mata Belle terfokus pada luka itu! Ia tak bisa beralih atau mengendalikan tubuhnya!Belle memalingkan wajahnya, berharap ini tidak benar, ”Ibu, Ibu di mana?“ Dengan suara yang tenang dan berusaha baik-baik saja.Poros matanya mengelilingi sekeliling yang penuh dengan jenazah.He
Dahlia menyodorkan sesendok kepada Elvan, tepat saat matanya melirik Belle yang berada di luar.Tepat, aku mengambilnya! Dahlia pikir itu sudah cukup membuat Belle merasa bahwa Elvan menghianatinya.“Hentikan, aku tidak punya waktu! Cepat katakan, jika tidak aku akan pergi!” bentak Elvan.Menolak suapan Dahlia, karna ia masih menjaga hatinya untuk Belle.Menurut Elvan, sikap Dahlia sangat tak pantas mengingat dia adalah sahabat Belle.Namun, ia tak tahu jika semua ini merupakan jebakan.“Apa yang kau suka dari dia? Aku lebih punya segalanya dibanding dia!” tegurnya.Dahlia menunjukkan sosok aslinya yang baru, sontak Elvan menatapnya bingung.“Lalu, kenapa jika kau punya segalanya? Hanya dia yang bisa mengerti perasaanku, dan kau menjadi penjilat kekasih sahabatmu sendiri?” cecar Elvan.Beranjak pergi meninggalkan Dahlia, meskipun tangannya digenggam oleh Dahlia yang tak membiarkannya pergi, bahkan pada saat beberapa sorot mata memandang mereka. Ia malah menangis agar Elvan mau duduk
Kehancurkan keluarganya, tertulis di sana dengan sangat jelas. Bahkan kematian Ibunya lengkap dengan Ayahnya yang menikah lagi juga ada. Belle segera menghampiri seseorang yang seharusnya bertanggung jawab tentang semua ini.Satu-satunya orang yang jadi telinganya disaat dunia sedang mengacuhkannya. Pundak untuk bersendernya ketika sedang hancur. “Dahlia!” panggil Belle, “apa kau yang membuat ini?”Masih menahan amarahnya yang sejujurnya sudah memuncak. Ingin menampar Dahlia yang berani mengganggu privasinya.“Memangnya siapa lagi yang tahu?” jawab Dahlia.Menunjuk kepada Belle yang sudah menangis di depannya.Dengan tatapan sinisnya, ia memojokkan Belle.“Kau tahu itu, lalu apa ini? Kenapa kau mengumbar privasiku? Kau menginginkan Elvan, tapi tidak dengan membawa keluargaku!” bentak Belle tak terima dan muak dengan Dahlia kali ini. Bahkan Belle melempar brosur itu di hadapan Dahlia, menunjukkan kekecewaannya.Sayangnya, Dahlia sudah berbeda. “Ingat satu hal, aku tidak akan berhen
Sekarang ia hanya perlu menunggu masalah apa lagi yang akan datang menimpanya. Membuatnya terpuruk dan menangis.Dunia begitu kejam, bahkan untuk seorang gadis yang menginginkan kebahagiaan sederhana.Belle kembali ke rumah sakit, setidaknya ia bisa berguna di sana. Meskipun raut wajah kesal Ibu tirinya terpampang jelas. Belle masih tak melupakan segalanya, semuanya masih nyata di depan matanya.“Sebaiknya kau pulang, aku di sini menjaga Reval.” ucap Ibu tirinya.Tak berselang lama setelah Belle duduk di sebelahnya. Gadis itu hanya ingin akrab dengannya, mereka tak pernah punya waktu bahkan untuk duduk berdua seperti ini.“Baik, jika Ibu butuh apa-apa. Aku akan datang,” Belle mematuhi perintah Ibu tirinya.Sendirian di rumah lebih baik daripada berada dalam sebuah gedung penuh dengan teriakan kesakitan.Belle melewati ruang jenazah, terakhir kali ia mendapatkan momen yang menyeramkan. Sejenak, ia menatapnya sendu. Berharap saat itu Ibunya benar-benar berada di depannya.“Ibu ... apa