Home / Romansa / Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku / Bab 3. Tawaran yang Enak-Enak

Share

Bab 3. Tawaran yang Enak-Enak

Author: Kak Gojo
last update Last Updated: 2024-12-23 21:41:09

“Aku dengar-dengar kalau kau butuh uang buat kuliah. Bagaimana jika kau menjadi pemuasku selama tiga bulan ke depan? Aku akan membayarmu dengan mahal. Sangat mahal. Dengan uang itu kau bisa menggunakannya untuk berkuliah bahkan masuk ke kampus termahal pun pasti cukup. Bagaimana? Apa kau mau?” sambung Bryan, tersenyum licik.

Melihat Nina hanya diam, Bryan kembali bersuara.

“Oh come on! Pasti kau mau! Bukankah kau bekerja di sini untuk mengumpulkan uang kuliah? Ini akan menjadi tawaran yang menguntungkan untukmu dan juga untukku. Kau akan mendapatkan uang yang banyak dan aku akan mendapatkan kenikmatan.”

“Dengar ya, Tuan! Aku bukan gadis murahan seperti yang kau kira! Aku tidak sudi menerima penawaran hinamu itu! Aku akan tetap melaporkan ini ke Tuan Fredrinn!” balas Nina ketus.

Setelah berkata, Nina mendorong tubuh Bryan menjauh darinya. Segera ia pergi menuju pintu kamar dan membuka kunci pintu tersebut. Bryan ingin mencegah, namun Nina melakukan serangan mendadak.

PLAK!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi pria tampan itu.

“Berani-beraninya kau menampar majikanmu sendiri, huh?!” ujar Bryan geram.

“Kau bukan lagi majikanku, Tuan! Majikanku hanya Tuan Fredrinn. Aku tidak mau lagi bekerja untukmu!”

Nina pun berhasil keluar dari ruangan suram tersebut, meninggalkan hawa panas di sana. Bantingan pintu yang keras dari Nina membuat Bryan terkejut.

“Sudah tak perawan. Tapi masih saja jual mahal! Cih! Akan aku buat kau menyesali perbuatanmu itu, Nina!” gerutu Bryan seorang diri di kamar.

Nina segera masuk ke dalam kamar mandi khusus digunakan untuk para pelayan rumah. Di sana, Nina menyalakan keran dan menangis sejadi-jadinya. Nina menggosok-gosok kulitnya dengan kuat hingga kemerahan. Ia berharap segala noda hasil perbuatan kotor majikannya itu bisa menghilang sempurna.

“Hiks. Hiks. Apa yang harus aku lakukan? Kalau aku melapor, Tuan Fredrinn bakalan percaya sama aku gak ya? Huhuhu.”

*

Keesokan harinya, pukul 08.00 pagi.

Nina masih tertidur pulas di kamarnya. Bi Lastri mengetuk-ngetuk pintu kamar dan memanggil-manggil Nina dengan keras.

“Masih tidur kali, Bi. Udah ah. Jangan dipanggil terus. Biarin aja dia,” kata Laras, salah satu dari mereka. Pelayan yang umurnya 35 tahun.

“Gak mungkin dia masih tidur jam segini, Laras. Bibi hapal sekali sama Nina. Anaknya rajin. Biasanya sebelum subuh dia sudah bangun dan membantu Bibi beberes. Beda sama kamu yang bangunnya suka telat!” balas Bi Lastri. Hubungan antara Laras dan Bi Lastri bisa dibilang kurang baik, sebab Laras adalah orang yang kurang cekatan dalam bekerja dan suka menggosipkan orang lain. Bi Lastri kurang suka dengan karakter Laras.

“Bi Lastri apa-apaan sih? Kok malah banding-bandingin saya sama Nina? Nina kan anak ingusan yang baru kerja di mari. Baru semingguan, Bi! Semangat kerjanya ya pasti lagi tinggi-tingginya! Tunggu aja kalau dia udah kerja dua tahun kayak saya, pasti sikapnya juga jadi kayak saya kok!” protes Laras.

Bi Lastri tidak peduli dengan celotehan Laras, perempuan berusia 60 tahun itu terus saja mengetuk-ngetuk pintu kamar Nina.

“Aduh, Bi. Langsung buka aja napa sih, Bi? Lagian kan kamar para pembantu gak dikasih kunci. Ngapain pake diketuk-ketuk segala?” ujar Laras.

“Itu namanya gak sopan, Laras!”

“Bi Lastri, dipanggil sama Tuan Besar,” ucap Sarah yang datang dari arah ruang tamu. Sarah adalah pelayan di rumah itu juga, yang sudah bekerja selama lima tahun di sana.

“Sarah, tolong kamu ketuk kamar Nina. Bibi khawatir sama dia. Takut terjadi apa-apa di dalam.” Sarah mengangguk pelan. Setelah itu, Lastri pun meninggalkan area itu dan pergi menemui Fredrinn di ruang tamu.

TOK TOK TOK

“Nina bangun kamu! Jangan tidur terus! Ini sudah jam kerja loh!” ucap lantang Sarah. Sarah semakin mengeraskan ketukannya namun nihil. Tak terdengar sahutan dari orang yang dimaksud. Kehabisan sabar, Sarah langsung membuka pintu kamar Nina.

“Loh? Kok kosong? Ke mana dia?”

*

Di sisi lain, Nina duduk merenung di area parkir rumah sakit, tempat di mana nyonya besarnya dirawat. Sebelum semua orang terbangun, Nina sudah lebih dulu pergi meninggalkan rumah majikannya tersebut. Nina trauma dengan kejadian semalam. Dan ia tidak mau lagi melihat wajah Bryan.

Nina sengaja ke rumah sakit ini dengan harapan ia akan bertemu Fredrinn di tempat ini. Nina akan menceritakan semua kejadian yang Bryan lakukan kepadanya semalam. Nina bolak-balik mengecek layar ponselnya, biasanya Fredrinn akan datang mengunjungi sang istri pada pukul 9 atau 10 pagi.

Nina membuang napas lelah. “Huftt… kira-kira satu atau dua jam lagi aku harus menunggu,” ucapnya sendu.

DUA JAM KEMUDIAN

Nina akhirnya melihat mobil milik Fredrinn melaju menuju area parkir. Di sana tampak supir membukakan pintu mobil untuk Fredrinn. Fredrinn keluar dengan seikat bunga mawar merah di tangannya. Sedangkan sopir membawa parcel buah-buahan. Mereka berdua berjalan masuk menyusuri koridor rumah sakit menuju ruangan kamar VVIP milik Rosalina.

Nina mengikuti jejak langkah tuan besarnya itu dari belakang. Nina semakin mempercepat langkahnya kala Fredrinn sudah tiba di depan pintu kamar tersebut.

“Tu-Tuan Fredrinn?” panggil Nina membuat Fredrinn berbalik badan.

Fredrinn mengerutkan kening. Ia heran kenapa pembantunya itu bisa sampai di sini. Apalagi wajah Nina tampak kacau.

“Ada yang ingin saya sampaikan, Tuan,” ucap Nina lagi, sesopan mungkin.

“Apa itu?” sahut Fredrinn penasaran.

*

“Bi Lastri! Bibi!!!” panggil Bryan yang baru saja bangun. Bryan berjalan menuju meja makan dan membuka tudung saji. Seperti biasa, hidangan di rumah ini selalu lengkap. Di antaranya ada telur rebus, roti panggang, dada ayam, salad sayur beserta sepaket buah-buahan. Walaupun lauk pauk sudah tersedia di depan mata, Bryan sudah terbiasa meminta Bi Lastri untuk menuangkan makanan di piringnya.

“Iya, sebentar, Tuan Muda,” sahut Bi Lastri dari dapur.

Bi Lastri segera membersihkan tangannya dan berlari kecil menemui tuan muda yang sudah menunggunya di ruangan makan.

“Silakan dinikmati, Tuan Muda,” ucap Bi Lastri mempersilakan. “Saya kembali kerja ya, Tuan.”

“Bi?”

“Iya, Tuan?”

“Si pembantu baru itu ke mana, ya? Kok gak kelihatan?” tanya Bryan penasaran. Sebab yang ia lihat mondar-mandir di hadapannya hanyalah Laras dan Sarah.

“Nah itu Bibi juga gak tau, Tuan. Nina gak ada di kamarnya semenjak pagi. Udah ditelponin berkali-kali juga, tapi telponnya gak dijawab.”

Jawaban dari Bi Lastri jelas membuat Bryan menelan ludah. Bryan panik apabila Nina bersungguh-sungguh akan melaporkannya ke polisi atau perlindungan wanita. Tidak perlu jauh-jauh dari situ, jika hal ini sampai ketahuan oleh Fredrinn saja, tamatlah sudah riwayat Bryan.

Bryan tidak bisa menelan makanan yang ada di depannya. Dengan cepat Bryan segera mengambil kunci mobil. Berkeliling kota Jakarta demi mencari sosok gadis yang ia nodai semalam tadi.

*

Di tempat yang lain, Nina menarik napas panjang sebelum berbicara kepada majikannya tersebut.

“Apa yang ingin kamu sampaikan ke saya, Nina? Saya tidak punya banyak waktu untuk ini! Istri saya di dalam sudah menunggu,” tegas Fredrinn sebab Nina belum menyampaikan sesuatu yang ingin ia katakan.

Nina memberanikan diri untuk bersuara setelah beberapa menit menyiapkan mentalnya.

“A-anu… jadi begini, Tuan… sebelumnya maaf jika apa yang saya sampaikan ini membuat Tuan marah atau kecewa. Tapi… saya berbicara jujur… bahwa—”

Drtt! Drtt!

Tiba-tiba saja ponsel Nina bergetar. Nina berpikir bahwa orang yang memanggilnya tak lain adalah Sarah atau pun Laras. Nina mengabaikan panggilan suara itu, namun ponselnya masih saja berbunyi tanpa henti.

Fredrinn membuang napas kasar. “Hm. Begini saja, jika hal ini sangat penting. Nanti saja kita bicarakan ini setelah saya selesai menjenguk istri saya. Kamu jawablah dulu telepon itu dan langsung pulang ke rumah! Bekerjalah dengan baik! Saya menggaji kamu bukan untuk menghabiskan waktu tidak jelas di luar.”

“Ta-tapi, Tuan—”

“Sudah sana! Saya tidak punya banyak waktu lagi,” usir Fredrinn. Ia pun segera masuk ke dalam ruang rawat, meninggalkan Nina yang masih mematung di depan pintu.

Nina melihat punggung majikannya  yang sudah hilang di balik pintu. Nina menghela napas dan meraih ponselnya yang ia taruh di saku celana.

“Ibu?” ucap Nina saat melihat ada tujuh panggilan tidak terjawab dari ibunya.

Tanpa basa-basi, Nina langsung menghubungi nomor ibunya kembali.

“Bu, maaf tadi Nina lagi di jalan, Bu. Makanya telepon Ibu gak Nina angkat,” ujar Nina.

“Nina…” Terdengar suara wanita paruh baya dari seberang sana. Dia adalah Aliyah, ibu Nina yang tinggalnya di kampung. Sedetik kemudian, suara itu terdengar bergetar. Sesekali Aliyah pun mengeluarkan tangisan sedunya.

“Ibu… Ibu kenapa? Ibu baik-baik saja, kan?” tanya Nina mendadak khawatir dengan sang ibu.

“Nina, penyakit Bapak semakin parah. Kata dokter, Bapak harus segera dioperasi. Paling lambat sampai besok siang. Kalau tidak, mungkin Bapak akan….” Aliyah tidak melanjutkan kalimatnya, melainkan kembali menangis tersedu-sedu.

Mendengar ucapan ibunya sukses membuat air mata Nina ikut terjatuh. Namun, Nina berusaha kuat kala berbicara dengan ibunya melalui telepon itu.

“Lalu sekarang Bapak ada di mana, Bu?” tanya Nina sembari menahan air mata yang akan jatuh di pipinya lagi.

“Sekarang Bapak ada di rumah sakit, Nak. Tetangga tadi melihat Bapak tiba-tiba jatuh di belakang rumah. Mereka langsung memanggil Ibu dan membawanya ke rumah sakit terdekat.”

Nina hanya menyimak ucapan ibunya tanpa mengeluarkan kata-kata sedikit pun.

“Ya sudah, Nina. Ibu tutup teleponnya ya, Nak. Ibu harus mencari pinjaman dulu untuk membayar biaya administrasi rumah sakit. Do’a kan Ibu ya, Sayang. Do’a kan agar ada yang mau meminjamkan Ibu uang yang besar supaya Bapak bisa segera dioperasi.”

“Emang berapa biayanya, Bu?” tanya Nina dengan suara lirih.

“Seratus juta, Nak. Itupun belum termasuk biaya perawatan dan obat-obatan setelah operasi nanti. Ya sudah, Ibu harus bergerak cepat. Kamu baik-baik di sana ya, Nak. Ibu sayang sama kamu, Nina.”

Panggilan suara itu pun berakhir. Nina kembali meluruhkan air matanya. Berulang kali ia menyeka bulir hangat itu, berulang kali juga air matanya kembali menetes.

Sesaat kemudian Nina teringat tentang penawaran dari tuan mudanya semalam.

‘Haruskah aku menerima tawaran itu?’ batin Nina.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yurnawati
Orang tua yang zalim . Mengapa beban hidup ditimpakan padaamak yang berumur 18 tahun ?. Sungguh orang tua tidak berperasaan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   [S-2] Bab 136. Pemuas Hasrat Liar Suamiku

    Nina menerima uluran tangan itu dengan senyuman manis.“Aku ingin kita menikmati malam ini dengan berdansa dan diakhiri dengan bergoyang pinggul sampainya ranjang patah-patah dan dengkul bergetar,” bisik Bryan secara brutal anti sensor club.Sebelum berdansa, Bryan menyetel musik terlebih dahulu. Musik yang begitu romantis dengan alunan nada merdu.Cinta satu malam, oh indahnyaCinta satu malam, buatku melayangWalaupun satu malam, akan selalu ku kenang dalam hidupku“Hm, Mas? Apa kamu gak salah lagu? Masa iya cinta satu malam? Kan cinta kita sampai akhir hayat, bukan satu malam doang,” tegur Nina membuat Bryan tersadar.“Eh iya. Salah setel.”Akhirnya Bryan menyetel lagu yang cocok untuk dipakai berdansa malam ini.Pasangan suami istri itu pun berdansa mengikuti ritme. Bryan membuat Nina berputar sesuai alunan nada hingga vertigonya kambuh. Wkwkw.

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   [S-2] Bab 135. Riko Sedikit Iri

    “Ashiaapp!!” sahut Rozak ala-ala Atta Halilintar.“Iya, Pak. Mampir kapan saja, pintu rumah selalu tertutup bahkan tergembok untuk Bapak Rozak,” ujar Fredrinn berniat ngejokes ala Bapack-bapack. Sayangnya jokesnya itu tidak lucu sama sekali. Namun Rozak justru tertawa.Akhirnya pamit juga Rozak dan Aliyah.Fredrinn dan Adelina juga berpamitan dari hadapan yang lainnya. Mereka ingin beristirahat di kamar. Begitu pula dengan para ART yang izin mundur diri.Kini hanya tersisa Nina, Bryan, Riko beserta empat bocil di ruang makan itu.“Ayo anak-anak. Kalian juga masuk ke kamar! Cuci tangan, cuci kaki, cuci muka dan jangan lupa gosok gigi!” seru Nina yang diangguki oleh keempat anaknya itu.Riko tersenyum lebar melihat keempat ponakannya yang mudah sekali diatur oleh Nina.“Mereka ini penurut sekali,” puji Riko. “Pasti kakak mendidik mereka dengan sangat baik. Makanya mereka semua bisa j

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   [S-2] Bab 134. Keluarga Cemara

    Keesokan paginya, Nina melihat Bryan sedang menyetrika pakaian kerjanya. Hari masih pagi buta, tapi Bryan sudah sibuk bersiap-siap menuju kantor.“Kamu mau ke mana, Mas?” tanya Nina yang baru saja terbangun dari tidurnya. Bahkan matanya belum terbuka dengan sempurna.“Mulai hari ini aku akan ke kantor, sayang. Aku akan bekerja seperti biasa sebagai direktur,” jawab Bryan dengan pandangan mata yang masih terfokus pada setrikaannya.Nina bangkit dari tidurnya, mengubah posisi menjadi duduk. Dia masih menguap sesekali. Jujur saja rasanya ingin sekali dia melanjutkan tidur, tapi tidak enak karena suaminya sendiri lagi sibuk-sibuknya.“Kamu yakin mau bekerja seperti biasa, Mas? Aku kira status kamu masih jadi tahanan rumah. Kalau kamu ditangkap lagi oleh polisi karena ketahuan melanggar peraturan, bagaimana dong?”“Dari kemarin-kemarin aku kan sudah melanggar peratur

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   [S-2] Bab 133. Pengen Bercinta (21+)

    Dua minggu kemudian.Setelah dua mingguan lebih dirawat di rumah sakit, Nina sudah diperbolehkan pulang ke rumah dengan catatan tidak boleh banyak bergerak agar luka tembaknya di perut itu segera pulih dengan baik.Malam itu, Bryan sedang membantu Nina memakai pakaiannya. Namun tiba-tiba Nina menyambar bibir Bryan dengan mendaratkan sebuah ciuman ringan di bibir suaminya itu..“Eh, sayang. Jangan memancing dong.”“Mas, aku pengen,” bisik Nina. “Sudah lama kita gak begituan.”Bryan paham dengan kode istrinya itu. “Tapi luka kamu kan belum kering seratus persen, sayang.”Nina melirik luka di perutnya yang masih diperban. Ya, dia akui walaupun sudah tak terasa nyeri, tapi dia belum bisa bergerak dengan leluasa. Dan hal itu akan mempengaruhi mereka nantinya jika melakukan hubungan suami istri.“T-tapi aku udah gak bisa nahan gimana dong, Mas?”Nina memasang wajah manjanya,

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   [S-2] Bab 132. Nasib Jomblo

    “Kita ke rumah sakit dulu ya. Soalnya Bryan ada di sana,” ujar Fredrinn kepada Riko yang tengah mengemudi mobil.“Loh, siapa yang sakit? Bryan?” tanya Adelina yang mendadak khawatir.“Bukan. Tapi menantuku,” jawab Fredrinn.“Oh. Bryan ternyata sudah menikah, ya?” tanya Adelina lagi.“Iya. Bahkan sudah punya anak empat.”Adelina kemudian melirik ke Riko. “Kalau kamu kapan rencana nikah, Nak?”Bless! Hati Riko terasa tertancap duri saat mendapatkan pertanyaan menohok seperti itu.“Mama nih apaan sih? Kok langsung nanya begitu?” balas Riko tidak terima ditanya demikian.“Mama kan cuman nanya. Gak salah toh?”“Salah dong! Salah banget malah!”“Salahnya di mana?”“Jelas salah. Tidak seharusnya Mama bertanya seperti itu.

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   [S-2] Bab 131. Ibu untuk Bryan

    Keesokan harinya, Fredrinn mengajak Riko mengunjungi kantor cabang Lawrence Company. Di sana, Fredrinn memperkenalkan Riko sebagai anaknya sekaligus penerusnya dalam mengelola perusahaan itu.“Saya kira anak Pak Fredrinn cuman Pak Bryan,” celetuk salah satu karyawan yang terdengar jelas di telinga Fredrinn.“Tidak. Riko juga anak saya. Cuman baru terungkap sekarang,” jawab Fredrinn santai.“Semacam program investigasi ya, Pak. Baru terungkap sekarang.”“Iya, begitulah.”Setelah selesai memperkenalkan Riko kepada semua karyawan di kantor itu, Fredrinn lalu mengajak Riko untuk menemui Adelina, ibu kandungnya.“Kenapa Papa mengajak aku ke tempat ini?” tanya Riko setelah mereka tiba di rumah Adelina.“Ini adalah rumah mama kandung kamu. Walaupun kamu tidak tertarik untuk mengetahui siapa mama kamu, tapi tetap saja kamu h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status